top of page
  • Youtube
Search
  • Muhammad Rayhan Gustian Habibie
  • Aug 13, 2023
  • 8 min read

Narasi Perjuangan


Universitas Indonesia memiliki program kedokteran terbaik di Indonesia sehingga menjadi salah satu siswa terpilih untuk melanjutkan program pendidikan di sini merupakan hal yang tidak mudah. Ini semua dimulai dari seorang anak yang berani untuk bermimpi. Sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu, nama saya adalah Muhammad Rayhan Gustian Habibie, akrab dipanggil Rayhan. Saya merupakan alumni dari SMAN 55 Jakarta dan tahun ini saya diberi kesempatan untuk melanjutkan studi saya di Universitas Indonesia Pendidikan Dokter Kelas Khusus Internasional. Saya berhasil lolos dalam penyeleksian Talent Scouting.


Sejak dulu, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dikenal dengan proses seleksinya yang sangat ketat. Hal dikarenakan banyak sekali siswa dari seluruh Indonesia yang berlomba-lomba ingin melanjutkan perkuliahan di FKUI. Menjadi mahasiswa FKUI merupakan keinginan saya sejak dulu, melihat ibu saya yang merupakan alumni FKUI serta kesempatan saya untuk mengikuti acara-acara yang ditawarkan oleh FKUI membuat saya sangat termotivasi untuk terus berjuang demi mendapatkannya. Namun perjalanan ini tidaklah mudah, banyak sekali rintangan dan permasalahan yang harus saya lewati sebelum akhirnya dapat diterima menjadi mahasiswa FKUI.

Lahir di keluarga yang berisi dengan profesi dokter selalu muncul dengan beberapa ekspektasi, “Kamu bakal jadi dokter juga ya nanti” dan “Kamu bakal ikutin jejak mama papa aja ya” merupakan cibiran-cibiran yang sering sekali saya dengar dari guru, saudara, dan orang-orang di sekeliling saya. Saat saya masih kecil dan tidak mengerti apa-apa, saya sempat muak dengan semua omongan tersebut. Rayhan naif yang masih duduk di bangku SD berkata pada ibunya “Ma, kalau dipaksa kayak gini aku ngga mau jadi dokter deh”, menganggap ibunya akan marah dan memaksanya untuk menjadi dokter. Dengan tenang ibu ku menjawab “Tidak apa-apa Rayhan, mama tidak pernah memaksa kamu jadi dokter kok. Dokter adalah profesi yang membutuhkan sebuah panggilan.” Dari ucapan tersebut saya terkejut, ternyata selama ini saya mengambil kesimpulan yang salah mengenai stigma yang ada di sekitar saya.

Seiring berjalannya waktu, saya memiliki kesempatan untuk melihat kedua orang tua saya bekerja, secara spesifik adalah ayah saya yang merupakan dokter spesialis bedah. Melihat kondisi pasien yang memiliki penyakit sampai susah untuk melakukan aktivitas sehari-hari dapat ia bantu sampai pasien itu kembali pulih dan dapat melanjutkan aktivitasnya. Rasa syukur dari pasien serta keluarganya selalu mengisi hati saya dengan rasa kepuasan, kebahagiaan, ketenangan yang tidak saya rasakan terhadap aktivitas lain. Ternyata selama ini ibu saya benar, menjadi dokter adalah sebuah panggilan dan saya memiliki tekad untuk mengejarnya. Namun hanya tekad tidaklah cukup, saya harus mulai belajar lebih giat dan lebih disiplin dalam sekolah.

Termotivasi dengan mimpi, saat beranjak ke SMP saya mulai mengikuti pembelajaran lebih serius. Awalnya saya tidak berekspektasi lebih, karena jika dilihat saat SD, saya merupakan murid yang biasa saja dan selalu mendapatkan ranking pertengahan di kelas. Sampai saatnya pembagian rapot semester 1 SMP, saya dipanggil oleh wali kelas untuk maju ke depan dan melihat hasil rapot. “Selamat ya Rayhan, untuk semester ini kamu mendapatkan ranking 3. Terus giat belajar ya.” Rasa tidak percaya memenuhi diri, ternyata dengan belajar lebih sungguh-sungguh dapat merubah nilai secara drastis. Mulai dari hari itu, mimpi untuk meraih fakultas kedokteran terlihat sedikit lebih realisits. Seiring berjalannya waktu, saya juga mulai mengasah kemampuan dalam sains, saya juga sering mengikuti projek dan program yang difasilitasi oleh sekolah. Dan pada hari kelulusan tiba, saya berhasil mendapatkan peringkat ke 3 di angkatan.

