top of page
  • Youtube
Search
  • Rio Ritchie Lie
  • Aug 13, 2023
  • 10 min read

Narasi Perjuangan

Halo semuanya, nama saya Rio Ritchie Lie. Orang-orang memanggil saya “Rio”, beberapa yang lain, “Ritchie”. Saya berasal dari SMA Ignatius Slamet Riyadi di daerah Karawang. Karena saya masuk FKUI dari jalur SNBP, maka saya masuk ke kelas reguler. Pandangan saya terhadap FKUI ya... sepertinya saya hanya terpikirkan mengenai FK dan UI secara terpisah. Dua hal tersebut meruncing ke arah yang sama : elit dan sulit. Elit karena hanya ada beberapa orang “terpilih” yang bisa memasuki FK ataupun UI dan sulit karena memang secara pelajaran, FK itu sulit, begitu pun dengan UI yang punya standarnya sendiri sehingga menjadi salah satu universitas terbaik di Indonesia. Berbicara soal motivasi, sebenarnya saya masuk ke FKUI karena dorongan dari orang tua saya, namun saya sendiri mempunyai pandangan saya sendiri mengenai kehidupan dan manusia itu sendiri. Menurut saya, kehidupan di dunia ini saling terhubung satu sama lain entah bagaimana caranya, dan mengenai manusia, manusia adalah “makhluk dengan kecerdasan intelektual tertinggi”, namun di saat yang bersamaan, juga destruktif. Oleh karena itulah, manusia menciptakan etika, moral, agama, tata krama, dan segala macam hal yang mengatur sifat manusia yang buruk itu. Kalau begitu, apa hubungannya antara pandangan dan motivasi itu? Menurut saya, dengan menjadi seorang manusia, maka sudah seharusnya kita menggunakan “kecerdasan intelektual” kita untuk memanusiakan manusia dan merawat alam semesta ini. Kecerdasan intelektual ini seharusnya membawa kita kepada kesadaran untuk meninggalkan sifat “destruktif” kita dan di saat yang bersamaan, menyadari bahwa apa yang kita perbuat akan kembali kepada kita. Bayangkan, apabila kita terus memelihara sifat destruktif kita, apa yang akan terjadi pada kemanusiaan, apa yang akan terjadi pada alam semesta yang indah ini? Dari sini, saya rasa kalian sudah paham alasan saya dalam menjadi dokter. Tidak lagi dan tidak bukan untuk merawat “kemanusiaan” itu sendiri. Saya juga sadar apabila kita berbuat baik pada semua mahluk, mau itu manusia, mau itu hewan atau tumbuhan, kelak kebaikan itu akan berbalik pada kita. Seperti yang saya sudah tegaskan tadi, setiap kehidupan itu saling berhubungan satu sama lain dengan caranya tersendiri.


