- Lodra Nadezhda Kusumawaty
- Aug 13, 2023
- 11 min read
Updated: Aug 13, 2023
Narasi Perjuangan
Halo! Nama saya Lodra Nadezhda Kusumawaty, dan saya biasa dipanggil Lodra. Saya berasal dari SMA Pribadi Bandung, dan telah tinggal di kota Bandung semenjak saya dilahirkan. Tahun ini, saya memutuskan untuk melanjutkan studi saya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dimana saya berhasil masuk melalui jalur SIMAK KKI (Kelas Khusus Internasional).
Menurut saya, Universitas Indonesia merupakan salah satu universitas di Indonesia yang menawarkan program pendidikan dokter terbaik dan berstandar tinggi. Saya secara khusus tertarik akan Pendidikan Dokter Kelas Khusus Internasional (KKI) yang dimiliki UI karena saya lebih nyaman dan lebih terbiasa untuk melakukan kegiatan pembelajaran dalam bahasa Inggris. Program KKI FK UI juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa dan mahasiswi nya untuk belajar di partner university UI, dimana mereka berkesempatan untuk melakukan research year disana, dan di akhir, lulus dengan dua gelar (double degree). Oleh karena itu, semenjak saya memutuskan bahwa saya ingin terjun ke dunia kesehatan, saya menjadikan Universitas Indonesia sebagai universitas yang ingin saya tuju, lebih spesifiknya, untuk mempelajari ilmu kedokteran di kelas internasional.
Cita-cita saya untuk menjadi seorang dokter bermula ketika saya kecil. Dulu, saya mengidap penyakit asthma, dan juga memiliki beberapa alergi, sehingga saya sering pergi ke praktik dokter atau rumah sakit, dan bisa melihat petugas kesehatan berlalu-lalang; mengunjungi dan merawat pasien-pasien yang sakit. Saat itu, karena saya masih di usia yang sangat belia, alasan yang saya miliki untuk menjadi seorang dokter masih sangatlah sederhana: menurut saya dokter terlihat keren dengan jas dokter yang mereka pakai, dan karena mereka bisa membantu orang-orang yang sakit, termasuk saya sendiri. Keinginan saya ini bertahan untuk waktu yang cukup lama, walaupun sempat berubah ketika semakin saya besar. Saat saya masih SMP, saya mulai kebingungan, dan sering bertanya-tanya, sebenarnya saya ingin menjadi apa nantinya? Saya dihadapkan oleh banyak pilihan karir masa depan, dan saya memiliki ketertarikan akan banyak pelajaran yang memiliki fokus yang berbeda, sehingga ketika itu, saya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Prioritas saya hanya menjaga nilai saya agar tetap bagus, sembari mencari tahu apa passion saya sebenarnya. Munculah beberapa pilihan karir yang sempat membuat saya tertarik. Saya pernah ingin menjadi dokter hewan karena saya menyukai hewan, dan juga karena terinspirasi oleh salah satu sosok favorit saya; Jane Goodall, seorang primatologist dan anthropologist. Saya juga pernah ingin menjadi seorang psikolog karena saya tertarik dengan dunia kesehatan mental. Dan yang terakhir, sebelum memutuskan untuk menjadi seorang dokter, saya ingin bekerja di bidang hukum, atau spesifiknya, di bidang perlindungan perempuan dan anak. Namun masalahnya, saya tidak merasa benar-benar yakin dengan itu semua. Saya selalu merasa ragu, merasa ada yang kurang. Disinilah titik dimana saya menyadari apa yang benar-benar saya inginkan.
Sepanjang perjalanan akademis saya, mulai dari sekolah dasar hingga lulus SMA, saya selalu merasa tertarik pada ilmu pengetahuan alam, khususnya biologi. Ketertarikan ini terus ada meskipun cita-cita saya sempat berubah-ubah ketika saya tumbuh dewasa, hingga pada akhirnya di akhir kelas 11 saya melabuhkan hati saya pada dunia kesehatan, khususnya kedokteran. Saya sadar bahwa saya senang ketika saya bisa memberikan manfaat dan membawa perubahan positif kepada orang-orang di sekitar saya, misal dengan memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada mereka yang sedang kesulitan. Hal ini membuat saya berkeinginan untuk memilih karir masa depan di bidang sosial; bidang dimana saya bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat dan membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka semampu yang saya bisa. Hal ini, digabungkan dengan ketertarikan saya akan dunia kesehatan, membuat saya sadar bahwa saya ingin menjadi seseorang yang bisa membantu memenuhi hak-hak masyarakat, khususnya hak mereka untuk sehat secara jasmani dan rohani. Akhirnya, menjadi seorang dokter menjadi jalan yang saya ambil untuk mewujudkan keinginan ini.
