- Syakirah Amalia
- Aug 13, 2023
- 7 min read
Narasi Perjuangan: Abu-Abu
"What are you living for?"
"Lia? Hey! Are you okay?”
" I ask you. What is your purpose in life?"
And.. "Silent" is my answer
Koncel, begitulah mereka menyebut saya bagai seekor ikan yang senang berkeliaran kesana kemari dengan sirip gesitnya. Sebutan itu muncul saat saya duduk di bangku kelas 5 SD. Teman-teman sekolah saya bilang bahwa saya mirip seperti koncel yang cekatan, selalu aktif, dan pintar. Tak dapat dipungkiri, dapat saya katakan bahwa sejak saat itulah saya mulai merasa hidup. Kejadian kecil atau besar selalu terasa seperti déjà vu, seakan pernah memimpikan hal tersebut sejak hari-hari yang lalu. Bila ditanya soal kenangan masa kecil, saya tak ingat apa pun. Sebab itulah kelas 5 SD mempunyai tempat tersendiri di hati saya sama seperti FK UI yang kini tepat di hadapan saya.
Syakirah Amalia, "Syakirah" dalam Bahasa Arab yang artinya "Bersyukur" dan "Amalia" yang artinya pekerja keras, tutur mama. Saya ingin menjadi seperti nama saya, seorang wanita pekerja keras yang selalu bersyukur. Bersekolah di SMAN 1 Pamekasan menjadi batu loncatan saya untuk masuk di FK UI jalur SNBP kelas reguler. Menempuh SMA melalui program percepatan 2 tahun yakni menjadi PDPL2T (Peserta Didik Program Lulus 2 Tahun) merupakan tanggung jawab yang cukup besar. Namun di samping itu, saya tak merasa terbebani sebab ditemani oleh 5 sosok bidadari cantik. Mereka adalah Rona, Alifi, Icha, Putri, dan Kiky. Berjuang bersama mereka membuat saya yakin akan satu hal; manusia tidak bisa bertahan hidup sendirian.
Awalnya, FK UI bukanlah kehendak pribadi saya. Depok-Madura menjadi faktor utama saya sempat jatuh hati pada FK UNAIR di Surabaya yang lokasinya hanya berjarak tempuh 2 jam dari rumah saya. Selain dekat, FK UNAIR lebih mendominasi dalam menjadi impian setiap teman-teman saya yang ingin masuk FK. Namun setelah dipikir-pikir lagi, apa salahnya masuk FK UI? Secara menurut data, FK UI menempati peringkat pertama sebagai FK terbaik di Indonesia. Pada tahun 2021, daftar pemeringkatan The Quacquarelli Symonds World University Rankings (QS WUR) menunjukkan bahwa FK UI menjadi satu-satunya fakultas kedokteran asal Indonesia yang menduduki ranking 215-300 tingkat internasional.[1]
14 Februari 2023, hari pendaftaran SNBP pun dibuka dan pilihan saya jatuh kepada FK UI sebagai satu-satunya pilihan. Ragu? Jelas. Satu-satunya orang yang mampu membuat saya tenang terkait pilihan menembak FK UI di SNBP hanyalah Mas Akbar, Mohamad Akbar Syahadatain. Selain karena dialah “Sang Pembuka Gerbang” hingga SMAN 1 Pamekasan dapat meraih kembali FK UI lewat jalur SNBP, Mas Akbar merupakan mentor terbaik yang pernah saya kenal sepanjang 17 tahun hidup saya.
“Seperti mimpi,” 2 kata tersebutlah yang dapat menggambarkan kondisi saya saat ini. Rasanya, baru kemarin berada di bangku kelas 5 SD sambil berkhayal bisa melanjutkan pendidikan di universitas ternama terbesar di Indonesia. Berasal dari daerah 3T membuat saya minder untuk dapat meraih impian saya. Daerah 3T merupakan singkatan dari “Daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal.” Biasanya, daerah ini memiliki ketertinggalan dalam sektor pendidikan, pembangunan, hingga perekonomian yang tidak merata. Meski kabar-kabarnya status 3T sudah terlepas dari daerah kelahiran saya, yakni Kabupaten Sampang[2], tetap saja berat rasanya untuk dapat meraih cita-cita saya. Tapi kalau ditanya tentang cita-cita, sejujurnya saya tidak pernah mau menjawabnya. Bukan karena tidak tahu, namun rasanya terlalu banyak cita-cita yang ingin saya raih di dunia ini. Seperti dokter, guru, dosen, psikolog, pemadam kebakaran, bahkan astronot sekali pun.
