- Kianna Bintang Santosa
- Aug 13, 2023
- 7 min read
Updated: Aug 13, 2023
Narasi Perjuangan
Nama saya Kianna Bintang Santosa, tapi biasanya dipanggil Obin. Asal SMA saya adalah Sampoerna Academy Jakarta, dimana saya mengikut kurikulum IB Diploma Programme. Sekarang, saya menjadi mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam program Kelas Khusus Internasional (KKI) dan saya keterima lewat jalur SIMAK KKI.
Perjalanan saya menuju fakultas kedokteran dimulai dari nama saya. Orang tua saya selalu percaya bahwa nama itu doa dan salah satu alasan kenapa saya diberikan nama tersebut adalah karena Ibu saya merasa kalau saya cocok diberi gelar “dokter”. Sisi kepribadian saya yang romantis percaya bahwa karena itu, takdir saya sudah tertera di batu sejak saya keluar dari rahim ibu saya.
Di pikiran saya, FKUI merupakan suatu hal yang bersinar agung dan sama sekali tidak bisa saya jangkau - definisinya pipeline dream. FKUI merupakan fakultas kedokteran terbaik di Indonesia dan meskipun saya sudah bekerja keras, saya belum percaya bahwa saya bisa diterima. Saya memandang FKUI sebagai episentrum riset dan inovasi medis di Indonesia - tempat dimana muda-mudi tercerdas Indonesia berkumpul untuk belajar, menyimak, dan mengembangkan diri mereka sendiri.
Waktu saya sadar bahwa saya mau masuk kedokteran, Universitas Indonesia menjadi kampus impian saya. Masuk ke fakultas kedokteran merupakan sebuah komitmen yang besar untuk saya dan untuk orang tua saya (karena mereka yang membiayai edukasi saya). Maka dari itu, saya bermimpi besar untuk memastikan upaya kami sekeluarga terbalas. Di tingkat yang lebih pribadi, saya termotivasi untuk masuk kedokteran karena saya berniat untuk bisa melaksanakan impian alm. Kakek saya. Beliau merupakan orang terbaik dan terbijak di seluruh hidup saya dan waktu beliau seumur saya, beliau juga bermimpi untuk masuk FKUI. Tetapi karena berbagai faktor-faktor yang tidak bisa dikendalikan, beliau tidak bisa merealisasikan impiannya. Meskipun keterima di FKUI adalah impian pribadi saya, saya tetap mau membuat Kakek saya bangga.
Perjuangan saya untuk diterima di FKUI bukan sebuah sprint, tetapi maraton, karena perkara tersebut adalah hasil dari perjuangan selama enam tahun, dimulai dari masa SMP saya. Masa SMP merupakan masa yang cukup hiruk-piruk; saya baru pindah dari sekolah internasional kecil di Balikpapan, Kalimantan Timur, ke sekolah di Jakarta yang siswa-siswinya tiga kali lepat dibanding jumlah siswa-siswi di sekolah saya yang lama. Pada waktu tersebut, kedokteran merupakan impian yang masih setengah terbentuk karena saya lebih fokus kepada belajar bagaimana berkompetisi dengan siswa-siswi lain dan mengembangkan portofolio saya sebagai calon mahasiswa. Saya juga mendedikasikan banyak waktu untuk berkompetisi, seperti National English Olympiad (NEO), dimana saya meraih peringkat ketiga di dalam bidang speech dan mengikuti organisasi sekolah, seperti OSIS. Selain itu, saya juga sudah siap-siap menghadapi ujian IGCSE atau International General Certificate of Secondary Education.