Namun dengan semua keberhasilan akademis saat SMP, saya selalu merasa kurang. Tetap saja saya bukanlah yang terbaik, saya juga tidak pernah memenangkan perlombaan dalam kancah nasional, bahkan provinsi. Rasa minder mulai terasa, dan mungkin kuliah di Universitas Indonesia hanyalah mimpi belaka. Saya ceritakan keluh kesah ini ke keluarga. Dan respons dari ayah akan selalu saya ingat, “Kalau mimpi jangan setengah-setengah, raih yang paling tinggi, FKUI sekalian”. Perkataan yang sangat simpel, saya juga yakin ayah saya tidak berpikir banyak sebelum mengeluarkan kalimat tersebut, tapi entah kenapa semuanya terlihat lebih masuk akal. Saya hanyalah lulusan SMP yang masih memiliki banyak waktu di tangan, jika dalam bermimpi saja saya sudah kalah, apalagi saat nanti realita menghadap saya. Dengan ucapan tersebut, saya lebih yakin lagi untuk menjadikan FKUI pilihan utama saya.

Beranjak ke masa SMA, saya mulai menggali potensi saya lebih dalam lagi. Dengan banyak kesempatan lomba yang ada di SMA, saat kelas 10-11 saya mulai aktif dalam mengikuti perlombaan seperti Olimpiade Sains Nasional (OSN) dan National Schools Debating Championship (NSDC). Walaupun saya tidak berhasil untuk mendapatkan hasil yang memuaskan untuk perlombaan-perlombaan tersebut, tapi banyak sekali ilmu yang saya dapatkan dalam prosesnya. OSN membukakan mata saya lebih dalam dengan dunia sains, dan NSDC juga mengasah kemampuan berpikir kritis dan berbahasa inggris saya. Saya juga merupakan anggota aktif dalam ekskul Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di SMA saya. Dan pada saat kelas 12 saya berkesempatan untuk mengikuti lomba Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI). Selama proses OPSI berlangsung saya mulai memiliki ketertarikan dalam bidang riset. Diskusi dengan mentor, menguji hipotesis dengan melakukan eksperimen, serta menuangkan hasil temuan dalam kertas kosong merupakan proses yang seru bagi saya. Hal ini memotivasi saya lebih lanjut untuk memilih program FKUI yang menawarkan banyak sekali kesempatan untuk melakukan riset.

Periode pendaftaran kuliah pun tiba, saya dengan teman-teman sudah mulai preparasi dengan mengikuti bimbel serta mengerjakan latihan soal yang menumpuk. Terdapat 4 jalur utama yang saya targetkan untuk meraih mimpi saya berkuliah di FKUI, yaitu SNBP, Talent Scouting, SNBT, dan SIMAK. Untuk jalur SNBP saya tidak berharap, banyak sekali komponen penilaian yang tidak dapat dikontrol serta persentase penerimaannya yang sangat kecil. Selanjutnya, adalah jalur talent scouting. Pemilihan program FKUI KKI merupakan hal yang sangat menarik bagi saya, terdapat program double degree Master of Research di University of Newcastle of Upon Tyne yang dapat mengembakan minat saya dalam dunia riset. Penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar akademik juga dapat membantu saya untuk mengikuti ilmu kedokteran yang terus berkembang serta mengasah kemampuan saya untuk menjadi dokter berkualitas internasional.

Banyak diskusi yang saya lakukan dengan orang tua, kakak, serta guru BK untuk mendaftar jalur talent scouting. Dengan 7 kuota pendaftaran talent scouting yang didapatkan SMA saya, saya dipercayakan untuk menjadi salah satunya. Terdapat beberapa prasyarat yang saya perlu lakukan dalam proses pendaftaran, dua prasyarat utama adalah tes TOEFL serta menulis motivation letter. Tes TOEFL saya persiapkan jauh-jauh hari untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dan alhamdulillah saya mendapatkan hasil yang memuaskan. Di tengah kesibukan kelas 12, saya harus menyediakan waktu untuk menulis motivation letter. Hal ini sangatlah penting karena dalam 1-2 lembar kertas, saya harus menulis aspirasi, motivasi, serta kegigihan saya untuk melanjutkan Pendidikan di FKUI. Banyak sekali revisi dan masukan yang harus saya lakukan sehingga proses ini memakan waktu hingga 2-3 minggu.