Saya sangat cinta matematika. Bisa dibilang, hampir setengah dari tekad belajar saya sejak SD hingga SMA bersama Pak Hodaifi dimulai dari mengenal aljabar, kombinatorika, bilangan, dan tak lupa geometri yang hampir membuat saya setengah gila ketika dipaksa berteman baik dengan matematika dari subuh hingga tengah malam. Terbilang cukup menyimpang antara minat dan kondisi saya saat ini dimana FK berfokus pada ilmu sains. Puluhan prestasi telah saya ukir dari SD hingga SMA berkat matematika, baik itu tingkat daerah, provinsi, atau pun nasional. Banyak orang di sekitar saya mengira bahwa ayah saya terlalu keras dalam mendidik saya dengan alibi menuntut prestasi ini itu di tengah banyak siswa lain sedang asik dengan dunia sosial dan pertemanannya. Namun bagi saya, terkadang ada suatu hal yang perlu dimulai dengan cara dipaksa. Tidak ada kata tidak bisa bila kita terus berusaha. Kita akan bisa karena terbiasa.
Saya sangat merasa bersyukur dapat lulus dengan rata-rata nilai 93,8 pada ijazah. Berkat dorongan ayah, saya berhasil keluar dari zona nyaman ketika beliau menyarankan untuk mengikuti lomba biologi, kimia, fisika, dan kedokteran di detik-detik terakhir saya lulus SMA. Tanpanya, mungkin saya tidak akan pernah dikenal sebagai sosok lia yang pandai dalam segala hal. Kecuali dalam olahraga dan seni, saya sangat tidak sanggup bila harus berhadapan dengan 2 monster tersebut. 3 portofolio yang saya lampirkan yakni; Juara 3 Olimpiade Biologi BSD 2022 FMIPA UNEJ tingkat Nasional, Semifinalis Dentine 2023 FKG UNAIR tingkat nasional, serta Juara 2 Bidang Matematika Kompetisi Sains Nasional 2022 (KSN) tingkat kabupaten.
Meski kegiatan ekstrakurikuler yang saya aktif ikuti sangat erat kaitannya dengan dokter dalam dunia medis, yaitu Palang Merah Remaja (PMR) dari tingkat madya hingga wira[3], sebenarnya komitmen saya sedari kecil bukanlah ingin menjadi seorang dokter, melainkan guru. Mengapa guru? Saya belajar banyak hal dari mama saya. Beliau adalah sosok guru paling sempurna bagi saya. Kemampuannya dalam beradaptasi di bawah tekanan tak perlu diragukan lagi. Dahulu mama pernah bilang, "Semua orang di dunia ini adalah guru kita". "Aneh sekali," pikir saya. Bahkan katanya, orang jahat sekali pun dapat menjadi guru terbaik kita. Waktu demi waktu berlalu, saya pikir kalimat mama benar nyatanya. Berkat kalimat tersebut, saya belajar cara menghargai setiap hal yang ada di hidup saya, bahkan sekecil apa pun itu. Maka dengan ini saya bertekad untuk menjadi seorang guru, dalam bentuk dokter yang senantiasa mendedikasikan kemampuan terbaik pada pasiennya melalui perjalanan yang akan saya tempuh di FK UI.
Omong-omong tentang guru, saya mempunyai sosok guru lain yang juga saya banggakan, saya memanggilnya Tante Alif. Beliau adalah seorang psikolog. Keberadaannya memang sangat singkat, namun cukup berkesan. Ada suatu hal yang tak bisa saya jelaskan tentang dirinya, entah apa itu. Yang jelas, bertemu dengan Tante Alif membuat keinginan saya mempelajari tentang psikologi semakin bertambah kuat. Dengan itu, saya memutuskan untuk mengambil double degree di Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) dengan Prodi Psikologi. UICI merupakan universitas berbasis fully digital learning yang didirikan oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) pada tahun 2021.[4] Mengapa harus psikologi? Sebab cita-cita saya saat ini adalah ingin menjadi seorang psikiater; dokter yang telah menempuh pendidikan spesialis (S2) di bidang psikiatri dan memperoleh gelar dokter spesialis kesehatan jiwa (SpKJ). Psikolog dan psikiater sering kali disamakan keberadaannya, padahal nyatanya jelas berbeda.[5] Saya memiliki banyak ketertarikan dalam bidang kesehatan mental. Maka dari itu saya memutuskan untuk belajar dari kedua sudut pandang.
Selama menjalani double degree dan masa preklinik ini, saya berharap saya tidak akan pernah berekspektasi lebih pada kuantitas nilai, melainkan pada kualitas ketulusan. Karena saya percaya, ketulusan itulah yang akan mengantarkan saya menuju kesuksesan. Ketulusan untuk mengabdi, bersinergi kepada bumi pertiwi. Bersama FK UI 2023, saya ingin menciptakan lingkungan akademik yang sehat; sebagai penunjang menjaga solidaritas antara satu sama lain. Tentunya suatu saat nanti, kami semua ingin menjadi dokter ideal. Ideal sendiri mempunyai arti sesuai. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ideal dapat dicapai ketika suatu hal dapat sesuai dengan apa yang dikehendaki.[6] Jadi menurut pandangan saya, seorang dokter ideal adalah dokter yang fleksibel dalam kondisi apa pun namun tetap mempertahankan tanggung jawab serta integritasnya.