Keinginan saya untuk menjadi dokter semakin kuat ketika saya menyadari bahwa di Indonesia, di negara yang saya tinggali, masih banyak daerah tertinggal yang pembangunannya —termasuk di bidang fasilitas kesehatan— jauh dari kata maju. Akibatnya, banyak masyarakat yang kesulitan untuk mengakses pelayanan kesehatan di saat mereka membutuhkannya. Hal ini bisa dilihat dari jumlah tenaga dokter yang belum memenuhi standar WHO [1], banyaknya anak Indonesia yang masih mengalami stunting [2], dan jumlah angka kematian Ibu melahirkan (maternal mortality rate) yang masih sangat tinggi [3]. Hal ini disebabkan oleh pelayanan kesehatan yang layak (terutama tingkat sekunder dan tersier) yang masih sulit dijangkau di beberapa daerah, juga disebabkan oleh kurangnya edukasi masyarakat akan kesehatan [4]. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan saya di Fakultas Kedokteran UI dengan harapan agar saya bisa menjadi seorang dokter yang bisa membantu untuk menjaga dan merawat kesehatan jasmani dan rohani masyarakat dan mengedukasi mereka dengan ilmu yang akan saya miliki dan pelajari, apapun latar belakang yang mereka miliki dan dimanapun mereka berada, khususnya masyarakat yang kurang mampu dan memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan.
Selanjutnya, setelah menentukan bahwa saya ingin menjadi seorang dokter, perjuangan saya yang sesungguhnya pun dimulai. Saya mulai mencari-cari jalur masuk ke fakultas kedokteran di beberapa universitas —termasuk UI— dan berusaha untuk mempersiapkannya secara matang-matang. Di kelas 12, karena saya tidak eligible untuk mendapat kuota SNBP, satu-satunya jalur yang bisa saya ikuti adalah jalur masuk melalui tes atau penilaian berdasarkan nilai rapot. Yang pertama saya persiapkan adalah persiapan SBMPTN, saat itu sistemnya belum berubah menjadi SNBT. Saya mengikuti bimbel dari sore hingga malam dan mengerjakan banyak latihan soal. Yang menjadi masalah adalah, saya jauh lebih fokus dan lebih nyaman untuk belajar saat malam hari. Akibatnya saya sering kurang tidur, dan bahkan kadang saat ada ujian sekolah, saya mau tidak mau tidak tidur saat malam, dan tidur siang saja sebentar nantinya. Saya sadar bahwa kebiasaan ini tidak sehat, tapi saya pikir saya akan melakukannya sementara, dengan harapan saya bisa diterima di salah satu penerimaan universitas yang dibuka di awal tahun. Tapi nyatanya hal tersebut tidak terjadi.
Jalur penerimaan yang pertama saya ikuti di tahun 2023 adalah International Undergraduate Program (IUP) Universitas Gadjah Mada di bulan Januari. UGM merupakan salah satu universitas yang juga saya inginkan dengan pertimbangan, kakak saya yang ke-4 juga sedang melanjutkan studi S2 nya disana. Jadi, jika saya berhasil masuk dan harus pindah ke Sleman, saya tidak akan tinggal sendiri dan bisa sambil menemani kakak. Saya pun berangkat ke Jogja bersama orang tua saya karena mereka ingin sekalian mengunjungi kakak, untuk mengikuti seleksi tahap pertama yang berbentuk TPA (tes potensi akademik). Saya berangkat dengan penuh semangat karena sudah membayangkan kehidupan saya yang akan sangat seru bersama kakak jika tinggal di Sleman. Namun di bulan itu, harapan saya belum terkabul. Saya tidak lolos di tahap pertama, dan tidak akan lanjut ke tahap selanjutnya (wawancara dan tes MMI). Saya kembali pulang ke Bandung satu hari kemudian, saat itu ujian praktik untuk kelas 12 sedang dilaksanakan, jadi saat pulang saya tidak ada waktu untuk bersedih berlama-lama dan harus langsung belajar lagi agar hasil ujian saya tidak jatuh.
