top of page
  • Youtube
Search
  • Hosea Timothy Tjiptoputro
  • Aug 13, 2023
  • 8 min read

Updated: Aug 13, 2023

Narasi Perjuangan


Saya Hosea Timothy Tjiptoputro, orang-orang pada umumnya memanggil saya dengan panggilan Timmy yang merupakan nama panggilan saya saat masa kanak-kanak dulu. Saya berasal dari SMA Swasta Kristen Petra 2 Surabaya dan diterima menjadi bagian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Program Reguler tahun 2023 melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT).


Sudah menjadi informasi umum bahwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah fakultas kedokteran terbaik di Indonesia. Klaim ini bukan hanya klaim kosong belaka, dari pandangan saya, baik dari segi fasilitas, alumni, tenaga pendidik, maupun program-program pembelajaran dan prestasi yang dimiliki mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, layak mendapatkan gelar sebagai yang terbaik di Indonesia. Hal tersebut juga sekaligus yang menjadi motivasi saya untuk berjuang menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Jangan menjadi ikan besar di dalam kolam kecil, mungkin peribahasa tersebut yang dapat menggambarkan secara tepat mengapa saya menempatkan mimpi saya di fakultas kedokteran terbaik di Indonesia ini. Saya rasa semua orang, termasuk saya, ingin menjadi bagian dari yang terbaik, bersaing dengan orang-orang terbaik, dididik oleh pendidik-pendidik terbaik dengan fasilitas terbaik. Hal-hal tersebutlah yang saya maksud dengan “kolam yang lebih besar” dalam konteks ini. Perjuangan pendidikan saya dimulai dari “kolam kecil” di kota kecil di Samarinda, Kalimantan Timur, dilanjutkan ke “kolam yang lebih besar” di kota besar Surabaya, dan saya tidak ingin untuk berhenti disitu saja, saya ingin berkembang lebih lagi dan saya rasa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesialah yang bisa memberikan “kolam” terbaik bagi jenjang pendidikan saya untuk mimpi saya selanjutnya, yakni menjadi seorang dokter.


Dalam menggapai “kolam” tersebut, tentu banyak sekali perjuangan yang harus dilalui. Untuk saya, perjuangan dimulai sejak saya menduduki bangu kelas 7 SMP. Pada saat itu, saya disuruh oleh seorang guru pada sekolah saya tersebut untuk memikirkan cita-cita yang saya inginkan di kemudian hari, dan pada saat itu juga terbesitlah pertama kali dalam benak saya, mimpi besar saya untuk menjadi seorang dokter. Waktu demi waktu, hari demi hari, saya semakin memantapkan mimpi saya tersebut. Pemantapan mimpi tersebut bukan hanya melalui omongan belaka, tetapi juga melalui usaha-usaha saya seperti fokus dalam pembelajaran, terkhususnya pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Selain itu, pada kelas 8 dan kelas 9, saya juga mengikuti klub pembelajaran di bidang Kimia di sekolah saya tersebut untuk membantu saya dalam tahap pertama menggapai mimpi saya.


Perjuangan itu tidak berhenti pada saat SMP, tetapi masih berlanjut saat saya duduk di bangku SMA dan perjuangannya tidak menjadi lebih ringan, bahkan menjadi lebih berat. Pada awalnya, di sekolah SMA saya di Surabaya sebagai murid pindahan saya melakukan tes penempatan peminatan dan hasilnya seharusnya saya diletakan di kelas peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), tetapi setelah diskusi panjang dengan kemahasiswaan dan wali kelas saya pada saat itu, saya diizinkan untuk masuk kelas peminatan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan satu syarat, yaitu tidak mengulangi ujian, atau biasa disebut dengan remidi, lebih dari tiga kali selama satu semester pertama. Hal tersebut tentunya membuat saya semakin termotivasi dan terdorong untuk belajar semaksimal mungkin untuk mempertahankan posisi saya di kelas IPA tersebut. Singkat cerita saya berhasil melalui semester pertama tanpa satu pengulangan ujian, bahkan bisa dibilang dengan nilai yang cukup bagus.


