- Keisha Ghiranayya Sujatmiko
- Aug 12, 2023
- 8 min read
Updated: Aug 13, 2023
NARASI PERJUANGAN
“To laugh often and much; to win the respect of intelligent people and the affection of children; to earn the appreciation of honest critics and endure the betrayal of false friends; to appreciate beauty; to find the best in others; to leave the world a bit better whether by a healthy child, a garden patch, or a redeemed social condition; to know even one life has breathed easier because you lived. This is to have succeeded.”[1] merupakan kalimat yang terucap oleh Ralph Waldo Emerson. Sejak dulu, kalimat tersebut terus berputar dalam kepala saya. Bagaimana saya bisa memberi pengaruh sebesar itu kepada masyarakat? Bagaimana cara saya mengambil langkah yang tepat untuk dapat berkontribusi secara substansial kepada masyarakat? Perkenalkan, nama saya Keisha Ghiranayya Sujatmiko, biasa dipanggil Keisha. Saya merupakan seorang siswa yang berasal dari SMA Negeri 8 Jakarta dan ini merupakan cerita perjuangan saya dalam mengejar salah satu mimpi terbesar saya, yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tahun 2023 ini merupakan tahun yang penuh dengan banyak perjuangan dan juga pelajaran bagi diri saya. Segala usaha dan doa telah mengantarkan saya menuju kalimat “Selamat, Anda dinyatakan sebagai calon mahasiswa baru Universitas Indonesia” yang tertera dalam layar laptop saya pada tanggal 5 Juli 2023. Hari tersebut merupakan hari di mana saya dinyatakan sebagai bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kelas Khusus Internasional melalui jalur SIMAK KKI.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia terbukti menghasilkan lulusan dokter yang kompeten dalam bekerja, inspiratif bagi masyarakat, dan memiliki kredibilitas yang tinggi. Pencapaian tersebut tentu tidak lepas dari peran para pengajar di FKUI yang berkecakapan dan berdedikasi tinggi. Lingkungan pembelajaran yang dibangun secara interaktif memacu para mahasiswa untuk dapat mencapai performa maksimal sehingga mampu menjadi pribadi yang berguna di masa depan. Keberhasilan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam mempertahankan citra baik melalui reputasi akademik dan non-akademik, menghasilkan lulusan yang sukses, serta bermanfaat bagi bangsa menjadi motivasi saya untuk berkuliah di universitas ini.
Sejak saya masih merupakan seorang anak kecil yang berkuncir dua, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sudah menjadi kampus impian saya. Saat itu saya masih belum memiliki wawasan yang realistis terkait FKUI, saya hanya tahu bahwa FKUI adalah tempat where dreams come true. Seiring berjalannya waktu, saya mulai menggali informasi yang lebih dalam terkait FKUI. Saya meyakinkan diri saya bahwa memasuki bidang kedokteran adalah pengejaran yang menuntut tidak hanya keunggulan akademik tetapi juga komitmen yang mendalam untuk melayani umat manusia. Seperti yang dikatakan oleh Hippocrates, seorang dokter yang acapkali disebut sebagai Bapak Kedokteran, “Wherever the art of Medicine is loved, there is also a love of humanity.”[2]
Ketika menduduki bangku SD, saya mulai tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan dan ingin ikut berkontribusi di lingkungan sekolah meskipun tidak banyak yang bisa saya lakukan pada saat itu. Namun, langkah-langkah kecil mulai saya ambil, seperti mendaftarkan diri menjadi bagian dari DokCil atau Dokter Kecil. Peran saya sebagai DokCil pada waktu itu hanya menjaga UKS di jam istirahat, membersihkan luka dan memasang hansaplast pada anak-anak yang luka karena jatuh, dan memberi obat kepada teman-teman ketika sakit. Mungkin peran tersebut terdengar sangat simple, tetapi pengalaman tersebutlah yang menyadarkan diri saya bahwa membantu orang lain mampu menorehkan perasaan fulfillment dalam diri saya.