Proses pendaftaran pun saya lewatkan, beberapa hari berjalan dan saya sudah mulai intensif mempersiapkan untuk tes tertulis SNBT. Sampai saya mendapatkan kabar gembira bahwa saya diundang untuk wawancara sebagai proses seleksi selanjutnya. Saya merasa sangat gembira dan lega, namun saya juga sadar bahwa perjalanan belum selesai. Dengan waktu preparasi singkat yang diberikan, saya melakukan banyak riset serta berlatih untuk wawacara yang dibantu oleh orang-orang terdekat. Saat hari wawancara tiba, saya merasa preparasi saya sudah maksimal dan saya dapat menjalankannya dengan lancar.

Minggu-minggu berlalu, percaya bahwa sudah melakukan upaya secara maksimal, saya hanya bisa berdoa. Dan pada tanggal 31 Maret 2023, hari pengumuman talent scouting, saya mengunci diri di kamar. Waktu menunjukkan pukul 15:59, semenit sebelum pengumuman tiba. Saya memberanikan diri untuk mengetik URL penerimaan mahasiswa baru UI, dan mulai memasukkan identitas akun saya. Waktu menunjukkan pukul 16:00, saya klik log-in dan membuka menu hasil seleksi. “Selamat, Anda dinyatakan sebagai calon mahasiswa baru di Universitas Indonesia” muncul di layar saya. Rasa syukur dan perasaan lega memenuhi diri saya. Kerja keras, keberanian untuk bermimpi, serta dukungan dari orang-orang terdekat saya membuahkan hasil yang manis.

Selanjutnya, banyak sekali perubahan yang pastinya akan terjadi selama saya berkuliah. Dari mekanisme pembelajaran yang saya sudah terbiasa dari SD, SMP, dan SMA akan berubah drastis dengan dunia perkuliahan. Dulunya saya masih sering menunda-nunda tugas dan sesi belajar saya, sadar dengan hal tersebut saya berkomitmen untuk lebih disiplin dalam mengatur waktu dan energi saya. Dengan banyaknya kesempatan dan pembelajaran di perkuliahan kedokteran, saya juga harus memilah dan memprioritaskan hal-hal yang lebih penting bagi saya.

Menjadi mahasiswa baru juga datang dengan harapan terhadap diri sendiri serta angkatan 2023. Selama saya menjadi mahasiswa di FKUI, saya berharap dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Besar juga harapan saya untunk angkatan FKUI 2023 Gelora. Disekelilingi oleh teman-teman yang sudah terseleksi dengan sangat ketat pastinya menghasilkan orang-orang hebat yang ada di sekitar saya. Saya berharap sebagai suatu angkatan, FKUI 2023 Gelora dapat saling bersinergi dan membantu satu sama lain dalam kesulitan. Saya juga berharap satu angkatan dapat saling mengenal satu sama lain, sehingga saat waktu datang di mana kita sudah menjadi dokter, kita dapat bertegur sapa dan saling support.

Di kemudian hari, saya berharap bisa menjadi dokter yang ideal. Menurut beberapa studi definisi dari dokter ideal mencakup lima aspek utama yaitu kompetensi klinis, sikap profesional, siap melayani, baik dalam berkomunikasi, dan memiliki karakter teladan [1,2]. Berkaitan dari aspek karakter teladan seorang dokter ideal, empati merupakan nilai luhur yang wajib dimiliki oleh seorang dokter [3]. Empati sendiri merupakan proses berpikir di mana kita dapat mencoba untuk memahami perasaan yang sedang dihadapi oleh pasien secara simpatik [3].

Menurut saya, dokter yang ideal akan mampu berkontribusi dalam mengedukasi pasien dan masyarakat. Lebih dari sekedar mengobati pasien, dokter tersebut dapat memberikan penyuluhan sehingga pasien dapat memahami penyakit yang diderita dan menghindari faktor resiko yang dapat muncul. Dokter ideal juga dapat mengedukasi masyarakat sehingga penyakit yang banyak diderita pasien di Indonesia tidak berkembang lebih lanjut di masyarakat. Di masa depan saya berharap dapat menjadi dokter yang memiliki kompetensi-kompetensi tersebut dan mampu mengobati dan melayani pasien secara holistik.