Tantangan tidak berhenti disitu, disaat saya melanjutkan ke semester selanjutnya yaitu semester 2, kita semua dihadapi oleh sebuah bencana pandemi Covid-19. Pandemi ini pada akhirnya memaksa pihak sekolah untuk melakukan pembelajaran melalui media dalam jaringan atau secara online. Di saat saya sudah merasa bisa beradaptasi di lingkungan baru pada semester sebelumnya, saya dituntut untuk kembali beradaptasi dengan situasi pembelajaran dalam jaringan ini. Saya yang pada awalnya berpikir untuk mulai berperan aktif melalui organisasi dan kegiatan lainnya terpaksa untuk tidak melakukannya karena kegiatan organisasi dan lainnya ditutup selama masa pandemi. Tidak berhenti di tahun pertama semester kedua, pembelajaran dalam jaringan ini terus berlanjut hingga kelulusan SMA, yang secara tidak langsung membuat semangat belajar saya terus menurun dari hari ke hari.


Pada masa pandemi tersebut, mimpi saya untuk menjadi dokter yang terbaik hilang begitu saja beriringan dengan semangat belajar saya. Tibalah waktu untuk melaksanakan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi 2022 (SNMPTN 2022). Melihat nilai saya dan semangat belajar saya kala itu, membuat saya tidak berambisi terlalu besar sehingga saya mendaftarkan diri saya menuju sebuah universitas di Malang, Jawa Timur. Akan tetapi, sepertinya usaha memang tidak mengkhianati hasil, dengan semangat belajar yang sangat kurang selama masa pandemi dan ambisi yang kurang tentu membuat saya tidak lolos seleksi tersebut. Perjuangan saya setelah itu dilanjutkan dengan mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi 2022 (UTBK-SBMPTN 2022). Untuk lolos dalam seleksi tersebut saya mendaftarkan diri saya ke sebuah bimbingan belajar dengan harapan agar dapat lolos melalui seleksi ini. Meskipun pembelajaran dalam bimbingan belajar ini dilakukan secara hybrid, tanpa semangat belajar dari diri sendiri, tentu hasilnya tidak akan memuaskan, dan itulah yang saya alami, kegagalan lagi melalui seleksi ini. Pada saat itu, saya sudah merasa jenuh untuk kembali berjuang mendapatkan mimpi saya untuk menjadi dokter, tetapi karena dorongan keluarga pada akhirnya saya memutuskan untuk mendaftarkan diri saya ke 10 seleksi mandiri di 10 universitas berbeda di Indonesia, tetapi sama seperti sebelumnya, kegagalan demi kegagalan terus berdatangan. Meskipun begitu pada akhirnya, saya diterima di sebuah universitas swasta di Jakarta. Mendengar hal tersebut kakak saya bercerita-cerita dan pada kesempatan ini kata-kata yang saya ingat dari kakak saya adalah “Lebih baik telat 1 tahun dan dapat yang terbaik daripada mengakhiri perjuangan dan berakhir menyesal”. Dari kata-kata tersebut, saya teringat kembali cita-cita saya dan semangat serta ambisi saya untuk menjadi dokter yang hebat dan tervaik di negeri ini, untuk mencari “kolam yang lebih besar lagi” bukan kembali memasuki “kolam kecil” lagi, sehingga pada akhirnya saya memantapkan diri saya untuk melepaskan universitas swasta tersebut dan berkorban 1 tahun lagi, menjadi seorang gap year, tetapi dengan ambisi dan semangat belajar yang kembali membara.


Awal gap year saya jalani dengan semangat, meskipun sering kali terdengar sindiran dari orang-orang sekitar mengenai stereotipe buruk tentang gap year, tetapi dengan ambisi saya, saya tidak menyerah pada omongan tersebut, bahkan saya semakin terdorong untuk belajar lebih lagi untuk membuktikan diri saya. Akan tetapi, lambat laun pasti ada rasa jenuh, selain itu, memori tentang kegagalan tahun lalu terus menghantui saya dan menghambat saya untuk bermimpi besar. Rasa takut akan kegagalan tersebut membuat saya membatasi mimpi saya di sebuah universitas di Bali, tetapi dorongan-dorongan dari orang terdekat saya yang tanpa lelah menyemangati mengingatkan saya akan mimpi saya sehingga pada saat waktunya pendaftaran Seleksi Nasional Berdasarkan Tes 2023 (SNBT 2023), saya memberanikan diri untuk mendaftarkan diri di Fakultas Kedokteran terbaik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Singkat cerita, beberapa hari setelah melakukan tes pengumuman pun dilaksanakan. Kata “selamat” dan “Universitas Indonesia”, dua kata tersebut yang saya lihat dan menjadi akhir dalam perjuangan saya pada tahap ini.