Memasuki tingkat SMP, saya perlahan mulai mengenali berbagai macam mata pelajaran sains dan menyadari bahwa saya memiliki ketertarikan yang lebih pada pelajaran biologi dibanding mata pelajaran lain. Oleh karena itu, saya mengikuti beberapa lomba dan aktivitas dari sekolah yang mampu bertindak sebagai wadah dalam menuangkan kecintaan saya terhadap pelajaran biologi. Dari biologi saya belajar bahwa penyakit yang menimpa anggota keluarga dan teman-teman saya memiliki penyebab, memiliki akibat, dan memiliki pengobatan tertentu. Di sini saya mulai yakin bahwa saya ingin bekerja sebagai seorang dokter yang mampu memberikan banyak manfaat bagi manusia. Namun, pada saat itu saya harus fokus terhadap rencana jangka pendek yang berada di depan mata, yaitu pendaftaran SMA. Saya sempat bimbang dan melakukan searching terkait SMA di Jakarta yang sekiranya bisa menjadi tempat untuk mengasah skills dan memaksimalisasikan potensi saya agar pantas memasuki gerbang FKUI. Akhirnya, saya membulatkan tekad bahwa saya ingin keluar dari comfort zone dan mendaftarkan diri lewat jalur prestasi di salah satu SMA negeri terbaik di Indonesia, SMAN 8 Jakarta. Alhamdulillah, saya diterima dan siapa sangka bahwa menghabisi tiga tahun di sekolah yang dijuluki sebagai “Bukit Duri” telah membuat saya memperoleh banyak pelajaran hidup yang telah membentuk saya menjadi individu seperti sekarang ini.
Menengok ke belakang, belajar di SMAN 8 Jakarta hampir terasa seperti fever dream. Tiga tahun saya di sini dipenuhi dengan campuran pengalaman berharga; buku-buku berserakan larut malam, diskusi yang mencengangkan, dan hubungan cinta-benci dengan Google Calendar yang hampir selalu penuh dengan aktivitas. Selama SMA saya mengikutsertakan diri di berbagai pengalaman yang mendorong saya untuk keluar dari zona nyaman, secara akademik dan non-akademik. Di bidang akademik, saya memimpin proyek karya tulis penelitian di bidang biologi dengan topik “Efek Fisik dan Mental Kafein terhadap Tubuh Manusia” dan menyampaikan hasil penelitian tersebut di depan guru serta teman-teman. Selain itu, saya berkompetisi dalam sebuah kompetisi sains bernama DENTINE yang diselenggarakan oleh Universitas Airlangga, di mana tim saya berhasil meraih juara 3 untuk skor terbaik Tingkat Kota DKI Jakarta dan berlanjut sampai semifinal. Selain itu, dengan konsistensi dalam mempertahankan nilai selama tiga tahun, saya berhasil mendapatkan gelar sebagai salah satu lulusan terbaik SMAN 8 Jakarta. Di bidang non-akademik, saya menjadi bagian dari ekstrakurikuler non-profit bernama Kemasyarakatan di mana saya berkontribusi sebagai Ketua Pelaksana Program Kerja bernama Thrifting For Charity. Seperti motto Kemasyarakatan “Be the change”, menjadi bagian dari ekstrakurikuler ini telah mengajarkan saya banyak hal mulai dari cara berempati dengan manusia di sekitar hingga cara untuk memanusiakan manusia. Selama menjadi bagian dari Kemasyarakatan, saya belajar bahwa happiness is only real when shared. Baik pengalaman akademik maupun non-akademik tersebut telah mengajarkan saya tentang pentingnya keseimbangan dalam hidup dan telah memungkinkan saya untuk mengembangkan keterampilan dan memperkuat nilai-nilai seperti kepemimpinan, kedisiplinan, kerja sama, dan time-management.
Lebih dari itu, selama SMA saya juga belajar mengembangkan rasa kepemilikan diri yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Hal tersebut lebih dari sekadar harus melakukan sesuatu sendiri, tetapi juga harus membuat keputusan dan bertanggungjawab terhadap akibat dari keputusan tersebut. Ini mungkin terdengar biasa bagi sebagian orang, tetapi perasaan kepemilikan diri ini sangat revolusioner bagi saya. Sebelum SMA, keterkaitan keluarga dan komunitas menciptakan tempat berlindung yang aman, tetapi terkadang itu berarti bahwa pengambilan beberapa keputusan dalam hidup saya diambil secara kolektif bukan mandiri. Oleh karena itu, rasa tanggung jawab dan keakraban baru dalam diri saya menciptakan mindset yang kuat dan jelas untuk merealisasikan mimpi saya dalam mengejar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya mengerti bahwa ini merupakan mimpi yang akan cukup sulit dan menantang. Jadi saya pikir setidaknya saya siap secara mental dan emosional untuk apa yang akan datang. Ternyata, rintangan untuk mengejar FKUI bukan hanya pada kesulitan seleksi masuk, melainkan juga berada dalam lingkungan di mana semua orang (yang bahkan lebih) tajam, cerdas, dan rajin mengejar hal yang sama. Hal tersebut dengan cepat membuat saya kewalahan dan ketakutan mulai muncul di benak saya bahwa mungkin saya tidak pantas berada di suatu tempat dengan pikiran yang begitu kuat. Itu mengganggu saya untuk sementara waktu, sampai saya mengetahui bahwa pada akhirnya, semua orang beradaptasi dan belajar untuk berkembang dengan cara mereka sendiri. Melalui proses ini, saya diingatkan bahwa kesuksesan adalah perjalanan pribadi dan saya tidak perlu membandingkan diri dengan siapa pun untuk mencapainya. Dalam proses pengejaran dan pembelajaran ini, saya berkali-kali ditolak dan dijatuhkan. Namun, saya juga belajar cara untuk bangkit dan cara untuk mengikhlaskan.