Poin selanjutnya adalah mengenai kilas balik perjuangan masuk FKUI. Jika kalian mengharapkan sesuatu yang epik dan emosional, maka dengan segala hormat, maaf, Anda sekalian tidak mendapatkannya. Masa-masa SMP merupakan masa yang menurut saya cukup cringe, dan saya pikir cukup bodoh. Di masa itu, saya cenderung untuk berpikir secara emosional dan ya, saya cukup bermasalah saat saya SMP. Pada masa itu, saya pernah diusir dari kelas karena tidak mengerjakan PR dan tanpa penyesalan, saya langsung keluar saja dari kelas. Gurunya marah, saya bodo amat. Begitulah saya, tapi saya tidak pernah melawan guru sekalipun pada masa itu. Anehnya, pada masa itu, saya waktu itu bercita-cita untuk menjadi seorang guru, padahal waktu itu saya dikenal sebagai anak yang “pintar, namun kurang ajar”. Begitupun dalam hal berteman. Saya dulu cenderung untuk berteman dengan teman-teman yang “setara” dengan saya (meskipun mereka tidak se-kurang ajar saya). Pada waktu itu, saya berpikir untuk menjadi guru IPA atau seni budaya karena hobi saya dalam menggambar. Bicara soal menggambar, saya dulu juga pernah mencorat-coret meja saat SMP dulu (hehe). Berbicara mengenai prestasi, saya tidak mengikuti banyak lomba. Paling-paling hanya lomba menggambar dan membuat puisi (wait, what?) di tingkat sekolah dan selalu juara. Untuk lomba akademis sendiri, saya mengikuti lomba OSN dan saya kalah langsung di tempat (pada saat itu di tingkat kabupaten). Saat saya kelas 9 semester 2, Covid-19 muncul entah dari mana (menurut media sih dari Wuhan1) dan memaksa semua orang untuk bekerja dan belajar dari rumah (WFH dan pembelajaran daring). Hal itu terus berlanjut sampai saya SMA. Pada masa lockdown itu, saya merasa sangat bosan, jenuh, tidak punya semangat hidup. Hal itu terus berlanjut sampai kelas 11 semester 2. Lockdown pun mulai dikurangi secara perlahan namun pasti sampai semua orang bisa bersekolah dan bekerja secara luring. Beberapa orang berubah, tapi tidak dengan yang lain. Saya sendiri pada saat itu menjadi lebih tertutup dari biasanya, dan anehnya menjadi lebih idealistis dan logis dalam berpikir. Mungkin pada masa-masa lockdown itu saya cenderung menghabiskan waktu untuk merenung mengenai kehidupan. Atau mungkin juga karena faktor bertambahnya umur, entahlah... Di masa SMA itu, saya sepertinya mulai mengubah cita-cita saya, dari guru menjadi seorang illustrator. Hal itu dikarenakan, pada masa lockdown, selain menghabiskan waktu dengan merenung, saya juga menggambar digital. Begitu memasuki dunia offline, saya agak kesulitan dalam beradaptasi dengan dunia yang baru ini. Tapi di saat yang bersamaan, saya cukup bersemangat dalam menjalani kehidupan yang baru ini. Oleh karena itu, saya mulai mengikuti lomba-lomba yang berkaitan dengan biologi. Alasan yang mendasari saya mengubah haluan dari lomba-lomba seni menjadi lomba yang lebih akademis karena pada saat itu saya disarankan oleh orang tua saya untuk mengambil jurusan kedokteran di Unpad atau UPN Jakarta. Seperti biasa, saya mengalami banyak kekalahan dan sedikit kemenangan. Saya rasa itu cukup wajar bagi semua orang, ya kan? Di saat itu juga, saya mengalami “masa-masa indah” anak SMA : punya konflik dalam pertemanan, bolos kelas, bermasalah dengan guru-guru, jatuh cinta dengan seseorang, dan hal-hal lainnya. Hanya saja, waktu itu ada 1 masalah. Orang tua saya mengalami sedikit “masalah” dengan saya mengenai jurusan yang saya masuki. Waktu itu, setelah orang tua saya mengatakan bahwa saya harus masuk jurusan kedokteran Unpad atau UPN Jakarta tiba-tiba mengubah haluannya menjadi kedokteran UI. Saya yang pada saat itu, merasa bahwa jiwa saya ada di seni, merasa cukup kesal karena untuk mengejar kedokteran Unpad dan UPN saja sudah sulit, apalagi kedokteran UI, yang merupakan kedokteran nomor 1 di Indonesia. Saya bukan kesal karena “pemaksaan” itu, tapi karena ini merupakan jalur “bunuh diri yang seharusnya dapat dihindari”. SMA saya saja pada saat itu tidak punya alumni di UI, dan saya disuruh untuk masuk UI, kedokteran pula. Menurut saya pada saat itu, tak apalah saya mengorbankan jiwa seni saya untuk kedokteran karena prospek kerja di kedokteran lebih jelas, tapi ke UI jelas-jelas bunuh diri. Maka dari itu, dengan berat hati, saya mengikuti apa kata orang tua saya dan saat melakukan pendaftaran SNBP, saya hanya mengisi FKUI saja. Bahkan pada saat itu, guru-guru saya waktu itu bertanya kepada saya, “Kamu yakin, Io?” Guru saya bukannya meremehkan atau apa, setidaknya dalam perspektif saya, tapi mungkin khawatir bahwa anak murid mereka yang eligible pertama ini melakukan tindakan “bunuh diri yang sia-sia” ini. Pada saat itu, guru-guru saya sudah tahu kalau saya nanti sebenarnya akan mendaftar di Unpad atau UPN Jakarta karena SMA saya sudah memiliki alumni di sana. Tapi, saya mengatakan bahwa ini adalah kehendak orang tua saya dan sebenarnya saya dapat mengubah pilihan saya di UI ini karena pada akhirnya yang melakukan finalisasi SNBP hanyalah saya sendiri. Namun, saya berusaha untuk percaya bahwa apa yang dikatakan oleh orang tua saya merupakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Oleh karena itu, setelah melakukan finalisasi SNBP, saya berusaha untuk tidak memikirkan hal tersebut. Biarkan saya menikmati masa SMA ini untuk pertama dan terakhir kalinya. Saya menjalani hari-hari setelahnya tanpa memikirkan apapun dan saya mengikuti ujian demi ujian, serta kehidupan SMA saya yang “tidak terbebani apapun”. Sampai akhirnya, tanggal 28 Maret pun tiba. Saya pun dengan pasrah membuka pengumuman SNBP tersebut pada jam 15.00, tepat setelah kelulusan SNBP diumumkan. Pada saat itu, saya berpikir semakin cepat saya tahu, semakin cepat saya menerima keadaan saya. Ternyata, saya tidak bisa membuka pengumuman SNBP tersebut sehingga saya meminta bantuan kawan baik saya untuk membuka pengumuman SNBP tersebut. Dia mengatakan kalau saya lulus SNBP dan saya tidak percaya, tentu saja. Apalagi mengingat bahwa kawan saya ini suka bercanda. Namun, setelah ia mengirimkan foto pengumuman, saya langsung berteriak. Saat itu saya langsung menghampiri ibu saya di ruang keluarga (pada saat itu, kamar belajar saya terpisah secara bangunan dengan ruang keluarga) dan mengatakan kalau saya berhasil masuk FKUI. Bapak yang dari toko pun ikut menghampiri dan mengira kalau yang berteriak tadi adalah orang gila di sebelah rumah dan sedang nge-high. Saya pun pada saat itu langsung menelepon guru biologi saya dan pada saat itu, guru-guru lain yang ada di kantor pun berteriak kegirangan karena saya berhasil masuk FKUI. Dan begitulah, cerita masa SMA saya yang diakhiri dengan happy ending. Masuknya saya ke FKUI ini tidak bisa lepas dari doa serta usaha dari orang tua, guru SMP dan SMA, teman-teman SMA dan SMP, serta kakak-kakak pembimbing saya saat lomba ataupun pelajaran sekolah (Kak Adin, Kak Javier, Kak Aldo, Kak Haidar, Kak Abi), yang suportif dan cukup penyabar dalam menghadapi saya yang problematik, keras kepala, egosentris, arogan, dan apatis.

