- Jonathan Adiyatma Eka Putra
- Aug 12, 2023
- 8 min read
Updated: Aug 13, 2023
Narasi Perjuangan
Kabut masih tebal kala itu, mengaburkan pandangan, sulit melihat jauh maupun dekat. Mencoba keluar, berlari, terengah-engah, namun nampaknya kabut itu tidak ada habisnya. Sudah hampir menyerah, “sepertinya mimpi itu memang terlalu jauh”. Ketika sesuatu terasa tidak mungkin terjadi, terkadang bahkan keajaiban tidak dapat membantu. Namun seperti pepatah, menyerahpun harapan akan tetap ada. Tepat sebelum keputusasaan mengambil alih, matahari terbit menghilangkan kabut itu. Didepan terlihat garis start yang harus kulewati, ternyata ini bukanlah akhir, melainkan awal sebuah perjuangan baru.
Jonathan Adiyatma Eka Putra, “Jojo” begitu ia akrab dipanggil oleh teman-temannya. Seorang anak biasa, alumni SMAN 74 Jakarta Selatan yang tidak pernah menyangka dirinya sekarang menjadi seorang mahasiswa Pendidikan Dokter Reguler di universitas terbaik yang menyandang nama Indonesia. Menjadi dokter sebenarnya bukan mimpi pertamanya, dulu ia pernah bermimpi menjadi seorang pemadam kebakaran, astronot, guru, dan bahkan seorang ahli pertanian. Semakin dewasa usia, pikirnya menjadi seorang dokter sejalan dengan visi hidupnya untuk membantu banyak orang.
Sejak kecil Jojo sudah sering mengunjungi dokter, cukup sering hingga Jojo kecil selalu menangis saat melewati sungai dekat tempat praktik dokter di kampung halamannya Surabaya. Jojo kecil sudah terlalu akrab dengan rasa sakit dari jarum suntik, rasa pahit dari antibiotik yang selalu diberikan dokternya, hingga ia bosan dengan situasi yang diulang-ulang itu. Untuk perbandingan rata-rata orang hanya terkena sekali DBD selama masa hidupnya, sedangkan Jojo kecil sudah 6 kali terkena DBD selama 4 tahun saat Ia tinggal di Palu, Sulawesi Tengah. Di beberapa wilayah memang kasus demam berdarah lebih sering ditemukan daripada di wilayah lain, Indonesia termasuk diantara yang cukup sering ditemukan kasus DBD [1], namun tetap saja 6 kali dalam 4 tahun itu adalah jumlah yang banyak. Saking seringnya sakit, Jojo kecil sampai dikenal oleh banyak staff rumah sakit dan dokternya pun sudah hafal dengan Jojo kecil. Selama masa hidupnya Jojo memang senang membantu orang lain, Ia tidak tega dengan orang yang terlihat kesulitan, hatinya selalu tergerak untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Jojo kecil sadar bahwa dokter-dokter yang sering merawatnya merupakan orang-orang pilihan dengan hati mulia yang membantu orang sakit untuk mencoba menyembuhkan mereka. Melihat mulianya pekerjaan seorang dokter, ia pun bermimpi untuk menjadi seorang dokter.
Jonathan merupakan murid yang cukup unggul dalam pembelajaran di sekolah. Sejak SD hingga SMA ia sangat sering mendapatkan peringkat pertama dan tidak pernah absen dari 3 besar di kelasnya. Jojo sudah sangat tertarik membaca buku-buku pengetahuan sejak kecil. Apapun jenisnya, Jojo selalu menuntaskan buku-buku tersebut walaupun tidak jarang ada hal-hal yang ia kurang mengerti, namun diluar itu ia sangat menikmati mencari ilmu-ilmu baru. Hobinya membaca buku membuat ia dengan mudah menguasai materi-materi disekolah terutama materi terkait mahkluk hidup. Walaupun ia unggul dalam bidang akademik, ia tahu bahwa hanya mendapat nilai yang bagus tidak akan menjadikannya seorang dokter. Dibutuhkan dedikasi lebih diluar sekolah untuk memudahkannya mendapatkan sekolah kedokteran terbaik. Jojo dimasa SD-nya mulai mengikuti lomba-lomba sains untuk menambah wawasan dan prestasi. Namun saat mengikuti lomba-lomba tersebut ia sadar bahwa “pintar” saja tidak cukup. Lawan-lawannya tidak hanya pintar, mereka juga tekun berlatih untuk meraih gelar juara. Singkat cerita, Jojo SD tidak berhasil mendapatkan satupun gelar juara di perlombaan. Selama masa SD, Jojo kecil harus menyesuaikan budaya di 2 tempat yang sangat kontras dari Palu ke Tangerang Selatan. Oleh karena itu, masa-masa SD-nya lebih banyak ia habiskan untuk membenahi dirinya sendiri dan relasinya dengan orang lain.