Waktu saya di kelas 10, impian saya untuk masuk kedokteran sudah terbentuk dengan solid dan ini direfleksikan di IGCSE saya. Saya memutuskan untuk mengikuti ujian untuk tujuh mata pelajaran: Matematika (Extended Maths), Kimia, Biologi, Sastra Inggris, Bahasa Inggris, Matematika Lanjut (Additional Mathematics), Global Perspectives, dan Ekonomi. Saya pikir bahwa semua mata pelajaran tersebut bisa membantu saya menggapai aspirasi saya karena mereka tidak hanya memberi saya basis ilmu yang dibutuhkan, tetapi juga membentuk saya menjadi siswa yang pengetahuannya cukup luas. Sebagai contoh, meskipun Sastra Inggris tidak terkait langsung dengan kedokteran, mata pelajaran tersebut membantu saya untuk berpikir lebih kritis karena pelajaran tersebut memaksa saya untuk “read between the lines” atau mencari makna implisit.
Selama Kelas 11 dan Kelas 12, saya mengikuti kurikulum IB Diploma Programme, dimana saya memastikan sekali lagi untuk mengambil mata pelajaran yang bisa membantu menyiapkan saya untuk menjalani kuliah kedokteran. Dua tahun tersebut merupakan masa tersusah secara mental dan fisik di dalam perjuangan saya. Pada masa itu, saya tidak hanya menjalani kurikulum yang cukup menantang, tetapi saya juga ikut les bimbingan belajar 3–5 kali seminggu untuk coba pelajari kurikulum nasional dengan cara yang kilat. Tentu, ada banyak momen-momen dimana saya sudah mulai burnout, tetapi saya tetap bekerja dan berusaha. Saya punya impian dan saya rela melakukan apapun untuk menggapai impian tersebut.
Saya baru mulai mencoba masuk kedokteran di semester terakhir SMA dan perjalanan tersebut membutuhkan empat percobaan sebelum saya akhirnya diterima di kampus dan fakultas impian saya. Waktu awal-awal saya belum diterima kedokteran, setiap penolakan yang saya terima sangat menyakitkan, tetapi secara retrospeksi, saya sadar bahwa saya harus percaya kepada jalan Allah SWT; bahwa penolakan tersebut belum tentu karena saya belum cukup baik untuk diterima dan bahwa keputusan untuk menolak atau menerima saya sebagai calon mahasiswi kedokteran tidak di tangan saya.
Habis sekitar enam bulan mencoba, saya akhirnya diterima di Fakultas Kedokteran lewat jalur SIMAK KKI. Pada hari pengumuman hasil SIMAK, perut saya mulas seharian. Waktu saya buka laman hasil akhir dan saya membaca kata “Selamat…”, saya langsung menangis. Pada waktu itu, saya langsung dibanjiri oleh rasa lega dan syukur, sebuah perasaan yang saya akan terus pegang teguh selama perjalanan saya di fakultas kedokteran untuk memastikan saya selalu ingat untuk manfaatkan kesempatan yang diberikan kepada saya. Kesempatan untuk belajar di FKUI merupakan sebuah privilege yang tidak diberikan pada semua orang. Maka dari itu, saya ingin mengeksplorasi segala kegiatan yang ada di FKUI dan saya berharap bahwa pengalaman tersebut bisa membentuk saya menjadi lulusan fakultas kedokteran dan dokter yang membanggakan keluarga, bangsa, dan almamater saya. Saya berkomitmen untuk terus mengembangkan pengetahuan saya dan memahami segala hal yang diajar oleh dosen dan senior saya.
Harapan utama yang saya miliki untuk saya dan angkatan saya adalah bahwa kita semua dapat lulus bersama dan melanjutkan perjalanan kita untuk menjadi dokter. Saya harap kita bisa membangun ikatan yang tak terpatahkan antara kita semua dan menjadi keluarga yang dibentuk oleh pengalaman dan kepercayaan bersama. Secara pribadi, saya berharap dapat memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang telah ditawarkan kepada saya dengan tidak hanya berprestasi akademik, tetapi juga memastikan bahwa saya terus memperluas pengetahuan saya dan memiliki keterampilan dan ketabahan yang diperlukan untuk bekerja dengan baik sebagai seorang dokter.
