- Jasmine Agasdi Adinda
- Aug 13, 2023
- 9 min read
Updated: Aug 13, 2023
Narasi Perjuangan
Haloo semua! Perkenalkan nama saya Jasmine Agasdi Adinda, biasa dipanggil Jasmine. Saya menempuh pendidikan sebelumnya di SMA Negeri 68 Jakarta. Ya, sekolah yang mungkin kebanyakan orang tahu letaknya hampir bersebelahan dengan FKUI Salemba. Saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur SNBT atau jalur ujian tulis nasional. Program yang saya ikuti adalah program Pendidikan Dokter Reguler. Masih tergambar jelas di ingatan saya, tanggal 20 Juni 2023 adalah hari yang cukup mengesankan. Hal itu disebabkan euforia saya dan kedua orang tua saya saat melihat pengumuman bahwa saya diterima di sekolah kedokteran terbaik se-Indonesia.
Mendengar kabar gembira itu, hampir seluruh keluarga besar saya mengucapkan selamat dan turut bangga karena mereka tahu ketatnya persaingan untuk masuk ke FK UI sendiri. Saat kedua orang tua saya tahu saya ingin menjadi dokter pun, mereka langsung mengarahkan saya untuk masuk ke FKUI. Keunggulannya telah diakui baik di dalam maupun luar negeri sehingga dapat menempati posisi 251-300 menurut pemeringkatan QS WUR oleh Subject. FKUI yang merupakan sekolah kedokteran tertua dan terbaik di Indonesia membuatnya mempunyai daya tarik tersendiri bagi semua orang yang ingin bercita-cita menjadi dokter.
Dengan memilih Kedokteran UI yang telah terjamin akreditasinya dan menduduki peringkat terbaik untuk sekolah kedokteran di Indonesia menjadi salah satu alasan saya memilih FKUI. Fasilitas dan pengajarnya pun sudah sangat memadai dan menunjang para mahasiswanya. Mempunyai klinik dan laboratorium yang lengkap dapat mengasah kemampuan dan pengetahuan mahasiswanya. Banyak alumni dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang telah menorehkan prestasi, baik di kancah nasional maupun internasional, membuat saya ingin mengikuti jejaknya.
Sejak kecil, saya sudah memiliki impian untuk menjadi dokter. Tentunya hal itu sebagian besar terinspirasi oleh beberapa anggota keluarga besar saya yang menjadi dokter. Baik dokter spesialis, dokter gigi, maupun dosen yang mengajar mahasiswa kedokteran. Akan tetapi, motivasi terbesar saya menjadi dokter adalah untuk menolong sesama. Sounds cliche, i know. Walaupun begitu, saya yakin tujuan awal dan pertama saya akan mengantarkan saya untuk menjadi dokter yang baik. FKUI adalah wadah yang tepat sebagai awalan untuk menggapai mimpi saya.
Awal mula ketika saya masih membayangkan untuk menjadi dokter dimulai saat saya masih berada di bangku sekolah dasar. Saya ingat sekali dahulu wali kelas saya pernah bertanya, “Nanti kalo udah besar mau jadi apa?” Saya dengan mantap pun menjawab, “Pengen jadi dokter, biar kalo ada keluarga aku ada yang sakit bisa aku langsung tolongin.” “Wah bagus, tetapi kalau mau jadi dokter, konsisten ya pertahanin cita-cita kamu nanti sampai besar.” Waktu itu, saya masih belum mencerna dengan sempurna apa yang dimaksud wali kelas saya dahulu. Namun, sekarang saya dapat mengerti dengan jelas apa yang ia ingin sampaikan. Selain membutuhkan biaya yang tak sedikit, menjadi dokter juga membutuhkan proses yang sangat lama. Banyak pengorbanan tenaga dan waktu agar lulus menjadi dokter. Maka dari itu, diperlukan konsistensi dan keyakinan besar untuk menekuni profesi tersebut. Dari kelas 1 hingga kelas 6 SD, saya masih berkeinginan kuat untuk menjadi dokter. Saya pun pernah ditunjuk untuk mewakili sekolah dalam OSN IPA hingga tingkat provinsi. Lomba-lomba yang pernah saya ikuti hampir semuanya berhubungan dengan IPA. Akan tetapi, selain lomba dalam bidang akademik, saya juga pernah mengikuti lomba pidato beberapa kali baik di tingkat sekolah maupun regional. Puncaknya, saya pernah diundang untuk mengisi acara antikorupsi Kemendikbud pada tingkat sekolah dasar. Pengalaman-pengalaman itu yang membentuk karakter daya juang saya sejak kecil. Semangat dengan ambisi juga menyertai saya dalam meraih semua pencapaian selama itu.