Rencana jangka pendek saya selama preklinik berlangsung adalah merealisasikan mimpi dan keinginan saya untuk menjadi mahasiswa terbaik yang saya bisa. Saya ingin mempertahankan IPK di atas 3,6 dan lulus dengan predikat cum laude, hal tidak mudah tapi bisa diraih. Dengan manajemen waktu dan energi serta teratur dalam belajar, saya harap saya bisa meraih impian tersebut. Selanjutnya saya juga ingin membangun relasi dengan teman sejawat serta mahasiswa kedokteran di universitas lain. Untuk mencapai hal tersebut, saya harus membangun kemampuan dalam berkomunikasi dan memilah dalam banyaknya organisasi yang ada di Universitas Indonesia, sehingga saya dapat memilih organisasi yang sejalan dengan visi misi saya dan membangun relasi kedepannya.

Rencana jangka panjang ketika menjalani pembelajaran klinis adalah dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah saya pelajari selama perkuliahan. Saya juga ingin mahir dalam kompetensi klinis sehingga mampu memberi pelayanan yang maksimal. Untuk mencapainya saya akan terus berlatih dan terus belajar.

Harapan saya bagi masyarakat kedepannya adalah untuk lebih sadar dalam pentingnya menjaga kesehatan. Dengan muncul banyak variasi makanan, minuman yang tidak sehat serta pekerjaan yang terus memiliki kebutuhan energi yang tinggi dapat menyebabkan masyarakat seringkali lupa untuk istirahat dengan cukup. Hal ini merupakan masalah yang sangat besar. Sebagai seorang calon dokter, saya berharap dapat terus fokus dalam memperbaiki pola diri dan menyebar luaskan ilmu yang saya dapatkan demi kesehatan masyarakat. Saya percaya jika masyarakat peduli dan mulai meningkatkan kualitas kehidupan secara perlahan, banyak sekali penyakit yang dapat dihindari. Riset menunjukkan bahwa dengan merubah diet untuk memperbaiki nutrisi dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit degeneratif [4]. Memperbaiki kebiasaan buruk yang sudah dimaklumkan seperti merokok, minum alkohol, diet tinggi gula juga dapat berpengaruh negatif dalam pengembangan penyakit degeneratif [5].

Terakhir, pesan saya untuk adik-adik kelas yang ingin berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pertama, jangan takut untuk bermimpi. Percayalah dengan dedikasi, fokus, serta doa kita dapat meraih apa yang kita inginkan. Kedua, tahui medan perang. Dari jauh-jauh hari, buatlah daftar kepentingan dan keperluan untuk setiap jalur penerimaan mahasiswa baru yang ingin didaftar sehingga dapat dipersiapkan dengan matang demi hasil yang maksimal. Ketiga selalu ingat ingat dengan hal-hal yang mendasar. Berolahraga, beribadah, istirahat yang cukup, serta bersosialisi adalah hal fundamental yang jangan sampai dilupakan. Jangan sampai memaksakan diri sampai lupa dengan kesehatan. Salam sukses serta semangat untuk kita semua.



Daftar Referensi

1. Wang W, Zhang J, Lu J, Wei X. Patient views of the good doctor in primary care: a qualitative study in six provinces in China. Glob Health Res Policy. 2023 Dec 1;8(1):24.

2. Borracci RA, Álvarez Gallesio JM, Ciambrone G, Matayoshi C, Rossi F, Cabrera S. What patients consider to be a ‘good’ doctor, and what doctors consider to be a ‘good’ patient. Rev Med Chil. 2020 Jul 1;148(7):930–8.

3. Alpert JS, Frishman WH. The Most Important Qualities for the Good Doctor. Vol. 134, American Journal of Medicine. Elsevier Inc.; 2021. p. 825–6.

4. Di Renzo L, Gualtieri P, Romano L, Marrone G, Noce A, Pujia A, et al. Role of personalized nutrition in chronic-degenerative diseases. Vol. 11, Nutrients. MDPI AG; 2019.

5. Popa-Wagner A, Dumitrascu D, Capitanescu B, Petcu E, Surugiu R, Fang WH, et al. Dietary habits, lifestyle factors and neurodegenerative diseases. Vol. 15, Neural Regeneration Research. Wolters Kluwer Medknow Publications; 2020. p. 394–400.


 
 
 

Recent Posts

See All
Satria Dwi Nurcahya

NARASI PERJUANGAN Halo salam kenal semua! Perkenalkan nama saya Satria Dwi Nurcahya, biasa dipanggil Satria. Arti dari nama saya...

 
 
 
Algio Azriel Anwar

Narasi Perjuangan Halo perkenalkan, namaku Algio Azriel Anwar. saya adalah fakultas kedokteran program studi pendidikan kedokteran dari...

 
 
 
Tresna Winesa Eriska

Narasi Perjuangan “Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah...

 
 
 

Comentários


© 2023 FKUI Gelora

bottom of page