Saya percaya bahwa salah satu nilai inti dari seorang dokter yang ideal adalah keyakinan bahwa mereka pada dasarnya tidak terbatas - perjalanan dokter tidak berakhir ketika mereka sudah mulai praktik atau bahkan ketika telah menjadi salah satu konsultan terbaik di bidang mereka. Perjalanan dokter berakhir ketika dia secara fisik tidak dapat berpraktik lagi. Dokter yang ideal berkomitmen untuk memperbaiki diri sendiri secara terus-menerus; kedokteran adalah karir yang menuntut pertumbuhan konstan dan untuk mencapai ini, dokter juga harus berkomitmen untuk terus belajar dan mengajar pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini didukung lebih lanjut oleh fakta bahwa kata dokterr berakar pada kata Latin docere, yang artinya “mengajar” [1].
Selain itu, aspek kunci untuk menjadi dokter yang ideal adalah untuk melihat pasien sebagai manusia sebelum melihat mereka sebagai kasus yang harus dipecahkan. Seperti banyak dari kami calon mahasiswa fakultas kedokteran diberitahu selama wawancara sekolah kedokteran, tidak cukup hanya menjadi pintar, kita juga harus menunjukkan empati dan terus memprioritaskan pasien kita di masa depan [2]. Sebenarnya, aspek menjadi dokter inilah yang benar-benar memperkuat minat saya pada kedokteran. Hal ini didukung lebih lanjut bahwa di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, salah satu faktor utama di mana pasien yang lebih muda menilai kompetensi dokter secara keseluruhan (yaitu seberapa baik mereka memenuhi idaman seorang dokter), adalah kemampuan mereka untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan pasien [3].
Dokter yang ideal, jenis dokter yang saya, dan semua teman angkatan saya, bercita-cita bisa menjadi, berkontribusi kepada masyarakat luas dengan memastikan bahwa perawatan medis yang mereka berikan memiliki kualitas setinggi mungkin. Selain itu, penting juga untuk diingat bahwa, seperti yang disebutkan sebelumnya, dokter juga berkewajiban untuk memberi tahu dan mengajar orang lain, khususnya orang yang tidak bekerja di bidang kedokteran tentang masalah kesehatan yang menonjol dan bagaimana mereka dapat membantu mencegahnya. Dokter yang ideal mempromosikan kesehatan dalam segala bentuknya; sebagai pemulihan dan sebagai komitmen seumur hidup.
Banyak juga nilai-nilai luhur yang harus diemban oleh dokter, namun banyak di antaranya yang dapat dijabarkan menjadi dua nilai payung besar: profesionalisme dan kesadaran. Kedua nilai luhur ini berkontribusi pada aktualisasi cita-cita utama etika kedokteran yaitu “do no harm” [4]. ‘Profesionalisme’ menunjukkan pemahaman yang kompeten tentang praktik kedokteran dan komitmen kepada perawatan pasien dan kesejahteraan sesama profesional medis [5]. ‘Kesadaran’ menggambarkan kesediaan untuk memahami batasan pasien (berdasarkan budaya, agama, atau lainnya) dan peran mereka dalam masyarakat sebagai dokter [5].
Saya ingin menjadi seorang dokter yang terus menjunjung nilai-nilai luhur yang tertulis diatas, yaitu profesionalisme dan kesadaran, dan berkomitmen untuk belajar dan mengembangkan diri. Selain itu, saya percaya bahwa praktik kesehatan merupakan sesuatu yang holistik, karena keadaan sehat itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor [6]. Pada intinya, saya ingin menjadi dokter yang selalu melihat pasien sebagai orang sebelum saya melihat sebagai kasus medis.
Saya memiliki dua tujuan utama selama tahap pra-klinik. Yang pertama adalah saya berniat untuk berprestasi secara akademis, yang akan diwujudkan dengan lulus dengan IPK 3,6 atau lebih tinggi. Untuk mencapai tujuan ini, saya perlu belajar keras; memperhatikan dosen saat kelas, meluangkan waktu di luar kelas untuk review materi, dan tetap mengikuti berita tentang kemajuan-kemajuan di dalam bidang kedokteran. Tujuan kedua saya adalah untuk tidak hanya aktif di bidang akademik tetapi juga terlibat dalam organisasi kemahasiswaan dan berpartisipasi dalam program ekstrakurikuler. Dengan melakukan hal tersebut, saya berharap membantu membangun keterampilan interpersonal saya dan memperluas wawasan saya terkait minat saya. Untuk mencapai tujuan ini, saya berniat untuk bergabung dengan beberapa organisasi, seperti Student Union of International Class (STUNICA) dan Association of the Medical Students of Asia (AMSA).