Memasuki masa SMP, Jojo kecil sekali lagi pindah kesekolah baru. Kali ini penyesuaian yang harus ia lakukan tidaklah lama, ia cepat mendapatkan teman sehingga ia sangat menikmati masa-masa SMP-nya. Jojo kecil mulai aktif di organisasi sekolah. Dimulai dari anggota OSIS, Jojo mengerjakan tugasnya dengan baik hingga dipercaya menjadi salah satu calon ketua OSIS ditahun keduanya di SMP. Dipercaya oleh teman-temannya yang memilihnya, Jojo mememangkan pemilihan ketua OSIS dengan cukup meyakinkan. Jojo di masa SMP sangat aktif dalam kegiatan organisasi dan ekstrakulikuler. Disamping menjadi seorang ketua OSIS, Jojo juga menjadi anggota tim basket (walaupun ia sangat tidak kompeten) dan anggota klub IPA untuk menyalurkan hobinya. Di kelas 8, Jojo mengikuti lomba Pesparawi (Pesta Paduan Suara Gerejawi) yang diikuti oleh ke-34 provinsi di Indonesia. Dilomba itu, Jojo berhasil mendapatkan medali perunggu.
Sama seperti di SD, Jojo tetap berusaha mempertahankan peringkat 1 yang belum pernah ia jatuhkan pada orang lain, namun karena ia juga fokus di kegiatan ekstrakulikuler ia tidak bisa mempertahankan peringkat satunya itu. Beberapa semester Jojo hanya berhasil menduduki peringkat kedua atau ketiga, walaupun beberapa kali ia juga berhasil menduduki peringkat pertama.
Mengikuti klub IPA, Jojo dipercaya untuk mewakili sekolah untuk mengikuti OSN IPA 2 kali, di kelas 7 dan di kelas 8. Belajar dari pengalamannya di SD, Jojo bertekad untuk paling tidak lolos ke tingkat provinsi. Jojo mulai belajar dengan didampingi oleh guru-gurunya di SMP. OSN IPA tingkat SMP melombakan 3 mata pelajaran yang digabungkan, yakni biologi, fisika, dan kimia. Jujur dari kecil, Jojo tidak begitu menyukai mata pelajaran yang berhubungan dengan hitungan seperti matematika dan fisika. Walaupun ia bisa belajar dan menyelesaikan soal-soalnya, tetap saja ia tidak bisa mencintai pelajaran-pelajaran tersebut. Jojo cukup mampu untuk menguasai bagian kimia dan biologi, namun dirinya menolak untuk mempelajari fisika. Berpikir bahwa bekal pelajaran biologi dan kimia akan mampu membawanya lolos ke tingkat provinsi. Setelah hasilnya diumumkan ternyata ia hanya mendapatkan peringkat ke-41 di percobaan pertamanya. Ditahun kedua, ia kembali lagi mencoba untuk lolos ke tingkat provinsi. Nahas, hingga saat ini ia masih belum mengetahui hasil dari perlombaan itu, bagaimanapun juga ia yakin bahwa yang lolos bukanlah dirinya. Jojo merasa bahwa kelemahannya dalam mata pelajaran yang membutuhkan perhitungan menjadi masalah utama dari kegagalannya di OSN SMP. Sepertinya prediksinya itu terbukti benar. Di akhir masa SMP, Jojo dipercaya sekali lagi untuk mewakili sekolahnya mengikuti lomba. Kali ini lomba yang ia ikuti adalah lomba biologi yang diadakan disekolahnya. Walaupun ini lomba yang diadakan sekolahnya, lomba ini merupakan lomba yang banyak diikuti oleh siswa-siswa sekolah lain. Ia bersama dengan temannya berhasil mendapatkan juara harapan 2, yah walaupun memang ia tidak berhasil mendapatkan juara 3 besar, paling tidak hal tersebut menjadi bahan bakar baru untuk mengejar mimpinya menjadi dokter. Kemenangan itu memberinya motivasi untuk terus mencoba mengikuti lomba-lomba di jenjang yang lebih tinggi. Jojo kecil bisa dibilang lulus dengan premature. Bagaimana tidak, seharusnya ia adalah angkatan terakhir yang mendapatkan ujian nasional. Tuhan berkata lain, ditahun itu Covid-19 mewabah di Indonesia. Libur yang awalnya 2 minggu menjadi 2 tahun ditambah dengan ditiadakannya UN sehingga angkatan tahun itu diluluskan secara langsung. Cukup mengagetkan, namun disisi lain hal tersebut juga bisa dilihat sebagai keberuntungan.