Setelah mengikuti proses pembelajaran pada sekolah dasar, sampailah saat ujian nasional diadakan. Selama dua bulan saya fokus belajar demi mendapat NEM yang memuaskan dan masuk ke SMP impian saya, yaitu SMPN 115 Jakarta. Sejak kelas 5 SD, saya sudah menargetkan untuk bersekolah di SMPN terbaik se-Jakarta. Hari-H UN dilaksanakan, saya jatuh sakit sehingga saya sudah pesimis akan hasil NEM saya. Namun, atas berkah Tuhan dan restu orang tua beserta usaha saya, hasil ujian saya memuaskan sehingga saya lolos ke SMP impian saya. Lingkup pembelajaran dan pertemanan saya di SMPN 115 sangat suportif dan membantu saya dalam menggali potensi diri. “Nanti kamu bakal kuliah dimana?” “Mau masuk jurusan apa?” Itulah pertanyaan yang sering kali terdengar dari mulut teman-teman saya. Sejak kelas 7 SMP, kami sudah memikirkan rencana kami ke depannya. Tak lupa, saya juga menambah pengalaman organisasi saya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler. Fotografi dan Media Siswa adalah kedua ekskul yang saya pilih untuk menunjang kegiatan non-akademik sekolah. Banyak hal bermanfaat, seperti teamwork dan leadership skill saya dapatkan setelah mengikuti kedua ekskul tersebut. Kelas 8 SMP adalah masa saat saya bimbang akan pilihan saya untuk melanjutkan impian menjadi dokter atau tidak. Saya merasa saya kurang mengeksplor profesi lainnya sehingga saya memutuskan untuk berhenti ingin menjadi dokter untuk sementara waktu. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk fokus mengejar SMA impian saya. Untungnya, walaupun saya masih bimbang akan rencana kuliah, saya tetap memilih jurusan IPA sebagai minat saya. Takdir berkata lain, COVID-19 menghampiri kita semua dan menyebabkan ujian nasional dihapus. Namun hal tersebut tidak membuat masa SMP saya menjadi tidak mengesankan, justru menurut saya masa SMP merupakan titik balik, saya belajar hal baru dan bertemu banyak orang inspiratif, teman-teman yang masih menjadi sahabat saya sekarang.
Akibat dari penghapusan ujian nasional, jalur masuk SMA dapat dilihat berdasarkan performa raport. Saya sudah menyerahkan semuanya pada nilai raport saya, yang untungnya stabil dan meningkat selama SMP. Akhirnya saya menempuh pendidikan SMA di SMAN 68 Jakarta. Inilah yang menjadi titik awal perjuangan saya yang sebenarnya dalam mengejar FK UI. Laptop saya menjadi saksi usaha saya untuk meraih nilai yang memuaskan. Lalu, saat belajar biologi kelas 10, sempat terbesit dalam pikiran saya untuk mengembalikan impian saya menjadi dokter. Akan tetapi, saat itu saya masih belum 100% yakin akan keputusan tersebut. Selain mengejar prestasi akademik, saya juga memutuskan untuk menambah pengalaman organisasi internal maupun eksternal. Dimulai dari saat saya bergabung ekskul cheerleader dan pecinta alam. Kedua ekskul tersebut benar-benar melatih time management saya untuk membagi waktu antara pelajaran sekolah dan urusan ekskul. Ada masa dimana saya sibuk membagi waktu antara mengikuti latihan dan lomba-lomba cheers, mengikuti dan mengadakan kegiatan pecinta alam, seperti climbing dan caving, serta ujian-ujian tengah dan akhir semester. Pada akhirnya, saya bisa melewati semua itu berkat dukungan dari kedua orang tua saya. Namun, puncak dari banyaknya kegiatan tersebut terjadi pada kelas 11. Saya diberikan kepercayaan untuk menjadi ketua ekskul cheerleader dan tim pendidikan dasar (diksar) pecinta alam. Kedua posisi tersebut memberikan saya banyak kesibukan, terlebih posisi diksar membuat saya dan partner saya memberikan pelatihan bagi anggota baru ekskul pecinta alam. Tim cheers kami pun tidak lupa untuk menjuarai beberapa perlombaan, baik tingkat regional maupun nasional. Kesibukan ekskul tidak semata-mata membuat saya melupakan kewajiban saya sebagai siswa. Alhamdulillah, nilai saya stabil dan meningkat. Ditambah, saya dan teman saya berkesempatan untuk mengikuti beberapa lomba kedokteran, salah satunya National Medical and General Biology Competition yang diselenggarakan oleh AMSA FK UI. Walaupun perjalanan kami terhenti di babak final, pengalaman dari lomba tersebut menambah keyakinan saya untuk tetap mengejar FKUI sebagai tujuan utama saya.
