- Satria Arief Pratama
- Aug 12, 2023
- 6 min read
Updated: Aug 13, 2023
Merintis Kesuksesan, Dimulai Dari Makara Hijau
Nama saya Satria Arief Pratama, biasa dipanggil Satria. Saya berseragam SMA Taruna Nusantara sebelum masuk FKUI 2023, dan telah menjadi mahasiswa baru FKUI 2023 melalui jalur Talent Scouting (Kelas KKI) yang diumumkan bulan April lalu. Menjadi mahasiswa FKUI merupakan kebangaaan saya tersendiri yang tidak cukup diungkapkan dengan kata-kata. Perjuangan yang dibutuhkan untuk sampai di titik sekarang ini tidaklah mudah, dan hal tersebut yang membuat saya sangat bersyukur dapat beralmet kuning dengan makara hijau seperti sekarang. Universitas Indonesia memiliki tempat khusus menurut saya, dimana saya dapat menyatukan keahlian saya dengan passion saya dalam bentuk yang unik. Sistem berpusat pada siswa? Sangat mengutamakan siswa untuk menguasai ilmu yang diberikan, bukan hanya sekedar ilmu yang didapat dari lewat. Dan saya akan dengan senang hati mengimplementasikan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah saya dalam menyesuaikan dengan sistem berbasis masalah yang diterapkan.
Sejak dulu, saya bercita-cita untuk menjadi seorang dokter yang profesional. Saya sangat gemar berinteraksi sosial dengan sesama manusia, apalagi membantu menyelesaikan permasalahan mereka, dalam hal ini permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan tubuh. Kemudian saya bertanya pada diri saya, dimana saya harus bersekolah? Setelah saya mencari informasi dari berbagai sumber, semua condong untuk mengedepankan UI sebagai pilihan terbaik. Banyak aspek baru yang dapat membuat sistem pendidikan Universitas Indonesia lebih baik dari universitas lain, yang mempengaruhi saya dalam memilih universitas ini sebagai pilihan pertama saya. Memiliki pengalaman paparan klinis awal akan membuat perbedaan yang signifikan dalam profesionalisme seorang dokter muda. Banyak ragam penyebab berhasilnya seorang mahasiswa kedokteran, terutama pre-klinik, namun ada faktor yang secara khusus berdampak langsung, yakni karakter, gaya hidup, kebiasaan belajar dan status sosial ekonomi mahasiswa[1].
Selain itu, saya adalah orang yang tertarik pada setiap dasar dan penggunaan ilmu yang saya pelajari, yang saya sesuaikan dengan gencarnya implementasi penelitian dan praktik terkini aktual yang ditemukan di Universitas ini. Karena pertanyaannya, apakah pasien bisa sembuh hanya dengan teori atau praktik profesional?
Saya dulu merupakan sosok yang sangat pemalu dan introvert. Semuanya berubah ketika saya ditunjuk untuk menjadi pembaca pidato mewakili angkatan saya saat lulus dari sekolah dasar. Sejak saat itu, saya selalu berusaha sebaik mungkin untuk bisa menjadi siswa yang berprestasi. Saya selalu menjaga nilai saya dalam kategori ‘A’, apalagi di bidang sains karena memang saya menyukai dan berminat di bidang tersebut. Saya juga mulai aktif dalam berorganisasi sejak SMP, dimana saya ikut OSIS dan menjadi Ketua OSIS di salah satu sekolah internasional Jakarta. Kemudian, saya memaksa diri saya untuk keluar dari zona nyaman dan menjadi siswa di sekolah semi-militer di Magelang. Disana, saya belajar banyak hal baru terkait nilai-nilai kehidupan, terutama adalah tentang kedisiplinan dan menghargai orang lain. Saya berjuang dengan jadwal dan peraturan yang sangat ketat untuk dapat tetap mempertahankan nilai saya diatas rata-rata, di waktu yang sama juga aktif dalam berorganisasi. Akhirnya, saya dapat menjadi Ketua OSIS dan lulus dengan predikat terbaik urutan ke-6 seangkatan. Semua saya raih karena tekad saya yang kuat didorongkan keinginan untuk selalu memberikan karya terbaik sekaligus membanggakan kedua orang tua saya.