Di masa SMA, Jonathan merasakan kegagalan pertamanya. Ia ditolak masuk ke SMAN 2 Tangerang Selatan, SMA impiannya. Ia juga ditolak di SMAN 3 Tangerang Selatan karena berbeda kelurahan. Ia kembali ditolah dari SMAN 47 dan 86 Jakarta Selatan dari jalur prestasi luar DKI karena nilai dan akreditasi SMP-nya. Akhirnya di kesempatan terakhirnya, ia diterima di SMAN 74 Jakarta Selatan. Bersekolah di DKI Jakarta merupakan tantangan baru baginya. Satu setengah tahun ia lewati tanpa bertemu dengan teman maupun gurunya secara langsung. Belajar dari rumah membuat ia sulit fokus dan terkadang guru yang mengajar tidak bisa maksimal karena satu dan lain hal seperti sinyal. Setengah masa terakhirnya di SMA, akhirnya ia diperbolehkan melakukan pembelajaran luring di sekolah. Muncul tantangan baru yang harus ia hadapi. Jarak dari rumah dan sekolah yang jauh mengharuskan ia berangkat dari rumah paling lambat pukul 05:15 agar tidak terlambat masuk kelas. Suatu ketika, ia pernah berangkat dari rumah pukul 6 pagi. Pada akhirnya ia tidak terlambat masuk sekolah, ya walaupun ia harus menerobos orang-orang yang berangkat kerja ditambah sprint dari stasiun ke pangkalan ojek online. Selama SMA, Jojo kembali fokus ke pembelajaran akademis untuk mengejar universitas terbaik melalui jalur SNBP. Jerih payahnya membuahkan hasil, ia berhasil meraih peringkat 1 dikelasnya setiap semester. Jojo juga berhasil mendapatkan peringkat 1 untuk siswa eligible dengan nilai rata-rata 94.
Tidak hanya fokus untuk mengikuti pembelajaran di SMA, waktu itu Jojo juga kembali mencoba mengikuti OSN yang sempat berganti nama menjadi KSN. Berbeda dari SMP, di SMA OSN dibagi menjadi mata pelajaran spesifik seperti Biologi, kimia, fisika, informatika, matematika, ekonomi, dan geografi. Berangkat dari kecintaannya pada biologi, ia memilih bidang lomba biologi. Dengan kepercayaan yang diberikan oleh sekolah, ia memulai perjalannya mendapatkan juara yang belum pernah ia dapatkan. Jujur pada saat itu, Jojo merasa bahwa untuk mulai belajar dari 0 adalah hal yang cukup mustahil. Tapi Jojo kembali mengingat bahwa mimpinya adalah menjadi dokter ia tidak menghiraukan perasaannya dan mulai belajar benar-benar dari 0. Betapa senangnya ia saat ternyata ia berhasil lolos ke tingkat provinsi, kemudian ke tingkat nasional, hingga pada akhirnya ia mendapatkan medali perak di tingkat nasional. Sebagai seorang medalis ia diwajibkan mengikuti pelatihan nasional untuk mempersiapkan anak-anak yang akan dikirim mewakili Indonesia di IBO (International Biology Olympiad). Saat itu ia belum terpilih mewakili Indonesia ke Armenia untuk IBO. Tahun kedua, ia masih dapat mengikuti OSN Biologi sekali lagi. Jojo berhasil mendapatkan medali perak untuk kedua kalinya.
Waktu perolehan medali peraknya yang kedua bertepatan dengan pendaftaran SNBP yang sudah ia nanti-nantikan. Di masa-masa inilah Jojo mendapatkan pukulan terbesarnya. Di SNBP ia ditolak oleh UNDIP untuk prodi Pendidikan dokter. Tidak menyerah ia kembali lagi mencoba jalur prestasi UNDIP dan UGM. Berbekal prestasi medali peraknya, Jojo sudah yakin bahwa ia akan diterima. Seperti pada cerita yang lain, ia ditolak oleh kedua universitas tersebut. Kemudian Jojo kembali mencoba di SNBT untuk UI dan UNS. Jujur Jojo sudah tidak yakin dengan hasil SNBT-nya karena memang ia tidak memiliki banyak waktu untuk belajar. Benar saja ia ditolak juga di SNBT. Pada akhirnya saat sudah hampir menyerah ia mendaftar jalur prestasi SMJP UNS dan SJP Olimpiade UI. Sungguh senang pada akhirnya ia diterima di kedua perguruan tinggi tersebut. Tanpa pikir panjang, Jojo langsung memutuskan untuk memilih UI sebagai universitas terbaik di Indonesia.
Benar bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil, tidak ada perbuatan yang sia-sia, yang ada hanyalah penantian untuk kapan saatnya bunga yang kita sirami setiap hari akan mekar. Kisah dari Jonathan belum selesai, masih banyak episode-episode baru yang harus ia lalui, banyak permasalahan dan rintangan baru yang harus ia taklukkan. Namun satu hal yang pasti, kesalahan yang sama tidak akan ia ulang kembali. Manusia tidak hanya tumbuh, mereka juga berkembang dalam pemikiran dan kedewasaan mental.