Tibalah saat yang paling menentukan, yaitu kelas 12. Menurut saya, kelas 12 adalah masa yang paling menegangkan, namun juga paling seru di SMA. Selain kami mendapat kesempatan terakhir untuk bersekolah bersama teman-teman, kami juga dituntut untuk fokus kepada masa depan. Peringkat saya tidak pernah di luar 5 besar selama kelas 10 hingga kelas 12. Saat kuota undangan (SNBP) dibagikan, saya merasa cukup puas akan peringkat angkatan saya. Saya mantapkan hati saya untuk memilih FKUI, walaupun saya tahu kecil kesempatan saya untuk memasuki FKUI lewat jalur undangan. Benar saja, saat keluar pengumuman, saya ditolak. Kecewa. Kesal. Sedih. Itulah hal yang saya rasakan saat melihat pengumuman. Namun, saya sadar itu sudah menjadi takdir saya dan saya harus bangkit dalam kekecewaan ini. Saya belajar untuk ujian tulis nasional (UTBK-SNBT) tidak kenal waktu di rumah. Tiap hari, saya juga menyempati untuk ikut les di tempat bimbel saya. Setiap saya merasa capek dan down, saya terus mengingatkan diri sendiri untuk tetap fokus tujuan awal. Saat memilih lokasi UTBK pun, saya juga berharap agar dapat di FK UI Salemba, agar saya bisa masuk dan menjadikannya sebagai motivasi saya. Setelah saya mengerjakan UTBK, saya merasa lega dan kosong di waktu bersamaan. Untuk hasilnya, saya sendiri sudah tidak memikirkan karena saya yakin saya sudah melakukan yang terbaik saat SNBT. Istirahat dirasa cukup, saya melanjutkan belajar untuk SIMAK kala itu. Ingat sekali saya saat itu, harapan dan doa dari saya dan kedua orang tua tidak pernah berhenti agar lulus di SNBT agak tidak perlu mengikuti mandiri. Alhamdulillah, Allah kabulkan dan saya lolos pada pilihan pertama saya, Pendidikan Dokter Universitas Indonesia.
Saya yakin perjuangan yang saya lalui untuk masuk ke FKUI, dengan tidak mudah, tidak akan sia-sia. Banyak hal yang telah saya perjuangkan untuk masuk ke FKUI sehingga saya akan berkomitmen untuk terus meng-upgrade diri saya. Tentunya dengan kehendak Allah SWT dan dukungan kedua orang tua akan melancarkan proses pembelajaran saya di sini.
Saya harap menjadi mahasiswa baru FKUI membawa beberapa perubahan baik bagi diri saya. Seperti contoh misalnya, dapat menggunakan waktu dengan efisien dan efektif dan memiliki komitmen yang kuat dalam perjalanan yang panjang ini untuk menjadi dokter. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi versi terbaik diri saya.
Saya juga berharap saya akan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman saat belajar di FKUI. Ke depannya, saya juga berharap untuk kesolidaritas dan kekompakan Angkatan 2023 tetap dijaga dan dapat lolos bersama hingga menjadi dokter yang berkualitas.