Saya berkomitmen agar dapat menjadi seorang mahasiswa yang berpikir kritis dan bersikap aktif di setiap kesempatan. Perubahan yang saya targetkan adalah, saya yang merupakan sosok “apatis” dan kurang disiplin terhadap manajemen waktu sebelumnya, dapat menjadi sosok yang peduli dan menyesuaikan waktu saya dengan skala prioritas yang saya buat.
Harapan yang saya taruh pada diri saya adalah untuk menjalani masa preklinik selama beberapa tahun kedepan dengan fokus dan maksimal. Saya harus mengejar hasil akhir terbaik yang akan sangat berdampak pada dunia profesional saya sebagai seorang dokter. Sedangkan harapan saya untuk angkatan FKUI 2023, adalah agar dapat menjadi angkatan yang memiliki solidaritas tinggi dan mengedepankan nilai-nilai sosial positif untuk kebaikan bersama. Dan angkatan ini tidak hanya sebatas di masa perkuliahan, namun juga tetap erat hingga masing-masing individu sudah berada di dunia profesional masing-masing.
Individu yang berprofesi sebagai dokter wajib memiliki sifat kesantunan, kesejawatan dan kebersamaan, dalam rangka menampilkan kualitas pelayanan yang baik[2]. Memang secara lapangan, dokter adalah pelayan kesehatan masyarakat yang tidak hanya mengedepankan kesembuhan pasien, tapi juga penting adanya rasa empati dan sosial yang positif terhadap lingkungannya, rekan dokter maupun pasien.
Terdapat banyak nilai luhur yang harus dimiliki oleh seorang dokter, dan yang paling dijunjung tinggi adalah nilai sosial. Seorang dokter harus mengedepankan hubungan yang dibuatnya dengan lingkungan, terutama pasien. Nilai empati dan kemanusiaan harus selalu digunakan, dalam hal ini untuk menyembuhkan dan membimbing pasien hidup dengan gaya yang sehat, dengan tulus. Selain itu, seorang dokter juga harus memiliki nilai menghargai yang tinggi, terhadap sesama sejawat maupun masyarakat luas.
Dokter ideal yang memiliki karakteristik kompeten sebagai SDM, dinilai dari keahlian, sifat dan motivasi, banyak berpengaruh positif dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk pasien[3]. Ditambah lagi dengan kenyataan sekarang bahwa kualitas pelayanan Kesehatan di Indonesia belum maksimal dan masih kalah saing dengan negara-negara tetangga se-Asia Tenggara. Hal ini yang perlu ditekankan kedepannya oleh kementerian Kesehatan, agar menjadi fokus utama dalam pembenahan dan kemajuan bidang Kesehatan Indonesia.
Bagi diri saya sendiri, saya ingin menjadi seorang dokter yang pintar dan menguasai bidang saya secara maksimal. Di waktu yang sama, saya harus bisa selalu mengedepankan penggunaan nilai sosial dan etik positif dalam berhubungan dengan lingkungan, serta dalam berpikir dan mencari solusi. Hal tersebut akan saya lakukan demi menciptakan suasana yang positif atas kesehatan individu-individu dalam lingkungan saya. Dengan begitu, suasana yang positif, akan sangat membantu saya dan pasien agar memiliki konektivitas, membuat profesionalitas yang diberikan terlaksana secara efektif dan efisien, hingga lingkungan saya dapat hidup sehat dan menerapkan gaya hidup yang sehat.
Belajar merupakan kewajiban utama sebagai siswa, namun tidak untuk mahasiswa. Mahasiswa tidak hanya diwajibkan untuk hadir di kelas dan mendengarkan dosen mengajar, mahasiswa harus bisa bersikap proaktif dan disiplin. Karena nantinya mahasiswa kedokteran akan berada di dunia profesional, maka harus selalu menerapkan pelajaran yang didapatkannya dalam praktik riil serta berpikir secara kritis, yakni bersikap responsif terhadap setiap detil materi yang diterima agar dapat diolah kembali hingga menjadi kesimpulan yang konkret. Dan hal-hal tersebut yang akan saya laksanakan selama menjadi mahasiswa (pre-klinik), ditambah dengan mematangkan jiwa sosial saya, dimulai dengan peduli kepada sesama sejawat, dalam latihan-latihan selama di kampus sebelum saya gunakan secara riil di dunia kedokteran profesional.