Maka dari itu bila tiba masa klinik nanti, saya ingin menjadi dokter ideal yang dapat berkontribusi kepada masyarakat dengan penuh nilai keluhuran berdasarkan UU nomor 20 tahun 2013 supaya menjadi dokter berbudi luhur, bermartabat, bermutu dan berkompeten.[7] Memulai dari hal kecil untuk sesuatu yang besar. Kita tak akan pernah tahu hal seperti apa lagi yang akan mengguncang hampir seluruh lapisan masyarakat layaknya Pandemi Covid-19. Maka dari itu, setidaknya kita harus menghargai segala sesuatu yang bahkan terlihat baik-baik saja sekarang. Tepatnya di bidang kesehatan. Seringkali masalah kesehatan muncul akibat stress yang berakhir pada penyakit fisik. Dengan ini saya ingin mengajak semua kalangan untuk senantiasa berpikir positif namun tetap realistis.
Di dalam video Narasi Perjuangan OKK UI 2023, saya tidak berbohong ketika mengatakan bahwa saya tidak pernah belajar mati-matian hingga larut malam untuk meraih FK UI. Entah memang perspektif saya yang merendah, atau memang saya tak pernah mengapresiasi diri sendiri dengan mudah. Atau mungkin keduanya. Terlalu banyak kemungkinan di sekeliling saya untuk dapat disimpulkan keberadaannya. Saya mengatakan apa adanya, bahwa bagian tersulit dari perjuangan saya selama ini bahwa untuk berdamai dengan keadaan. Sejak video itu diunggah, tak jarang saya menerima beberapa direct message melalui Instagram yang membuat saya menyadari bahwa FK UI merupakan impian besar banyak orang. Teruntuk adik kelas saya yang ingin masuk FK UI, jangan pernah takut bermimpi. Jangan biarkan rasa takut itu lebih besar daripada mimpi kalian sendiri. Tidak ada yang salah dari bermimpi. Asal taruh secukupnya, buang selebihnya. Berjuang semampunya, pasrahkan sisanya.
Aneh rasanya ketika menceritakan tentang diri sendiri. Saat menerima tugas ini pertama kali, sosok dalam diri saya spontan mengucapkan "terima kasih" untuk para senior di di balik layar PSAF 2023 yang bekerja keras selama ini. Teruntuk siapa pun yang membaca ini, terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk kalimat tak seberapa. Sebab bagi saya, menulis narasi perjuangan pun juga butuh banyak perjuangan. Entah itu sebatas memperkuat ingatan, atau pun mempertahankan tangisan. Yang saya tahu, saya hanya harus kuat seperti mama. Tidak lebih dan tidak kurang. Dari setiap pecahan puzzle dalam rangkaian mencari jati diri, akhirnya saya mendapatkan satu jawaban dari kalimat pertama dalam naskah perjuangan ini. I'm living for me.
DAFTAR REFERENSI
[1] Pertahankan ranking dunia, fkui masih yang terbaik di indonesia [Internet]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2021 Mar 13 [cited 2023 Aug 12]. Available from: https://fk.ui.ac.id/berita-en/pertahankan-ranking-dunia-fkui-masih-yang-terbaik-di-indonesia.html
[2] Daftar daerah 3t berdasarkan informasi di laman https://beasiswaunggulan.kemdikbud.go.id/ [Internet]. Yogyakarta: UM UGM; 2021 jan 18 [cited 2023 Aug 12]. Available from: https://um.ugm.ac.id/daftar-daerah-3t-berdasarkan-informasi-di-laman-https-beasiswaunggulan-kemdikbud-go-id/
[3] Palang merah remaja [Internet]. Yogyakarta: Palang Merah Indonesia; 2021 [cited 2023 Aug 12]. Available from: https://pmidiy.or.id/palang-merah-remaja
[4] Universitas insan cita indonesia (uici) [Internet]. Jakarta: UICI; 2021 [updated 2023; cited 2023 Aug 12]. Available from: https://uici.ac.id/
[5] Perbedaan psikiater dan psikolog klinis [Internet]. Yogyakarta: RSJ Grhasia; 2021 Jan 13 [cited 2023 Aug 12]. Available from: https://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/378/perbedaan-psikiater-dan-psikolog-klinis
[6] Ideal [Internet]. Jakarta: Kamus Besar Bahasa Indonesia; 2023 [cited 2023 Aug 12]. Available from: https://kbbi.web.id/ideal
[7] Rokom. 3 karakter ini harus dimiliki seorang dokter [Internet]. Jakarta: Biro Komunikasi & Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI; 2018 Des 15 [cited 2023 Aug 12]. Available from: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20181215/4928833/3-karakter-harus-dimiliki-seorang-dokter/
Comments