- Rr Vania Andaru Reswara
- Aug 13, 2023
- 7 min read
NARASI PERJUANGAN
Perkenalkan, nama saya Rr. Vania Andaru Reswara atau akrab dipanggil Vania. Sebelumnya, saya mengenyam pendidikan di SMA Negeri 8 Jakarta. Saat ini, saya menempuh pendidikan sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kelas reguler. Perjalanan saya sebagai mahasiswa FKUI dimulai sejak tanggal 20 Juni 2023, saat saya resmi diterima sebagai bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur UTBK-SNBT.
Dari SMP—atau mungkin SD—saya sudah memiliki persepsi sendiri mengenai Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Seiring berjalannya waktu, saya selalu mendapat informasi bawha FKUI adalah fakultas kedokteran terbaik di Indonesia. Mempunyai kedua kakak yang juga mengenyam pendidikan di FKUI membuat saya semakin paham seperti apa pendidikan di FKUI dan saya jatuh cinta. Saya kagum dengan bagaimana para mahasiswa di sini dapat menjadi versi terbaik dari diri masing, baik ditinjau dari segi akademik maupun nonakademik. Semakin saya mengetahui tentang FKUI, ketertarikan dan keinginan untuk mengenyam pendidikan di sini juga semakin bertumbuh.
Jika ditanya mengenai motivasi, ada banyak hal yang bisa dijelaskan. Alasan terkuat adalah seperti yang disinggung pada paragraf sebelumnya: predikat fakultas kedokteran terbaik di Indonesia sudah cukup untuk membuat saya termotivasi. Mimpi orang tua saya agar kami tiga bersaudara dapat berkuliah di Universitas Indonesia juga merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipungkiri. Sejak memantapkan diri untuk mewujudkan impian ini, saya telah menyusun rencana akademik dan juga karier untuk bertahub-tahun. Di antara semua rencana itu, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah inti dari jalan yang ingin saya tempuh.
Adalah sebuah ciri khas saya untuk memasang logo sekolah impian saya sebagai wallpaper ponsel. Karena saat SMP ada dua impian besar yang saya targetkan, logo SMA Negeri 8 Jakarta dan FKUI menghiasi layar ponsel saya selama tiga tahun lamanya. Tanpa perlu berbicara panjang lebar, semua teman saya tahu apa target saya yang paling dekat. Sambil terus belajar dengan sungguh-sungguh, saya juga mengasah softskills dengan aktif berorganisasi, yang puncaknya adalah menjabat sebagai Ketua OSIS di sekolah saya. Posisi yang saya tempati saat itu membuat saya belajar untuk menghadapi banyak orang dengan karakteristik masing-masing, sebuah kemampuan yang menurut saya esensial untuk saya miliki saat menjadi dokter nanti.
Dengan izin Allah, saya bisa meneruskan pendidikan di sekolah impian saya, SMA Negeri 8 Jakarta. Perjalanan saya selanjutnya tidak selalu mulus, tetapi semua yang saya lewati telah membentuk saya menjadi diri saya yang sekarang. Sejak saya masuk SMA, satu tujuan utama yang ingin saya wujudkan adalah diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur SNMPTN. Memang sangat ambisius, tapi saat itu saya percaya bahwa saya punya peluang untuk meraihnya dengan usaha, doa, dan dukungan dari orang-orang di sekitar saya. Bisa dibilang bahwa semua orang—teman, guru, dan orang tua murid—tahu tentang impian saya ini dan mereka menyatakan dukungan terhadap saya.
Datangnya pandemi Covid-19 membawa pengaruh besar terhadap kehidupan saya sebagai siswa. Saya merasa jalan yang saya tempuh untuk diterima melalui jalur SNMPTN semakin sulit. Tekad itu selalu ada, tetapi optimisme saya menjadi hilang timbul pada saat-saat tertentu. Dua tahun berjuang dalam keadaan sekolah online cukup membuat saya tertekan. Hal yang bisa saya lakukan hanyalah memperkuat hubungan saya dengan Allah dan memperbanyak interaksi dengan teman.
Tanggal 29 Maret 2022, saya mengalami patah hati pertama. Saat membuka laman pengumuman SNMPTN, yang saya lihat adalah warna merah dan pernyataan bahwa saya belum diterima. Bagaimana perasaan saya saat itu? Sedih, kecewa, kesal, semua perasaan menjadi satu ketika impian saya seakan-akan dihempaskan begitu saja. Saya berusaha menerima dan tetap bersyukur, tetapi itu proses yang cukup berat.
Belum sembuh luka patah hati yang pertama, saya kembali ditolak melalui jalur UTBK-SBMPTN. Rasanya masih sama: sakit hati, kecewa, sedih, dan takut. Hanya saja, perasaan-perasaan itu berkecamuk lebih hebat. Banyak teman-teman perjuangan saya yang sudah diterima di pilihan pertama mereka, berkebalikan dengan saya. Saya memacu diri saya untuk belajar lebih keras. Ada masanya saya sering menangis sendirian sebelum tidur, mengadukan nasib saya kepada Allah dalam keheningan. “Ya Allah aku gak kuat,” adalah kalimat yang hampir selalu saya sebut.