Selama masa klinis, saya bertujuan untuk terus berprestasi secara akademis, khususnya selama co-assistancy. Saya akan terus bekerja keras, menerapkan diri, dan selalu menerima setiap tantangan sebagai cara baru bagi saya untuk berkembang. Tema menyeluruh dari tujuan jangka panjang saya adalah saya ingin memastikan saya menjadi dokter yang bermanfaat bagi masyarakat dan komunitas di sekitar saya. Untuk mempersiapkan diri saya untuk ini, saya perlu memastikan bahwa ketika saya masih di fase pra-klinis, saya membentuk diri saya sendiri menjadi versi terbaik diri dan dengan demikian, saya bisa menjadi dokter yang baik.
Sebagai orang yang bercita untuk menjadi seorang dokter, saya berharap kondisi kesehatan masyarakat Indonesia secara umum terus membaik seiring dengan semakin sadar dan terinformasinya masyarakat tentang pencegahan masalah kesehatan. Ini adalah bagian dari tujuan jangka panjang saya untuk membantu kami mencapai titik waktu itu karena saya berharap bahwa saya, sebagai seorang dokter, tidak hanya akan membantu merawat orang dari penyakit mereka tetapi bekerja untuk membantu mengurangi jumlah kasus medis yang kompleks dengan mendekati perawatan kesehatan dan kesehatan secara keseluruhan sebagai pengejaran holistik.
Pesan saya kepada adik kelas yang ingin diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah untuk jangan menyerah. Pesan ini mungkin sederhana dan klise, tapi itulah satu nasihat yang membantu saya menjalani perjalanan masuk FKUIi. Kamu harus terus mengingatkan pada diri kamu sendiri mengapa kamu ingin masuk kedokteran di Universitas Indonesia dan berpegang erat kepada pengingat itu. Kamu perlu menemukan rasa motivasi dari diri kamu sendiri yang bukan hanya karena orang tua kamu menyuruh untuk masuk kedokteran, atau karena kamu hanya ingin dikagumi oleh orang lain. Kamu harus masuk kedokteran karena kamu ingin untuk menjadi dokter dan karena berkuliah di FKUI adalah wujud dari mimpimu. Jalan di depan akan sulit, tetapi jika kamu terus berjalan, dan terus berjuang, hadiahnya adalah belajar di sini; fakultas kedokteran terbaik di negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Asfour FA, Winter JP. Whom should we really call a “doctor”?. Canadian Medical Association Journal [Internet]. 2018 May 28 [cited 2023 Aug 10];190(21):E660. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5973890/
Steiner-Hofbauer V, Schrank B, Holzinger A. What is a good doctor?. Wiener Medizinische Wochenschrift [Internet]. 2018 [cited 2023 Aug 10];168(15):398-405. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6223733/
Varkey B. Principles of Clinical Ethics and Their Application to Practice. Medical Principles and Practice. 2021 Feb 17;30(1):17-28. Available from: https://karger.com/mpp/article/30/1/17/204816/Principles-of-Clinical-Ethics-and-Their
Rosa EY, Sugandi MS. The Ideal Doctor Image in Asian Countries: A Qualitative Study of Gen Z Patient’s Perspective. Journal Eduvest [Internet]. 2023 July 20 [cited 2023 Aug 10];3(7). Available from: https://eduvest.greenvest.co.id/index.php/edv/article/view/865
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia. 22 Dec 2019.
Merriam-Webster [Internet]. Merriam-Webster; 2023. Holistic.
Comments