Untuk komitmen perubahan sendiri, saya berharap kalau saya bisa menjadi orang yang lebih rajin, bisa mengatur waktu dengan lebih baik, mengurangi waktu untuk hal-hal yang tidak perlu, dan menjadi orang yang lebih realistis dalam menghadapi suatu masalah. Saya juga ingin mengubah sifat saya buruk saya menjadi lebih baik. Saya pikir saat di FKUI nanti, saya bisa menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya dengan meningkatkan kepedulian saya kepada teman-teman sejawat, senior, guru-guru, staff, serta orang-orang di sekitar saya. Harapan saya tentu saja menjadi orang yang lebih baik, yang dapat memberikan kontribusi positif untuk orang-orang di sekitar saya, menjadi seseorang yang memanusiakan manusia dan hidup bersinergi dengan alam semesta ini. Untuk angkatan ’23 ini, sesuai dengan namanya, FKUI’23 Gelora, kita mengobarkan semangat kita dalam kesetiaan untuk mengabdi sesama dan bangkit untuk bersinergi bersama. Oleh karena itu, saya berharap saya dan teman-teman seperjuangan saya saling bahu membahu satu sama lain sampai kita semua lulus menjadi dokter dan tentunya tetap semangat dalam mengabdikan hidup kita untuk masyarakat.