Bulan Juni penuh dengan persiapan untuk SIMAK KKI; tes IELTS, berlembar-lembar practice test, dan berbagai diskusi di tempat bimbingan belajar. Sampai akhirnya, datang hari di mana saya mengerjakan SIMAK KKI. Perasaan cemas muncul dalam benak hati saya, sampai pada suatu hari saya mendapatkan pesan WhatsApp dari FKUI bahwa saya lolos tahap pertama dan saya pun lanjut mengikuti tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) dan tes Multiple Mini Interviews (MMI). Pada tanggal 5 Juli 2023, saya memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk mengarahkan saya ke jalan yang sesuai dengan takdir dan untuk mengikhlaskan hati saya terhadap apa pun hasil pengumuman nanti. Alhamdulillah, pada pukul 16.00, saya dinyatakan menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perasaan lega dan bangga menyelimuti diri saya, segala usaha yang telah dilakukan terbayarkan pada hari itu. Saya sangat berterima kasih kepada Allah SWT, kepada keluarga saya, dan kepada semua orang yang telah mendukung saya hingga bisa menjadi bagian dari FKUI.
Kedepannya selama di FKUI saya berkomitmen untuk terus berevolusi ke arah yang lebih baik sebagai seorang manusia. Harapannya adalah saya dapat beradaptasi dengan lingkungan perkuliahan FKUI dan mengikuti segala rangkaian pembelajaran di kuliah dengan lancar. Selain akademik, saya juga berharap bisa aktif berpartisipasi dalam berbagai organisasi kemahasiswaan di kampus. Insya Allah, saya dapat diberikan kemudahan yang berlimpah dalam mencapai gelar S.Ked dan gelar yang akan saya peroleh saat study abroad. Semoga saya terus diberi kekuatan dan dukungan dari orang-orang terdekat serta diizinkan Allah SWT untuk melewati segala proses pemantasan diri hingga menjadi seorang dokter. Lalu untuk FKUI 2023 Gelora, semoga kedepannya bisa saling merangkul satu sama lain. Semoga sebagai satu angkatan kita bisa merealisasikan kata-kata yang sering diucapkan yaitu “Masuk bersama, Keluar bersama”.
Ketika koas, semoga saya mampu mengimplementasikan segala hal yang telah saya pelajari di masa pre-klinik dengan baik. Saya juga berharap dapat memberikan bantuan yang bermanfaat bagi pasien ketika nanti terjun langsung melaksanakan praktik ke masyarakat. Insya Allah saya dapat lulus tepat waktu sebagai dr. Keisha Ghiranayya Sujatmiko. Kemudian apabila diberikan izin oleh Allah SWT, saya ingin melanjutkan jenjang pendidikan menjadi seorang dokter spesialis di bidang yang ingin saya perdalami nantinya. Semoga segala ilmu yang saya peroleh nantinya bisa memberikan dampak yang positif dan bermanfaat kepada banyak orang.
Menurut KBBI, dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya[3]. Dokter ideal di mata saya adalah seseorang yang memiliki sifat mulia untuk terus menuntut ilmu, mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan, meringankan dan memulihkan penyakit, serta terus mengedukasi dan melakukan sosialisasi antarmanusia[4]. Seorang dokter harus mampu mengimplementasikan empat pilar etika kedokteran; Autonomy (menghormati hak pasien untuk menentukan nasib sendiri), Beneficence (kewajiban untuk berbuat baik), Non-maleficence (kewajiban untuk tidak berbuat buruk), Justice (memperlakukan semua orang secara setara)[5]. Peran praktisi kesehatan di Indonesia, khususnya dokter, melampaui sebatas pengobatan tetapi juga sebagai advokat kesehatan bagi pasien. Dokter berperan untuk mendampingi pasien, memberikan edukasi dan informasi, menjelaskan prosedur yang akan dilakukan sampai pasien paham, memberikan dukungan, serta melakukan pendekatan terhadap pasien, keluarga, dan masyarakat[6]. Selain itu, mereka memiliki kapasitas untuk melihat pasien secara holistik dengan mempertimbangkan dimensi biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual mereka. Sudah menjadi tugas dan kewajiban seorang dokter untuk memberikan perawatan yang mencakup aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif.