Setelah diterima, Jojo memiliki komitmen untuk melakukan yang terbaik di UI. Jika dulu ia masih memiliki sifat setengah-setengah dan hanya mencoba untuk bertahan hari demi hari, sekarang ia bertekad untuk menghidupi tiap hari dengan semangat penuh dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Jonathan versi terbaru ini memiliki harapan untuk menjadi dokter yang ideal.
Dokter ideal merupakan dokter yang memiliki karakter dasar kedokteran yaitu Kesantunan, kesejawatan, dan kebersamaan[2]. Kementrian kesehatan menyebutkan bahwa Kesantunan adalah perilaku dan kemampuan komunikasi dokter terhadap sesama manusia, kesejawatan adalah kemampuan dokter dalam menjaga etos dan profesionalitas yang ia miliki, dan terakhir kebersamaan adalah kemampuan dokter untuk bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain untuk melayani masyarakat yang membutuhkan[3]. Dokter memang memiliki tugas utama untuk mengobati pasien yang sakit, walaupun demikian dokter juga memiliki tugas untuk mengayomi dan mendampingi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan di Indonesia[4]. Saat saya sudah menjadi dokter nanti, saya tidak hanya akan fokus untuk mengobati pasien, saya juga akan mencoba untuk menciptakan gagasan dan penemuan-penemuan baru dibidang kesehatan. Tidak sampai disitu saja, saya juga memiliki mimpi untuk kembali ke UI setelah lulus untuk menjadi seorang dosen/pengajar.
Saat ini Indonesia masih sangat kekurangan tenaga kedokteran. Menurut survei yang dilakukan oleh Kemenkes, saat ini Indonesia masih sangat membutuhkan dokter umum maupun dokter spesialis. Rasio 1 dokter untuk 100.000 penduduk masih sangat kurang dibandingkan target minimum yaitu 3 dokter untuk setiap 100.000 penduduk Indonesia[5]. Untuk teman-teman yang memiliki mimpi untuk menjadi seorang dokter dan masuk ke FK UI, perjalanan yang harus kalian tempuh untuk masuk tidaklah mudah. Mental dan kegigihan kalian akan diuji sejak awal masa SMA kalian. Sertifikat tingkat nasional belum menjamin diterimanya kalian di Universitas terbaik ini. Akan banyak hal dan kesenangan yang harus kalian korbankan. Mungkin dimasa SMA kalian masih berpikir untuk menikmati masa-masa itu dan bersenang-senang, namun percayalah, jika mimpi kalian memang adalah menjadi seorang dokter, kedewasaan kalian dituntut sejak mimpi tersebut kalian putuskan. Akhir kata, jangan biarkan kata-kata orang lain mempengaruhi niat kalian untuk menjadi seorang dokter. Seperti kata Pak Presiden Ir. Soekarno “bermimpilah setinggi mungkin, agar saat kalian terjatuh, kalian akan terjatuh diatas bintang-bintang”.
Daftar Pusaka:
European Centre for Disease Prevention and Control, Geographical distribution of dengue cases reported worldwide, 2021 [Internet]. Europe: European Centre for Disease Prevention and Control; 2021 Jan 10 [cited 2023 Aug 6]. Available from: https://www.ecdc.europa.eu/en/publications-data/geographical-distribution-dengue-cases-reported-worldwide-2021
Rokom, 3 karakter ini harus dimiliki seorang dokter [Internet]. Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2018 Des 15 [cited 2023 Aug 6]. Available from: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20181215/4928833/3-karakter-harus-dimiliki-seorang-dokter/
Andrianto W, Kode etik kedokteran Indonesia sebagai penjaga profesionalitas dokter oleh Wahyu Andrianto [Internet]. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 2022 Des 5 [cited 2023 Aug 6]. Available from: https://law.ui.ac.id/kode-etik-kedokteran-indonesia-sebagai-penjaga-profesionalitas-dokter-oleh-wahyu-andrianto/
FK-UGM, Peran dokter layanan primer, menyehatkan penduduk Indonesia [Internet]. Yogyakarta: FKKMK UGM; 2017 Apr 4 [cited 2023 Aug 6]. Available from: https://fkkmk.ugm.ac.id/peran-dokter-layanan-primer-menyehatkan-penduduk-indonesia/
Sekretariat Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan, Strategi kementerian kesehatan dalam menanggulangi kekurangan dokter di Indonesia [Internet]. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan; 2022 [cited 2023 Aug 6]. Available from: https://ditjen-nakes.kemkes.go.id/berita/strategi-k-63eb19070baf8
Comments