Berbicara soal ideal, berarti kita membicarakan sesuatu yang sesuai dengan apa yang kita harapkan, apa yang kita cita-citakan, apa yang kita angan-angankan2. Dokter ideal berarti menjadi seorang dokter yang diharapkan oleh masyarakat. Kemudian, apa kriteria dokter ideal yang diharapkan oleh masyarakat? Konsep dokter ideal ini digagas oleh WHO pada tahun 2008 dengan sebutan Five Stars Doctor yang berisikan Care-provider, Decision-maker, Communicator, Community Leader, dan Manager. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pun memberikan 2 kriteria tambahan, yang selanjutnya akan menjadi Seven Stars Doctor. Kriteria tambahan itu adalah Researcher dan Faithful Piety. Secara singkat, care provider berarti sebagai seorang penyedia layanan kesehatan, seorang dokter wajib memberikan yang terbaik untuk pasiennya. Di sisi lain, decision-maker berarti seorang dokter harus dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat, terutama dalam situasi gawat darurat. Communicator berarti seorang dokter harus memiliki keahlian dalam hal berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya. Community leader berarti seorang dokter dituntut untuk mampu memimpin sebuah institusi kesehatan dan mendorong masyarakat menuju arah masyarakat yang lebih sehat. Manager berarti seorang dokter dituntut untuk mampu mengatur dan mengelola dirinya sendiri, serta institusi yang dipimpinnya. Researcher berarti seorang dokter dituntut untuk selalu belajar, selalu update terhadap perkembangan ilmu kedokteran yang ada, dalam hal ini termasuk pelayanan dan pengobatan pasien. Yang terakhir, faithful piety berarti seorang dokter dituntut untuk memiliki iman dan takwa terhadap Allah. Dokter di sini berperan sebagai perantara kesembuhan yang diberikan oleh Allah3. Menurut saya, dokter ideal adalah sosok dokter sejati yang harus ditumbuhkan pada setiap calon dokter, dalam hal ini adalah mahasiswa kedokteran. Sebagai dokter ideal, dokter tersebut tentunya harus memiliki nilai-nilai luhur yang didasarkan pada Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang merupakan kesepakatan dokter Indonesia dalam menjadi pedoman pelaksanaan profesi4. Kontribusi dokter tersebut terhadap masyarakat tentu saja adalah dengan melaksanakan kewajiban umum serta kewajiban dokter terhadap pasien sebagaimana yang telah diatur pada Kode Etik Kedokteran Indonesia. Selain itu, saya juga melihat ada beberapa dokter yang mempergunakan sosial medianya untuk mengedukasi masyarakat mengenai kesehatan, salah satunya adalah dr. Tirta Mandira Hudhi. Saya sendiri ingin menjadi dokter yang sesuai dengan kriteria WHO dan FKUI itu sendiri (7 stars doctor), serta menjaga nilai-nilai luhur kedokteran sebagaimana yang tertulis pada Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Untuk rencana jangka pendek selama preklinik, tentu saja saya ingin meningkatkan pemahaman saya terhadap dunia kedokteran dan memiliki prestasi, baik di kancah nasional ataupun internasional. Prestasi tersebut tidak hanya berkaitan dengan dunia kedokteran juga, tapi juga passion saya dalam seni. Cara mencapainya hanya ada satu, yaitu belajar dengan rajin. Untuk rencana jangka panjang sendiri, sepertinya saya belum memikirkannya sampai saat ini, setidaknya untuk rencana yang benar-benar pasti saya laksanakan nantinya. Hanya saja, saya punya keinginan untuk bekerja di yayasan dan menjadi relawan untuk korban bencana alam. Saya juga ingin meneruskan pendidikan dokter saya sampai di tahap spesialis, namun saya belum memikirkan bidang yang akan saya ambil. Orang tua saya menyarankan saya untuk mengambil spesialis anestesi. Di sisi lain, saya tertarik dengan psikologi manusia, jadi mungkin saya akan mengambil spesialis kejiwaan. Cara untuk mencapainya tentu saja harus lulus dan mengambil gelar dokter terlebih dahulu. Saya juga harus mengenal dunia kedokteran lebih dalam terlebih dahulu untuk mengetahui kira-kira bidang apa yang saya benar-benar minati. Lalu, apa harapan saya untuk masyarakat terkait dengan rencana jangka panjang saya? Masalah mental merupakan salah satu masalah yang tabu untuk dibicarakan di Indonesia karena biasanya orang memiliki masalah mental dikaitkan dengan hal-hal gaib yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat setempat. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki masalah mental di Indonesia biasanya dianggap sebagai aib dalam keluarga dan hal ini membuat orang-orang yang memiliki masalah mental di Indonesia mengurungkan niatnya dalam mengonsultasikan masalahnya 5. Padahal, menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survei 2022, sebanyak 34,9% (15,5 juta remaja) dari seluruh remaja Indonesia mengalami masalah mental dan dari 34,9 % tersebut, sebanyak 5,5% remaja mengalami gangguan mental. Dari 34,9% remaja yang mengalami masalah mental tersebut, hanya sebanyak 2,6% remaja yang mengakses layanan yang menyediakan dukungan atau konseling untuk masalah emosi dan perilaku6. Dan berdasarkan penuturan dari Dr. Celestinus Eigya Munthe, sebanyak 1 dari 5 populasi di Indonesia mengalami gangguan jiwa. Dari situ, kita dapat mengetahui bahwa ada banyak sekali penduduk Indonesia yang mengalami masalah secara mental / kejiwaaan, oleh karena itu saya berencana untuk mengambil spesialis kejiwaan untuk membantu masyarakat yang mengalami masalah tersebut, sekaligus mengedukasi masalah kesehatan mental pada masyarakat itu sendiri7.