Gagalnya saya di IUP UGM Phase 1 merupakan kegagalan pertama saya dalam perjalanan saya untuk menjadi mahasiswa kedokteran. Dan karena jadwal saya saat kelas 12 sangat padat, saya mulai kelelahan, akibatnya saya tidak menangani kegagalan tersebut dengan baik. Saya sedikit kehilangan nafsu makan, dan banyak berpikir karena khawatir saya akan gagal lagi di jalur-jalur lainnya. Bisa dibilang, saya belajar paling banyak dari kegagalan ini, karena di kegagalan-kegagalan saya yang selanjutnya, saya sudah bisa lebih pasrah dan menerima apapun hasil yang saya terima dengan lapang dada, tentunya jika memang saya sudah berusaha semampu saya sebelumnya.
Setelah IUP UGM Phase 1, saya mengikuti banyak jalur penerimaan universitas lain, karena saya bertekad bahwa saya harus menjadi mahasiswa kedokteran di tahun ini. Saya mendapatkan kuota talent scouting UI untuk kelas internasionalnya, namun saya belum berhasil lolos. Saya mengikuti SNBT, IUP UGM phase selanjutnya, PPKB UI, dan UM Universitas Diponegoro (UNDIP), tapi ternyata belum rejeki saya juga. Saat waktu semakin menipis, dan jalur penerimaan yang dibuka juga semakin sedikit, saya semakin khawatir bahwa saya tidak akan bisa menjadi mahasiswa kedokteran di tahun ini, dan saya bingung apa yang harus saya lakukan karena saya tidak diizinkan untuk mengambil gap year. Namun akhirnya, saya tetap mengikuti jalur penerimaan universitas yang masih ada, dan berusaha percaya bahwa nothing worth having comes easy; semua hal baik itu tidak mudah untuk didapatkan. Maka saya terus mencoba, mencoba, dan mencoba. Saya mendaftar SIMAK KKI UI dan SIMAK Reguler, mendaftar SMUP Universitas Padjadjaran, dan mulai mencari perguruan swasta yang menawarkan program pendidikan dokter yang bagus sebagai cadangan. Karena jalur-jalur ini merupakan jalur-jalur terakhir yang tersisa, dan kebetulan sekolah sudah selesai dan saya memiliki banyak waktu luang, saya bisa belajar jauh lebih keras dari sebelumnya. Dan entah bagaimana ceritanya, saya berhasil lolos ke seleksi tahap ke-2 SIMAK KKI, yakni tes personalitas MMPI dan wawancara MMI.
Saat mendaftar SIMAK KKI, saya tidak tahu bahwa terdapat dua tahap seleksi dimana saya harus mengikuti wawancara yang berhubungan dengan kedokteran. Oleh karena itu, saya hanya sempat bersiap untuk wawancara dalam waktu kurang dari satu minggu, tepat setelah saya dikabarkan bahwa saya lolos ke tahap dua. Saat itu terdapat sekitar 100 orang yang mengikuti wawancara, dan hanya setengahnya yang akan lolos, saya merasa persiapan saya kurang maksimal, jadi saya tidak yakin bahwa saya akan menjadi salah satu yang bisa lolos. Namun atas izin dan karunia Tuhan, saya berhasil, dan akhirnya menjadi seorang mahasiswi kedokteran di universitas yang saya impikan; Universitas Indonesia.
Meski salah satu impian saya sudah tercapai, ini tidak berarti perjuangan saya berhenti disini. Sebagai seorang manusia, tentunya saya masih memiliki banyak kekurangan. Masih ada banyak bagian dari diri saya yang saya rasa masih bisa diubah dan ‘diperbaiki’ untuk menjadi lebih baik lagi. Salah satu hal yang ingin saya tingkatkan adalah keberanian saya untuk memulai hal baru dan keluar dari zona nyaman yang saya miliki. Saat SMA, karena saya disibukkan dengan persiapan kuliah, saya memutuskan untuk tidak mengikuti organisasi apapun. Maka dari itu, saya berharap saya bisa menantang diri saya untuk mengikuti lebih banyak kegiatan akademik dan non-akademik agar bisa menambah pengalaman dan pengetahuan yang saya punya. Selain itu, saya juga ingin belajar untuk lebih pintar dalam mengatur waktu, dan juga belajar agar tidak ragu untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang datang. Kini, saya berharap, saya dan teman-teman seangkatan, serta seluruh civitas akademika FK UI, diberikan kelancaran dalam proses belajar-mengajar hingga lulus dan dalam mengemban tanggung jawab yang diberikan. Semoga kami semua bisa terus berkembang menjadi versi terbaik dari diri masing-masing, dan diberikan kekuatan saat menghadapi halangan dan rintangan yang akan kami hadapi selama perkuliahan nanti, dan tentu saja setelahnya. Saya juga berharap kami bisa lulus tepat waktu dan menjadi dokter yang baik, yang bisa memberikan manfaat bagi orang sekitar, masyarakat, dan negara.