Dokter ideal sendiri sangat berhubungan dengan perintah moral dan intelektual. Hal ini disebabkan karena profesi kedokteran adalah profesi yang luhur, yang berkaitan dengan kepentingan kesejahteraan manusia. Seorang tidak dibenarkan melakukan tindakan pelayanan kesehatan apabila tidak memiliki keterampilan, pengetahuan termasuk pengalaman yang sesuai ketentuan terkait mengenai bagaimana langkah dan upaya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap seorang pasien[1]. Keterampilan tersebut mencakup komunikasi yang baik dengan pasien. Pandangan terkait dokter ideal sangat berpengaruh. Menurut Suyono dalam buku Sahabat Sehat : Pola Komunikasi Ideal dan Dokter Dambaan Pasien dijelaskan, biasanya informasi dari pasien kurang diperhatikan. Padahal itu tidak kalah penting daripada anamnesis karena hasil wawancara yang baik bisa menyumbang hingga 80% diagnosis pasien ditunjang dengan sekitar 20% pemeriksaan penunjang lain seperti Laboratorium, Radiologi: X-Ray, CT- scan, MRI, Echo, Doppler dan lainnya[2].
Menurut Afandi (2017), nilai luhur yaitu altruisme harus dimiliki oleh dokter ataupun nakes lainnya, seperti perawat, untuk memprioritaskan kebutuhan pasien agar menampilkan performa kerja terbaik[3]. Akan tetapi, hak dokter juga perlu diperhatikan. Menurut Lumbantobing, karena sekarang praktik kedokteran lebih rapi diatur dalam peraturan perundang-undangan selain etika kedokteran, diharapkan hak dan kewajiban dokter menjadi lebih seimbang bukan sekedar anggapan bahwa dokter adalah pekerja kemanusiaan yang bekerja hanya untuk kebaikan orang lain (altruisme) semata[4].
Kontribusi dokter terhadap masyarakat bukan lagi mengadakan pelayanan kesehatan secara gratis, karena menurut Ikawati dalam jurnal Analisis Kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Terhadap Tingkat Kepuasan Masyarakat di Desa Bulo Wattang Kecamatan Panca Rijang . rata-rata sebesar 49% masyarakat Bulo Wattang, Sulawesi Selatan merasa tidak puas dengan pelayanan kesehatan gratis yang diberikan[5]. Namun untuk menaikkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gratis dengan dukungan dan insentif dari pemerintah. Saya sendiri ingin menjadi dokter yang beretika dan terus berinovasi karena dunia medis akan selalu mengalami perkembangan. Kedua hal tersebut, menurut saya, mencakup segi baik akademik maupun moral.
Selama masa pre-klinik, saya berencana akan berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam bidang akademis maupun non-akademis. Saya akan berusaha agar dapat lulus, lalu mendapatkan IPK yang memuaskan agar dapat membanggakan kedua orang tua saya. Kegiatan organisasi baik di dalam maupun luar kampus akan saya ikuti untuk menambah pengalaman. Saya akan fokus untuk terus meningkatkan value diri saya. Dengan penuh tanggung jawab, saya berencana akan belajar dengan rajin agar dapat berprestasi dan terus berkembang, turut serta dalam kegiatan jurusan, mentaati semua aturan yang telah ditetapkan dan menjaga nama baik civitas akademik UI.
Rencana saya ketika sudah menjadi koas adalah belajar hal-hal baru semaksimal mungkin serta melatih diri saya untuk menjadi dokter sehingga ketika nanti jika saya sudah mulai bekerja sebagai dokter, saya dapat melayani pasien dengan penuh tanggung jawab. Saya juga berencana untuk menghadapi dunia koas dengan persiapan yang cukup, semangat, dan restu Tuhan beserta kedua orang tua agar kehidupan koas saya akan lancar dan berjalan sukses. Setelah mendapat gelar S.Ked dengan nilai yang memuaskan dan menyandang gelar Dokter di depan nama saya, membuka praktik sendiri atau bekerja di rumah sakit besar di ibukota adalah hal pertama yang akan saya kerjakan dan usahakan. Ke depannya, saya akan mengambil spesialis jantung. Alasan terbesar saya untuk mengambil spesialis ini adalah penyakit yang berhubungan dengan jantung masih berpengaruh secara signifikan pada masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, masih banyak dokter yang dibutuhkan oleh mereka. Selain itu, menurut saya jantung adalah bagian tubuh yang sangat menarik untuk dipelajari. Jantung merupakan organ yang vital dan jika kesehatannya terganggu, akan berakibat fatal bagi kegiatan manusia. Terakhir, jantung terdiri dari bagian kompleks yang akan melatih kita untuk mengambil keputusan secara tepat dan cepat saat operasi sedang berlangsung.
