- Larasati Iskandar Putri
- Aug 13, 2023
- 8 min read
Updated: Aug 13, 2023
Narasi Perjuangan
Perkenalkan, nama saya Larasati Iskandar Putri, biasa disapa dengan panggilan Laras. Pada kesempatan kali ini, saya akan menorehkan penggalan cerita tentang bagaimana perjuangan saya untuk menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui narasi perjuangan yang kelak juga dapat saya kenang sebagai bagian dari perjalanan memantaskan diri untuk menjadi seorang abdi masyarakat—seorang dokter. Kisah ini akan diawali dengan sebuah pertanyaan yang terus memenuhi pikiran saya beberapa tahun sebelumnya, “Dengan banyaknya kebaikan dan pertolongan yang telah saya dapatkan saat ini, maka apa yang saya bisa lakukan untuk membalas itu semua? Ingin saya dedikasikan kepada siapa hidup yang akan saya jalani nantinya?” Banyak sekali pernyataan yang dapat menjadi jawaban dari tanda tanya besar dalam hidup saya itu. Namun, jalan hidup serta pengalaman yang menjadikan saya seperti sekarang ini seolah memberikan sedikit demi sedikit petunjuk yang mengarahkan saya untuk menjadi sosok yang dapat diandalkan untuk meningkatkan mutu hidup dan kesehatan seseorang bahkan masyarakat luas.
Sejak kecil, hidup saya selalu bersinggungan dengan hal-hal yang berbau dengan kesehatan, rumah sakit, dan pastinya dokter. Sewaktu mengenyam pendidikan di sekolah dasar, saya mengikuti Ekstrakurikuler Dokter Kecil atau biasa disingkat Dokcil oleh sebagian teman yang juga mengikuti ekstrakurikuler ini. Melalui kegiatan yang rutin dilaksanakan tiap hari Jumat di ruang kelas 1B SD Negeri Menteng 02, rasa ingin tahu dan kesadaran akan pentingnya kesehatan perlahan mulai tumbuh pada diri kecil ini. Dimulai dengan materi yang sederhana tetapi sangat berdampak besar, cara mencuci tangan, perlahan tapi pasti mengikuti kegiatan Dokcil menjadi rutinitas yang saya sukai. Pengenalan terhadap kasus penyakit serta kesalahan umum yang sering dilakukan oleh sebagian besar masyarakat mampu dibawakan dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga materi yang disampaikan tidak hanya saya pelajari, tetapi juga mulai saya implementasikan dan sebar luaskan kepada teman-teman, keluarga, serta tetangga di lingkungan sekitar. Mulai saat itu, gambaran ingin menjadi seorang dokter mulai terlintas dan tertanam di benak pikiran. Semangat belajar untuk menggapai impian tersebut pun terus membara hingga saya melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Hari berganti hari, begitupun dengan rok merah saya yang berganti menjadi rok biru. Dengan segala kerendahan hati untuk mengucap syukur, Alhamdulillah, saya dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah tingkat pertama yang menjadi tujuan banyak siswa lainnya, SMP Negeri 115 Jakarta. Di sekolah ini, saya bertemu dengan banyak siswa dengan karakternya masing-masing. Di sekolah ini pula, saya mempersiapkan diri untuk dapat bertahan dan ‘bersaing’ dengan otak lainnya. Berdiskusi dari obrolan yang menyangkut materi pembelajaran hingga cerita ringan, mengetahui cara belajarnya, saling tukar pikiran akan suatu topik persoalan menjadi hal yang biasa dilakukan pada tiga tahun kehidupan saya di Smabel. Masih teringat di kepala, momen itu, ketika saya mendapatkan tugas untuk membuat rencana hidup kedepannya oleh guru konseling, berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan menjadi seorang dokter langsung saya yakini sebagai jawabannya. Berhasil menciptakan dokter-dokter terbaik, memiliki pengampu dan pendahulu yang berkompeten, serta sarana dan fasilitas laboratorium yang memadai menjadikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai fakultas kedokteran terbaik di negeri ini. Hal ini juga diperkuat dengan data angka keketatan 2,90% untuk jalur masuk SNBP, 1,89% untuk jalur SNBT, dan 1,29% untuk