Pelaksaan SIMAK UI dan UM UGM hanya selisih beberapa hari. Bahkan pada saat-saat seperti itu pun saya tetap mengutamakan persiapan untuk menghadapi SIMAK UI. Akan tetapi, apa yang terjadi? Saya kembali ditolak. Ya, pada tahun 2022, saya secara resmi ditolak menjadi mahasiswa FKUI dan diterima sebagai mahasiswa FK UGM. Tidak satu orang pun di keluarga saya ada yang menyangka bahwa akhir perjalanan saya pada tahun 2022 adalah Universitas Gadjah Mada.
Seluruh luka itu masih ada, tetapi Allah telah melapangkan hati saya untuk menerima. Saya merasa lega karena setidaknya saya sudah berjuang sampai akhir meskipun hasilnya tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Saya tahu dan saya yakin bahwa semua yang terjadi saat itu pasti adalah yang terbaik bagi saya. Hal yang perlu saya lakukan adalah bersyukur dan bersabar sambil berusaha mencari pelajaran si baliknya.
Satu tahun di UGM berjalan menyenangkan, saya tidak bisa menyangkalnya. Hanya saja, impian menjadi bagian dari FKUI belum bisa saya lepaskan. Rasa sakit hati dari penolakan yang saya alami sebelumnya masih berbekas. Pun desiran hati yang muncul setiap melihat teman-teman saya memakai jaket kuning dengan makara hijau masih terasa. Dengan didasari berbagai pertimbangan, saya kembali memantapkan hati untuk mencoba satu kali lagi.
Jika ditanya apakah perjuangan saya mudah, tentu jawabannya tidak. Kehidupan sebagai mahasiswa kedokteran bukanlah hal yang ringan, terlebih saya hidup di perantauan. Perasaan terombang-ambing, overthinking, rasa pesimis, stres, semua itu sering saya rasakan. Tidak jarang pikiran saya menjadi kalut, berpikir untuk kabur dan mengakhiri semua ini. Hal yang saya bisa lakukan hanyalah mempercayakan semuanya kepada Allah dan menguatkan diri.
Hari demi hari saya jalani. Sejujurnya, saya mempunyai jadwal yang cukup gila menjelang dan setelah tes UTBK. Saya mendapat tanggal ujian pada 11 Mei, sedangkan pada tanggal 5–7 Mei saya bertanggung jawab atas sebuah acara yang skalanya cukup besar, tanggal 9 Mei saya mengikuti ujian anatomi, dan tanggal 15 Mei saya mengikuti ujian akhir blok saraf. Meskipun saya sudah mengantisipasi hal ini, perasaan cemas tetap muncul di dalam hati dan pikiran saya.
Awalnya saya berusaha untuk menyembunyikan fakta bahwa saya ingin pindah dari teman sejawat di UGM. Namun, seiring berjalannya waktu saya merasa mereka berhak tahu. Saya tidak menyangka bahwa ternyata dengan memberi tahu mereka, saya mendapatkan dukungan yang sangat berharga. Baik sebelum maupun sesudah tes, mereka selalu menunjukkan ketulusan hati untuk mendoakan yang terbaik bagi saya. Hal inilah yang membuat saya bisa lebih tenang menunggu pengumuman.
Semua penantian itu akhirnya berbuah manis. Pada tanggal 20 Juni, hasil pengumuman UTBK menyatakan bahwa saya berhasil. Saat itu adalah pertama kalinya saya membuka pengumuman tes universitas ditemani oleh teman-teman. Detik saya menyadari bahwa saya diterima, saya hanya bisa menangis. Rasa haru dan bahagia menyelimuti hati saya saat itu.
Setelah masuk FKUI, komitmen pertama yang ingin selalu saya pegang teguh adalah menjaga hubungan saya dengan Allah sesibuk apa pun kondisinya. Selain itu, saya ingin menjaga prestasi akademik tanpa terganggu dengan kegiatan organisasi yang akan saya ikuti nanti. Saya menyadari bahwa untuk mencapai itu semua, saya harus berkomitmen untuk menjalankan kewajiban saya sebagai seorang individu dan juga mahasiswa dengan sebaik-baiknya.
Saya berharap dengan menjadi bagian dari FKUI, saya dapat menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain, dapat berkontribusi dalam mengharumkan nama FKUI, dan menjadi orang yang terus berkembang dalam segala aspek kehidupan saya. Saya juga berharap bahwa FKUI angkatan 2023 dapat menjadi angkatan yang sinergis, berdedikasi, dan saling mendukung satu sama lain. Menurut saya, tiga hal ini merupakan hal mendasar yang dibutuhkan oleh kami sebagai satu angkatan.