Saya akan menerapkan ilmu-ilmu yang telah saya dapatkan, khususnya dalam bidang kedokteran kepada masyarakat dengan cara membangun dan meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat dan membantu mewujudkan program pemerintah mengenai kesehatan masyarakat agar tercapai. Selain itu, menurut data BPS, sebenarnya jumlah dokter sendiri sudah cukup banyak di Indonesia, namun persebarannya sama sekali belum merata. Ditambah, jumlah dokter spesialis berbanding terbalik dengan dokter umum[6]. Harapannya, setelah saya mendapat gelar dokter spesialis, saya dapat membuka forum yang dapat membuka dan menambah wawasan masyarakat awam di dunia medis sehingga kesalahpahaman dan mitos kesehatan dapat dikurangi. Saya juga berharap agar masyarakat terus berkembang ilmu kesehatannya dan menjaga kesehatan dirinya.
Pesan saya untuk adik kelas yang ingin masuk ke FKUI dan menjadi dokter, jagalah semangatmu agar selalu konsisten saat belajar. Jangan mudah terpengaruh akan hal-hal buruk di luar sana. Ingatlah selalu tujuan awal mengapa ingin menjadi dokter dan jadikan itu motivasi agar tetap semangat saat menempuh perjalanan yang sangat panjang ini.
Sekian narasi perjuangan saya untuk masuk ke FKUI dan harapan serta rencana saya ke depannya setelah mendapat gelar dokter. Selalu ingat agar tetap terus berdoa kepada Tuhan dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai impian. Perjuangkanlah apa yang selama ini kamu cita-citakan. Tetap semangatt!
DAFTAR PUSTAKA
Johansyah AB. Tanggung jawab profesional dokter dalam pelayanan kesehatan. [Internet]. 2020 [cited 10 Aug 2023];1(1):3. Available from: http://repository.untag-sby.ac.id/4769/6/JURNAL.pdf
Suyono H. Sahabat sehat : pola komunikasi ideal dan dokter dambaan pasien [Internet]. Google Books. Airlangga University Press. 2021 [cited 9 Aug 2023]. Available from : https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=ORI3EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=dokter+ideal&ots=vwfVJ4q02a&sig=efXqSHSvJ1FhSX-TmRFNlaBp0Pk&redir_esc=y#v=onepage&q=dokter%20ideal&f=fal se
Afandi D. Nilai-nilai luhur dalam profesi kedokteran: suatu studi kualitatif. Jurnal Kesehatan Melayu. 2017 [cited 10 Aug 23];1(1):25-28. Available from : https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.2017.25-28
Lumbantobing LA. Praktik kedokteran : antara altruisme dengan pelaksanaan kewajiban peraturan perundangan. [Internet]. 2021 [cited 9 Aug 2023];3(2):400-405. Available from: https://journal.untar.ac.id/index.php/tmj/article/view/13735/8444
Ikawati D. Analisis kebijakan pelayanan kesehatan gratis terhadap tingkat kepuasan masyarakat di desa bulo wattang kecamatan panca rijang. prj [Internet]. 2018 [cited 9 Aug 2023];6(1):1-. Available from: https://jurnal.umsrappang.ac.id/praja/article/view/410
Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik indonesia : statistical yearbook Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS). 2023[cited 9 Aug 2023];1(1):218. Available from : https://www.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=MTgw MThmOTg5NmYwOWYwMzU4MGE2MTRi&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3 cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMjMvMDIvMjgvMTgwMT hmOTg5NmYwOWYwMzU4MGE2MTRiL3N0YXRpc3Rpay1pbmRvbm VzaWEtMjAyMy5odG1s&twoadfnoarfeauf=MjAyMy0wOC0xMSAyMT oxMzoxOA%3D%3D
Comments