Dikutip dari laman sehatnegeriku, terdapat 3 karakter yang wajib dimiliki seorang dokter yang baik dan ideal: Kesantunan, Kesejawatan, dan Kebersamaan (3K) [5]. Kesantunan berarti dokter harus mampu berkomunikasi dengan baik; entah melalui tutur katanya, sikapnya, atau bahasa tubuhnya.5 Kesejawatan berarti dokter harus mampu menjaga dan mengamalkan etika profesi, dan terus mengembangkan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki. 5 Yang terakhir, Kebersamaan berarti interkonektivitas dalam melayani masyarakat. 5 Menurut saya sendiri, seorang dokter yang ideal adalah dokter yang bisa berempati dengan pasiennya dan mampu menjaga kepercayaan yang diberikan pasiennya pada dirinya. Salah satu dokter yang telah menjadi inspirasi saya adalah seorang dokter spesialis THT yang sering saya kunjungi saat saya sakit, yakni dr. Agoes sp THT yang membuka praktik di jl. Terusan Jakarta di kota Bandung. Sejak saya kecil, Ibu saya selalu mengatakan bahwa jika saya menjadi seorang dokter, saya harus menjadi dokter seperti dr. Agoes. Alasannya, beliau tidak membebankan biaya yang besar untuk setiap pasien yang datang berkonsultasi, sehingga saya bisa melihat pasien dengan latar belakang sosio ekonomi yang beragam mengantri di tempat praktiknya. Obat yang diberikan pun tidak berlebihan, secukupnya saja, sehingga biaya total di akhir secara relatif bisa dijangkau semua kalangan. Menurut saya, dengan melakukan hal yang sama seperti dr. Agoes, masyarakat yang kurang mampu akan lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, terinspirasi dengan dr. Agoes dan dokter-dokter lainnya yang juga melakukan hal-hal lain yang mulia, saya memutuskan bahwa saya ingin menjadi seorang dokter yang bisa melayani masyarakat dengan sepenuh hati, dan mampu memberikan kenyamanan, perawatan, dan ruang aman bagi pasiennya. Membantu mereka sembuh tanpa membuat mereka merasa dihakimi atau malu atas penyakit apa pun yang mereka derita, baik fisik maupun mental.
Selama masa preklinik, saya ingin belajar dengan baik, agar saya tidak hanya mendapat nilai yang bagus, namun juga memahami apa yang sedang saya pelajari. Caranya, saya akan berusaha mencari metode belajar yang paling cocok dengan saya, misal active-recall dan spaced repetition. Metode-metode ini saya butuhkan untuk memahami materi dengan cepat dan efektif, dan juga dalam jangka waktu yang panjang, sebab saya sadar, salah satu kekurangan saya adalah saya mudah mengingat sesuatu dalam jangka waktu yang pendek, namun jika tidak diingat terus-terusan, maka sulit untuk menyimpannya dalam memori jangka panjang. Selain itu, saya juga berharap saya bisa dikelilingi teman-teman yang baik dan penuh motivasi, sehingga kami bisa belajar bersama, dan membantu satu sama lain saat kesulitan.