Berbicara tentang menjadi dokter, saya mempunyai pandangan tersendiri mengenai bagaimana sosok dokter yang ideal. Menurut saya, dokter yang ideal adalah dokter yang dapat menjalankan tugasnya dengan mengutamakan keselamatan pasien dan mengimplementasikan nilai-nilai yang sudah seharusnya dimiliki oleh seorang dokter. Pertama, dokter yang “baik” harus memiliki kompetensi yang memadai dan menjunjung nilai moral [1]. Kedua, memiliki tanggung jawab, komitmen, integritas, dan kemampuan untuk menjaga kerahasiaan informasi pasien (konfidensialitas) juga merupakan kriteria dokter ideal yang lain [2]. Ketiga, seorang dokter harus memiliki rasa empati terhadap pasien dan kemampuan interpersonal yang kuat [3]. Kriteria penting lainnya adalah kemampuan seorang dokter untuk memutuskan perawatan atau tindakan medis yang akan diberikan kepada pasien [4]. Semua kriteria ini perlu untuk dimiliki, dijaga, dan dikembangkan oleh para dokter karena proses pembelajaran untuk menjadi dokter berlangsung secara terus-menerus, seumur hidup [5].
Dengan memiliki semua sifat yang telah saya jelaskan pada paragraf sebelumnya, seorang dokter dapat berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan masyarakat. Profesi dokter tidak hanya terbatas kepada konsultasi penyakit dan pemberian obat, tetapi lebih dari itu. Kepercayaan masyarakat yang tumbuh terhadap dokter bisa menjadi salah satu penyebab bagi masyarakat untuk tidak malas pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini tentu dapat berperan besar dalam pencegahan dan penanganan berbagai penyakit yang ada di masyarakat.
Kelak, saya ingin menjadi dokter yang dapat berkontribusi bagi kemajuan kesehatan masyarakat. Saya ingin menjadi dokter dengan kompetensi yang sangat baik, kemampuan membangun hubungan dengan pasien, dan juga aktif dalam perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Pelayanan pasien memang merupakan hal yang penting, tetapi saya merasa bahwa masih banyak hal yang dapat diteliti dan dipelajari untuk meningkatkan aspek keilmuan para dokter yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada kualitas pelayanan pasien.
Selama masa preklinik, rencana saya adalah mendapatkan IPK di atas 3,8 setiap semester dan juga memperbanyak relasi. Hal ini bisa dicapai dengan belajar sungguh-sungguh, aktif bersosialisasi, dan bergabung ke dalam organisasi yang saya minati sambil menyeimbangkan semuanya dengan manajemen waktu yang baik. Pun selama masa klinik, rencana yang saya miliki tidak jauh berbeda. Hanya saja, tentunya kegiatan organisasi bukan merupakan prioritas saya lagi. Semua rencana ini saya buat sebagai pembuka jalan untuk impian besar saya, yaitu menjadi guru besar FKUI di bidang penyakit dalam.
Harapan saya, keadaan kesehatan masyarakat Indonesia ke depannya semakin membaik. Saya berharap bahwa bidang kesehatan akan terus berkembang baik dari sisi keilmuan maupun pelayanan sehingga masyarakat bisa menjadi lebih sejahtera. Selain itu, saya juga berharap bahwa saya dapat berperan dalam kemajuan itu semaksimal yang saya bisa.
Terakhir, untuk adik-adik kelas yang ingin menjadi bagian dari FKUI, kejarlah impian itu dengan penuh keyakinan. Manfaatkan semua kesempatan dan fasilitas yang ada. Ikhtiar dan doa adalah kunci, tetapi perjuangan ini perlu didukung dengan kekuatan hati dalam menerima suratan takdir. Tekad dan keinginan yang besar butuh pengorbanan yang besar pula untuk mewujudkannya. Ada dua hal yang harus selalu diingat: apa pun yang dikerahkan dalam perjuangan ini tidak pernah sia-sia dan rezeki setiap orang tidak pernah tertukar.
Daftar Pustaka
Sinnathamby AS. Are the values valued in healthcare? The Asia-Pacific Scholar [Internet]. 2021 Jan 5 [cited 2023 Aug 7];6(1):120. Available from: https://medicine.nus.edu.sg/taps/wp-content/uploads/sites/10/2020/11/11-PV2250_Are-the-values-valued-in-healthcare.pdf
Minicuci N, Giorato C, Rocco I, Lloyd-Sherlock P, Avruscio G, Cardin F. Survey of doctors’ perception of professional values. PLoS ONE [Internet]. 2020 Dec 28 [cited 2023 Aug 7];15(12):7.Available from: https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0244303
O’Donnabhain R, Friedman ND. What makes a good doctor? Internal Medicine Journal [Internet]. 2018 [cited 2023 Aug 7];168(15-16):880-881. Available from: https://www.researchgate.net/publication/326266652_What_makes_a_good_doctor
Gavanovich M. Value-based healthcare and the doctor-patient relationship. HealthManagement [Internet]. 2019 [cited 2023 Aug 7];19(2);162. Available from: https://healthmanagement.org/c/hospital/issuearticle/value-based-healthcare-and-the-doctor-patient-relationship
Steiner-Hofbauer V, Schrank B, Holzinger A. What is a good doctor? Wien Med Wochenschr [Internet]. 2018 [cited 2023 Aug 7];168(15-16):398-400. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28905272/
Comments