Situasi yang dihadapi negara kita saat ini, jumlah dokter yang tersedia masih sangat jauh dari kata “memadai”, yang dibuktikan dengan pernyataan Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin pada dalam sambutannya di Acara Puncak Dies Natalis Ke-62 Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UI, “
Aturan World Health Organization (WHO) menunjukkan perbandingan ideal antara jumlah penduduk dengan dokter dalam suatu negara adalah 1:1000. Penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa mengartikan dibutuhkan juga 270 ribu dokter, sedangkan data kementerian kesehatan menunjukkan dokter di Indonesia hanya ada 120 ribu[4]. Fakta ini memacu saya untuk menjadi bagian dari pemenuhan kebutuhan itu. Dan saya yakin, itu akan menjadi acuan saya untuk mencapai visi yang selalu ditanamkan dalam diri saya selama berseragam Taruna Nusantara, menjadi sosok yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Kedepannya, saya akan menjadi sosok dokter yang tidak hanya menyembuhkan pasien, namun juga betul-betul membimbing masyarakat agar menerapkan gaya hidup yang sehat. Dengan begitu, saya sangat berharap dapat membawa dampak positif terhadap grafik kesehatan masyarakat Indonesia menjadi ideal, dimulai dari lingkungan terdekat. Aksi yang dilakukan bisa melalui praktik rutin, konsultasi, mengadakan kampanye, hingga membuat sebuah program pemandu gaya hidup sehat yang dapat diikuti oleh publik kalangan luas dan tentunya didorong dengan pemakaian teknologi dan aplikasi yang sesuai dengan perkembangan zaman modern. Salah satu contoh yang diterapkan Kementerian Kesehatan adalah GERMAS. GERMAS sendiri menunjukkan kehidupan manusia dengan cara yang sehat, yang akan meningkatkan kualitas kesehatan dan produktivitas masyarakat[5].
Hidup ini adalah perjalanan. Momen-momen yang terjadi di hidup semua beriringan untuk menjadikan manusia menjadi sosok yang lebih positif atau negatif, tergantung respon yang diberikan oleh masing-masing individu. Semua yang menjadi hasil dan konsekuensi adalah respon atas dasar perbuatan dan tindakan kita sebagai manusia, maka jika ingin menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia, banyak usaha dan kerja keras yang harus diberikan dalam proses mencapainya. Mengurangi waktu bermain, alih-alih memfokuskan diri pada satu tujuan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ada berbagai cara, dan disesuaikan dengan jalur pendaftaran masing-masing.
Itu saja pengalaman dan pembelajaran yang dapat saya bagikan dalam bentuk narasi perjuangan saya hingga bisa sampai di titik ini. Masih banyak perjuangan yang menanti kedepannya. Mari kita semua berjuang bersama unutk kemajuan pelayanan Kesehatan Indonesia.
Daftar Pustaka
[1]- Catur, M.M.S.P. Rahmatika, A. Oktaria, D. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Akademik pada Mahasiswa Kedokteran Tahap Preklinik. Jurnal Mahasiswa Kedokteran Indonesia. 2018 Sept;6(2):109
[2] - “3 Karakter ini Harus Dimiliki Seorang Dokter”. Redaksi Sehat
Negeriku. 15 Desember 2018. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20181215/4928833/3-karakter-harus-dimiliki-seorang-dokter/. 3 Agustus 2023.
[3] - Ratnamiasih, Ina. Govindaraju, Rajesri. Prihartono, Budhi. Sudirman, Iman. Kompetensi SDM dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit. 2012 June;11(1):49-57.
[4] - Maudisha, “Menkes RI Budi Gunadi Sadikin Bicara Soal Transformasi Sistem Kesehatan Indonesia Hadiri Dies Natalis Ke-62 FKG UI”. ui.ac.id. 9 Desember 2022. https://www.ui.ac.id/menkes-ri-budi-gunadi-sadikin-bicara-soal-transformasi-sistem-kesehatan-indonesia-hadiri-dies-natalis-ke-62-fkg-ui/. 3 Agustus 2023.
[5] - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, “GERMAS - Gerakan Masyarakat Hidup Sehat”. Ayosehat.kemkes.go.id. 1 Desember 2017. https://ayosehat.kemkes.go.id/germas. 3 Agustus 2023.
Comments