Lalu, jika nanti setelah menyelesaikan program internship saya mendapatkan waktu dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan saya, tentunya saya sangat tertarik untuk mengambil program studi spesialis. Untuk saat ini, sebagai seorang wanita, saya secara khusus tertarik pada bidang Obstetri dan Ginekologi (OB/GYN). Saya ingin bisa memberikan pengarahan dan perawatan medis untuk sesama wanita di berbagai tahap kehidupan, mulai dari menjaga kesehatan reproduksi mereka sejak belia, hingga terlibat dalam proses dimana mereka membawa kehidupan baru ke dunia. Saya juga ingin membantu mereka —membantu kami, untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan, dengan mendorong dan membantu para wanita untuk membuat keputusan-keputusan yang berhubungan dengan tubuh kami sendiri secara aman, terencana, dan bijaksana. Keputusan-keputusan mengenai kesehatan organ reproduksi, kontrasepsi, family-planning, kesehatan seksual, dan keputusan lain yang berkaitan dengan kesehatan. Saya memahami bahwa minat saya pada bidang kedokteran tertentu (spesialis) dapat berubah di masa yang akan datang, namun meskipun begitu, saya masih tetap tertarik dan bersemangat dengan potensi yang bisa saya miliki sebagai seorang dokter untuk membuat perubahan positif dalam kehidupan pasien. Untuk mencapai goals saya yang ini, sekali lagi, saya akan berusaha untuk belajar dengan baik dan memberikan performa yang terbaik agar saya bisa memenuhi syarat dan melanjutkan studi saya. Selain itu, diluar studi, saya juga berkeinginan untuk melayani masyarakat yang berada di daerah-daerah yang tertinggal, yang mungkin saat sakit, masih kesulitan untuk mengakses pelayanan kesehatan, entah karena memang tidak ada, atau karena tidak memiliki biaya. Saya berharap bahwa kedepannya semua orang bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa terkecuali dan tanpa harus mengalami diskriminasi, apapun latar belakang mereka dan dimanapun mereka berada. Saya masih harus mencari lebih banyak informasi lagi, tapi saya harap nanti, saat saya sudah menjadi dokter, saya akan mendapatkan kesempatan untuk memenuhi keinginan saya ini.
Jika adik-adik ada yang tertarik untuk masuk FK UI, pesan yang bisa saya berikan adalah, selama berjuang, bersiaplah dengan niat yang baik, dan berusahalah semampu yang kalian bisa, agar tidak ada penyesalan yang dirasakan saat kalian sampai di akhir perjuangan. Jadi walaupun hasilnya tidak sesuai ekspektasi, tidak ada yang bisa kalian sesali, karena memang kalian telah memberikan yang terbaik. Lalu, jangan menyerah dan jangan terlalu sering khawatir, karena salah satu hal yang saya pelajari setelah jatuh-bangun selama ini adalah, if it's meant for you, it will find you; and if it isn't, it means you're being redirected to something better. Jika kalian menginginkan sesuatu dan sudah berusaha keras untuk mendapatkannya, namun tidak berhasil, itu berarti ada sesuatu yang lebih baik lagi menunggu kalian di ujung sana.
Persiapan untuk masuk ke universitas kadang terasa sangat melelahkan dan penuh tekanan, maka dari itu, jangan lupa untuk tetap menjaga kesehatan fisik dan mental kalian, tetap tidur dengan cukup, dan makan minum dengan baik. Karena pada akhirnya, kesehatan kalian merupakan hal yang paling penting. Jangan lupa untuk memiliki teman bercerita, misal sahabat, orang tua, kakak/adik, dan siapapun itu yang akan mendukung dan menemani kalian di saat-saat yang sulit. Jangan memendam perasaan-perasaan negatif yang muncul dan jangan ragu untuk meminta bantuan, karena kalian tidak sendiri. Sebagai penutup, saya ingin memasukan salah satu kutipan favorit saya oleh Christian Bosse: “When the weight of the wait seems unbearable, remember that often the best thing takes time.” Semangat dan sehat selalu!
Referensi:
1. Julistia U. Belum Memenuhi Jumlah Standar WHO, Menkes: Indonesia Masih Kekurangan Tenaga Dokter [Internet]. In: Achmad G, editor. Jakarta: Gatra; 2022 Jun 10 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://www.gatra.com/news-545513-pendidikan-belum-memenuhi-jumlah-standar-who-menkes-indonesia-masih-kekurangan-tenaga-dokter.html#
2. Ahuja V, Sharma R, Bloem S, Dawe D, Blankenship J, Badloe C, et al. Asia and the Pacific Regional Overview of Food Security and Nutrition [Internet]. Bangkok: FAO; 2018 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://www.fao.org/3/pdfCA0950EN/ca0950en.
3. Agustino RD. Strengthening Data to Reduce Maternal Deaths in Indonesia [Internet]. Jakarta: UNFPA; 2023 May 8 [cited 2023 Aug 11]. Available from:
4. Wulandari RD, Laksono AD. Urban-Rural Disparities in The Utilization of Primary Health Care Center Among Elderly in East Java, Indonesia. [Internet]. Surabaya: Universitas Airlangga; 2019 May 24 [cited 2023 Aug 11]. Available from : https://osf.io/preprints/inarxiv/tcva9/
5. 3 Karakter ini Harus Dimiliki Seorang Dokter [Internet]. Jakarta: sehatNegeriku; 2018 Dec 16 [cited 2023 Aug 11]. Available from:
コメント