jalur masuk SIMAK yang dirilis pada tahun 2022 [1]. Siang malam belajar, serius mengikuti kegiatan Pendalaman Materi, dan mengoptimalkan kehadiran di sekolah saya usahakan lakukan untuk menunjang mimpi besar dan menjadi bagian dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Memasuki Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Jakarta adalah salah satu dari tujuan jangka pendek yang saya harapkan dapat menjadi penunjang untuk menggapai tujuan besar hidup saya. Sekolah favorit ini, baik di tingkat regional maupun nasional, sering disebut juga dengan nama kecil ‘Bukit Duri’. Awalnya, saya pikir nama itu tercetus hanya karena sekolah ini terletak di Jalan Taman Bukitduri Nomor 2, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan. Akan tetapi, setelah menjalani masa pendidikan selama tiga tahun pada sekolah yang dahulu bercat hijau asri itu, saya sering mendengar banyak siswa yang mengaitkan nama ‘Bukit Duri’ dengan rintangan dan tantangan yang mereka hadapi selama belajar di sana. Jika kalian bertanya kepada saya tentang bagaimana tanggapan yang akan saya berikan terhadap label unik untuk sekolah tersebut, saya pun menyetujui pernyataan itu. Sekolah dengan segudang prestasi akademik dan banyaknya kegiatan organisasinya sangat pantas untuk disebut dengan nama Bukit Duri. Ditambah lagi, menjadi siswi SMA Negeri 8 Jakarta di kala pandemi melanda yang mengharuskan segala kegiatannya dilakukan secara daring membuat tantangan itu kian jelas untuk dihadapi. Saya rasa setiap individu yang pernah masuk sebagai pelajar terdaftar di sana memiliki ceritanya masing-masing terhadap apa yang mereka rasakan dan hadapi selama menjadi bagian dari Bukit Duri, dan tentunya saya juga memiliki cerita dari sudut pandang yang sama.
Awal memasuki SMA Negeri 8 Jakarta, saya disambut dengan serangkaian acara Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang semuanya dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Cloud Meetings, sebuah aplikasi yang dapat menghubungkan puluhan hingga ratusan orang yang terpisahkan oleh jarak dan layar dan menyatukannya pada satu ruangan virtual yang sama. Minggu pertama pada masa MPLS tersebut menjadi waktu krusial bagi saya untuk beradaptasi, bergabung, dan lebih mengenal lagi seperti apa SMA Negeri 8 Jakarta beserta limpahan kegiatan akademik dan nonakademiknya. Belajar dengan sistem yang harus disesuaikan dengan tata laksana pembelajaran di kala pandemi dengan nama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mempunyai gejolaknya tersendiri. Proses pembelajaran berjalan seiring dengan dimulainya kegiatan kaderisasi untuk memasuki ekstrakurikuler. Pada titik ini, kemampuan saya untuk mengatur dan mengalokasikan waktu mulai teruji. Banyaknya tugas dari para guru ditambah dengan tugas yang saya dapat dari kegiatan kaderisasi mengharuskan saya untuk memperpanjang waktu beraktivitas dan memperpendek waktu istirahat yang saya miliki. Mulai merasa tertinggal dan kurang menguasai materi pembelajaran merupakan buntut dari terbatasnya efektivitas pembelajaran yang dilakukan secara daring. Saya pun mempertanyakan kemampuan saya—mengapa yang lain bisa dan terlihat santai saja menghadapi soal ulangan yang jauh berbeda tingkat kesulitannya ketika diajarkan oleh guru pengampu sedangkan saya harus mengerjakannya dengan derai air mata? Di titik ini, saya membuka mata bahwa orang lain bisa dan bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang mereka mau, tetapi di sisi lain, melalui kejadian ini, saya bersyukur dapat dipertemukan dan didekatkan dengan sahabat yang hampir segalanya membagi kisah yang serupa dengan saya, Raisha. Saya sangat beruntung memilikinya sebagai tempat untuk mencurahkan semua yang saya rasakan dan lewati selama menempuh tajamnya kehidupan Bukit Duri hingga kini.