Saya punya beberapa pesan untuk adik-adik kelas saya yang ingin masuk FKUI. Ketika kalian ingin masuk FKUI, belajarlah yang rajin, tapi jangan sampai kalian mengorbankan masa-masa sekolah kalian yang menyenangkan untuk masuk FKUI. Saya tahu, masuk FKUI itu sulit, tapi jangan merasa terlalu terbebani dengan impian kalian itu. Hidup itu proses dan proses itu harus dinikmati. Belajar, bermain, bergaul, semua itu adalah proses untuk menjadikan hidup kita lebih baik. Ketika kalian belajar, nikmatilah proses belajar itu. Ketika kalian bermain, nikmatilah proses bermain itu. Jangan setengah-setengah. Ketika waktunya untuk belajar, maka belajarlah. Ketika waktunya untuk bermain, maka bermainlah. Jangan ketika waktunya belajar, kalian bermain, atau ketika waktunya bermain, kalian belajar. Intinya, nikmatilah setiap proses yang ada. Saat hidup kalian sedang ada di bawah, tidak apa-apa untuk mengeluh, menangis, marah, atau apa pun. Namun, kalian masih punya perjalanan jauh ke depannya. Setelah berkeluh kesah akan kesulitan yang kalian alami, kalian harus bangkit dan maju ke depan. Saat kalian bahagia, dalam konteks ini berhasil masuk ke FKUI, maka jangan pernah lupakan jasa orang-orang yang telah membantu kalian sampai ke titik ini. Dengan begini, berakhir sudah esai yang saya buat ini. Semoga Anda sekalian yang membaca esai ini, mendapatkan manfaat dari esai yang saya buat ini.




Referensi

  1. Yu B, Chen X, Rich S, Mo Q, Yan H. Dynamics of the coronavirus disease 2019 (COVID-19) epidemic in Wuhan City, Hubei Province and China: a second derivative analysis of the cumulative daily diagnosed cases during the first 85 days. Global Health Journal [Internet]. 2021 Mar [cited 2023 Aug 04];5(1):4–11. Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7866847/#:~:text=The%20first%20COVID%2D19%20case,as%20Hubei)%20in%20Central%20China.

  2. KBBI Daring [Internet]. 5th ed. Jakarta : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia; 2023. Ideal. Available from : https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ideal

  3. Supiyanti I, Muhardi M. Seven stars moslem doctor sebagai aplikasi internalisasi nilai-nilai Islam dalam nilai kerja tenaga medis di Indonesia. Jurnal Paradigma: Jurnal Multidisipliner Mahasiswa Pascasarjana Indonesia [Internet]. 2020 Jun 30 [cited 2023 Aug 4];1(1):36–45. Available from: https://jurnal.ugm.ac.id/paradigma/article/view/59573

  4. Prawiroharjo P, Pratama P, Librianty N. Layanan telemedis di Indonesia: keniscayaan, risiko, dan batasan etika. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia [Internet]. 2019 Feb 26 [cited 2023 Aug 4];3(1):1. Available from : https://scholar.archive.org/work/yyap6ojvk5b73mtch2dlhn2jmm/access/wayback/http://ilmiah.id/index.php/jeki/article/download/30/31

  5. Cpmh. Urgensi peningkatan kesehatan mental di masyarakat [Internet]. Yogyakarta : Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada; 2020 Jul 24 [cited 2023 Aug 4]. Available from: https://cpmh.psikologi.ugm.ac.id/2020/07/24/urgensi-peningkatan-kesehatan-mental-di-masyarakat/

  6. Center for Reproductive Health, University of Queensland, Johns Bloomberg Hopkins School of Public Health. Indonesia – national adolescent mental health survey (I-NAMHS): laporan penelitian [Internet]. Ellyza Wahdi A, Adhi Kuntoro A, editors. Pusat Kesehatan Reproduksi; 2022 Oct [cited 2023 Aug 4]. Available from: https://qcmhr.org/wp-content/uploads/2023/02/I-NAMHS-Report-Bahasa-Indonesia.pdf

  7. Rokom. Kemenkes beberkan masalah permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia [Internet]. Sehat Negeriku; 2021 Oct 07[cited 2023 Aug 4]. Available from: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211007/1338675/kemenkes-beberkan-masalah-permasalahan-kesehatan-jiwa-di-indonesia/









 
 
 

Recent Posts

See All
Satria Dwi Nurcahya

NARASI PERJUANGAN Halo salam kenal semua! Perkenalkan nama saya Satria Dwi Nurcahya, biasa dipanggil Satria. Arti dari nama saya...

 
 
 
Algio Azriel Anwar

Narasi Perjuangan Halo perkenalkan, namaku Algio Azriel Anwar. saya adalah fakultas kedokteran program studi pendidikan kedokteran dari...

 
 
 
Tresna Winesa Eriska

Narasi Perjuangan “Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah...

 
 
 

Comments


© 2023 FKUI Gelora

bottom of page