Saya percaya bahwa akses kesehatan berhak dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat. Menurut Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Indonesia saat ini hanya memiliki sekitar 120 ribu dokter aktif untuk jumlah penduduk 270 juta jiwa. Artinya, rasio dokter di Indonesia masih jauh dari rasio ideal World Health Organization (WHO) yaitu 1:1000[7]. Fakta ini menimbulkan kesadaran bahwa pelayanan kesehatan masih perlu dikembangkan dan dilakukan pemerataan pada seluruh lapisan masyarakat, terutama mengingat faktor finansial masing-masing orang yang berbeda. Oleh karena itu, sebagai seorang dokter di masa depan, saya berkomitmen untuk aktif berkontribusi dalam kegiatan sosial dengan tujuan menunjang pemerataan hak pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Sekarang setelah menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya melihat kembali semua perjuangan yang saya lewati dengan hati yang terasa penuh. Saya harap apa yang saya bagikan di sini dapat menginspirasi orang lain untuk melebarkan sayap dan mengejar mimpi. Bukan hanya untuk mengejar ilmu pengetahuan yang ingin diserap, melainkan juga menanamkan pola pikir berharga yang ditawarkan oleh perjalanan lika-liku ini. Segala rezeki yang ditakdirkan untuk kita, akan selamanya menjadi milik kita. Percayalah bahwa Allah SWT tidak akan pernah memberikan kita beban di luar kesanggupan kita seperti yang dikatakan-Nya di surah Al-Baqarah : 286[8].
DAFTAR REFERENSI
[1] LaRusso NF. In memoriam–Martin Brotman, (1939-2020). AGA Institute. 2021 April 2 [cited 2023 Aug 8]; 160(6):1908-1909. Available from: https://doi.org/10.1053/j.gastro.2021.04.001
[2] Palavicini G. Medicine, health and the human side: responsibility in medical practice. Springer Nature. 2022 Jan 8 [cited 2023 Aug 8]; 25:289-297. Available from: https://doi.org/10.1007/s11019-022-10065-4
[3] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. “Dokter”. KBBI Daring. c2016 [updated 2023 Apr; cited 2023 Aug 8]. Available from: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/dokter
[4] Álvarez Gallesio JM, Borracci RA, Cabrera S, Ciambrone G, Matayoshi C, Rossi F. What patients consider to be a 'good' doctor, and what doctors consider to be a 'good' patient. Rev Med Chil [Internet]. 2020 Jul [cited 2023 Aug 8]; 148(7):930-938. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33399677/
[5] Heston TF, Pahang J. Moral injury and the four pillars of bioethics. F1000Research [Internet]. 2019 Jul 26 [cited 2023 Aug 8]; 8:1193. Available from: https://doi.org/10.12688/f1000research.19754.1
[6] Megawangi SR. Peran dokter layanan primer, menyehatkan penduduk Indonesia [Internet]. Yogyakarta: FK-KMK UGM; 2017 April 4 [cited 2023 Aug 8]. Available from: https://fkkmk.ugm.ac.id/peran-dokter-layanan-primer-menyehatkan-penduduk-indonesia/
[7] Maudisha. Menkes RI Budi Gunadi Sadikin bicara soal transformasi sistem kesehatan Indonesia hadiri Dies Natalis ke-62 FKG UI [Internet]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2022 Des 9 [cited 2023 Aug 8]. Available from: https://www.ui.ac.id/menkes-ri-budi-gunadi-sadikin-bicara-soal-transformasi-sistem-kesehatan-indonesia-hadiri-dies-natalis-ke-62-fkg-ui/
[8] Jajasan Penjelenggara Penterdjemaah/Pentafsir Al-Qoeraan (19670/Tim Penyempurnaan Terjemahan Al-Qur’An (2016-2019). Al-Qur’an dan terjemahannya edisi penyempurnaan 2019, juz 1-10. 1st ed. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. 2019 [cited 2023 Aug 8]. Available from: https://pustakalajnah.kemenag.go.id/detail/135
Comentários