Tingkat dua kehidupan saya di sekolah menengah atas dipenuhi dengan kegiatan akademik serta tanggung jawab untuk ikut ambil bagian dalam meneruskan kepengurusan ekstrakurikuler yang bergerak di bidang sosial, Ekstrakurikuler Kemasyarakatan. Pada masa ini, saya menikmati peran dan tugas yang saya lakukan dalam turut menjalankan kegiatan serta program kerja yang ditujukan untuk membantu keluarga SMA Negeri 8 Jakarta serta masyarakat sekitar kawasan Bukit Duri. Melalui Kemasyarakatan, saya belajar untuk memiliki kasih yang lebih untuk dapat mengulurkan tangan kepada manusia lain. Bersamaan dengan itu, dunia mulai pulih dan pembelajaran mulai dilakukan secara hybrid bahkan diwajibkan untuk mengikuti tatap muka pada awal tahun baru. Memasuki tahap baru dalam fase pembelajaran yang akan dihadapi, saya optimis untuk dapat memperbaiki capaian belajar yang tertinggal selama pembelajaran daring yang hanya dapat dipantau melalui layar Zoom Cloud Meetings. Bertemu dengan wajah-wajah yang biasanya hanya dapat saya jumpai melalui layar, mengenal sisi lain karakteristiknya, serta berkesempatan untuk dapat langsung merasakan belajar di lingkungan Bukit Duri menjadi penyemangat langkah kaki yang saya bawa tiap harinya.
Diri yang terus melangkah akhirnya menapakkan kakinya pada tingkat tiga di sekolah yang warnanya pun mulai berubah menjadi kuning gading. Sebutan ‘Generasi Emas’ sering diperdengarkan, baik saat apel pagi, maupun kegiatan pembelajaran sebagai doa dan harapan dari para dewan guru serta kami sebagai muridnya untuk dapat diwujudkan di kemudian hari ketika lulusannya menjadi sosok yang berhasil. Semangat ini juga yang terus saya bawa dalam menjalani hari-hari yang penuh dengan ujian di kelas 12. Memiliki rutinitas baru untuk memperdalam materi yang telah diajarkan di sekolah melalui bimbel, saya bersyukur dapat menemukan teman-teman yang juga turut berada dalam perjuangan yang sama untuk menjemput mimpinya masing-masing di universitas yang berbeda. Perjalanan yang tampak melelahkan dan seolah tiada akhirnya menjadi lebih berwarna ditemani dengan mereka yang selalu hadir dalam berbagi tawa di sela-sela proses belajar. Mereka adalah Karin, Azka, Sasha, Yasmine, Stefani, Noel, Togi, Daffa, dan Arlow. Masih saya ingat dengan jelas ketika Karin dan Azka yang selalu mengajak untuk singgah di tempat bimbel sekadar untuk bertanya pada guru kami, Kak GH, yang tampaknya selalu mempunyai jawaban atas segala pertanyaan, persoalan, serta masalah kami. Belajar, pergi ke tempat bimbel, makan siang, sedikit hiburan dengan pergi ke tempat-tempat tertentu, bahkan beribadah pun selalu dilakukan bersama dan terasa sudah menjadi bagian dari rutinitas harian yang saya harus lakukan. Tanpa melakukan kegiatan tersebut bersama mereka, selalu saja saya merasa ada yang kurang dan terlewat untuk dilakukan. Walaupun ditempa dan dituntut untuk mengerjakan segalanya selama satu tahun kemarin, dan saya akui perjalanan tersebut tidaklah semudah dan seindah yang kalian rasakan melalui tulisan ini, dapat menjalani satu tahun kehidupan yang naik turun seperti mengendarai rollercoaster bersama mereka adalah sebuah berkah yang saya janji akan selalu saya ingat sepanjang hayat.
Lika-liku yang saya alami selama menduduki bangku kelas 12 belumlah usai. Sistem penerimaan mahasiswa baru pun mengalami perombakan. Informasi yang diterima pada awalnya masih simpang siur, berwarna abu-abu, dan belum jelas kepastiannya. Banyak kicauan murid-murid yang mulai terganggu dengan adanya perombakan tersebut, ditambah lagi kami masih dalam suasana untuk belajar dengan serius guna mempersiapkan diri menghadapi berbagai ujian yang sudah di depan mata. Mungkin ini merupakan skenario terbaik yang dikirim oleh Allah Swt. dalam menjawab doa-doa yang saya panjatkan untuk mempermudah jalan menjadi bagian dari mahasiswa Universitas Indonesia dengan makara hijau. Dengan sistem penerimaan yang baru dan segala persyaratannya, sujud syukur Alhamdulillah saya panjatkan, saya termasuk ke dalam siswa eligible dari SMA Negeri 8 Jakarta. Usaha dan harapan yang terus diiringi dengan doa dari kedua orang tua, keluarga, guru-guru, serta teman seperjuangan mampu mengantarkan saya untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kelas Reguler tepat pada 28 Maret 2023. Perasaan haru dan bahagia menyelimuti saya ketika membuka laman pengumuman SNBP kala itu.
Beranjak untuk memulai status baru sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya bertekad untuk menjadi mahasiswa yang aktif dan dapat mengikuti segala kegiatan pembelajaran dengan semaksimal mungkin. Saya akan mengembangkan segala potensi yang ada di dalam diri untuk menjadi versi terbaik diri guna menunjang kehidupan perkuliahan ketika masa preklinik dan menjadi dokter yang berkompeten nantinya. Di samping itu, saya juga ingin membangun suasana pertemanan yang sehat dengan teman-teman FKUI 2023 Gelora agar dapat bersinergi dan saling mendukung untuk bersama-sama menjadi rekan sejawat kelak.
Selanjutnya ketika sudah menyelesaikan preklinik dan mendapatkan gelar S. Ked, saya berharap mendapatkan banyak pengalaman dalam memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat menggunakan ilmu yang saya pelajari selama masa preklinik dengan menjadi koas yang baik di masa klinik mendatang. Setelah menamatkan pendidikan preklinik dan klinik, saya berharap dapat menjadi sosok dokter ideal. Menurut KBBI Edisi V, dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatan [2], dan ideal adalah sangat sesuai dengan yang dicita-citakan atau diangan-angankan atau dikehendaki [3]. Dokter ideal juga dapat dihubungkan dengan citra profesionalitas seorang dokter yang mengutamakan etika ketika berkomunikasi, empati, bijaksana, kesopanan, dan memiliki kemampuan untuk menghormati kerahasiaan [4]. Selain itu, pandangan seorang pasien terhadap sosok dokter ideal adalah dokter yang peka terhadap emosi ditunjukkan dengan sikap mau mendengarkan dan memahami kebutuhan dan masalah emosional pasien [5]. Saya berharap dapat mengaplikasikan pentingnya nilai profesionalitas yang menggabungkan nilai integritas, kasih sayang, dan saling menghormati [6] antardokter maupun dalam membangun hubungan dengan pasien. Di masa yang mendatang, saya juga berharap dapat melanjutkan pendidikan dokter spesialis dengan spesialisasi yang menjadi minat saya.
Dengan menekuni dan berkecimpung di dunia kesehatan, saya berharap dapat memberikan bantuan, pelayanan, serta perubahan terhadap masyarakat luas. Esensi serta kebermanfaatan yang saya peroleh selama menjadi mahasiswa kedokteran dan kelak menjadi seorang dokter saya harap dapat dirasakan dan dijangkau seluruh masyarakat yang ada di Indonesia sehingga kualitas kesehatan masyarakat Indonesia secara nasional dapat meningkat dan hidup dengan penuh kesadaran akan pentingnya kesehatan itu sendiri.
Untuk para pembaca yang sedang melihat tulisan narasi ini yang juga memiliki mimpi yang sama untuk dapat berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ataupun memiliki mimpinya tersendiri, teruslah berusaha dan tetaplah ‘menunduk’ serta iringi harapan tersebut dengan berdoa dan berbuat baik terhadap sesama. Lihat potensi dalam diri dan maksimalkan apa yang dimiliki untuk meraih cita-cita itu, seperti kutipan “Mimpi sudah lahir, jangan dimatikan melainkan hidupkanlah!”[7]. Percayalah bahwa apa yang dikerjakan hari ini akan berbuah manis pada saatnya nanti.
Daftar Referensi:
Program Sarjana (S1) [Internet]. [cited 2023 Aug 9]. Available from: https://simak.ui.ac.id/reguler.html
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kelima. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 2017
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kelima. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 2017
Kamilova DN, Saydalikhujaeva SK, Rakhmatullaeva DM, Makhmudova MK, Tadjieva KS. Professional image of a teacher and a doctor. British Medical Journal. 2021 Nov 24;1(4).
Borracci RA, Álvarez Gallesio JM, Ciambrone G, Matayoshi C, Rossi F, Cabrera S. What patients consider to be a ‘good’doctor, and what doctors consider to be a ‘good’patient. Rev Med Chil. 2020 Jul 1;148(7):930-8.
Tweedie J, Hordern J, Dacre J. Advancing medical professionalism. Advancing medical professionalism. 2018 Dec 6.
Khairen, JS. Kami (bukan) sarjana kertas. Jakarta: Bukune Kreatif Cipta; 2019
Commentaires