Satu cerita berakhir, cerita lainnya dimulai, satu perjuangan berakhir, perjuangan lainnya dimulai, cerita dan perjuangan sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perjuangan saya sebagai seorang mahasiswa yang berkeinginan dan berkomitmen untuk berubah, dari seseorang yang mudah menyerah menjadi seseorang yang tidak mengenal kata menyerah, dari seseorang yang tidak memiliki ambisi menjadi seseorang yang tidak pernah padam api ambisinya, dan dari seseorang yang biasa saja dan mengikuti arus menjadi seseorang yang berprestasi dan menciptakan arus demi kebaikan sekitarnya, serta seseorang yang menyerah pada mimpi menjadi seseorang yang bermimpi dan berpengharapan besar. Mimpi dan harapan untuk menjadi seseorang yang berdampak bagi sekitar dan menolong banyak jiwa serta bertugas demi kemajuan bersama. Akan tetapi, sebelum semua itu, harapan sekarang untuk menjadi mahasiswa berprestasi dan mampu memperbesar lingkaran pertemanan untuk saling maju bersama meraih mimpi bersama. Oleh karena itu, harapan saya pribadi secara tidak langsung akan menimbulkan harapan saya kepada angkatan Fakultas Kedokteran 2023 “Gelora”, untuk menjadi sebuah lingkaran kekeluargaan yang suportif dan solid serta saling bahu-membahu untuk berjuang bersama dan meraih “kemenangan” bersama.


Saat ini, sebagai bagian dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tentu saja saya memiliki tujuan menjadi seorang dokter yang memiliki sifat tegas, namun dapat memberikan kepercayaan dan kenyamanan pada pasien, memiliki kredibilitas tinggi untuk menjadi dokter yang lebih berdampak bagi lingkungan, dan memiliki sifat empati tinggi, dimana sebagai seorang dokter, bukan hanya memastikan pemulihan secara fisik, tetapi juga mental dan batin. Hal-hal tersebut mungkin bisa dikatakan sebagai dokter yang ideal. Menurut saya, dokter yang ideal adalah tujuan dari semua dokter dan yang dicari oleh semua pasien. Dokter yang ideal adalah seseorang yang mampu melakukan setiap kewajibannya sebagai tenaga kesehatan dengan tanpa melanggar kode etik dan hukum yang berlaku, tetapi tetap dapat membantu pasien semaksimal dan sebaik mungkin. Kode etik seorang dokter di Indonesia digambarkan oleh 6 nilai luhur, yaitu sifat ketuhanan, kemurnian sifat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja, dan integritas ilmiah dan sosial.[1] Selain itu, dalam melaksanakan setiap tugasnya dokter yang ideal harus mampu bekerja dengan 3K, yakni Kesantunan, Kesejawatan, dan Kebersamaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013.[2] Menjadi seorang dokter yang ideal juga harus mampu bekerja dengan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.[3]


Kriteria-kriteria tersebut untuk menjadi seorang dokter yang ideal saya temukan pada diri Dokter Padmosantjojo. Beliau adalah seorang dokter spesialis bedah saraf yang bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jika kita berbicara mengenai perkembangan kualitas kesehatan, terkhususnya di bidang saraf, di Indonesia, maka nama beliau pasti akan terlintas. Beliau sudah berperan banyak dalam kemajuan Ilmu Kesehatan Saraf di indonesia baik melalui penelitian, riset, dan kinerjanya. Salah satu contoh nyata kinerja beliau dapat kita lihat pada saat beliau berani mengambil alih operasi pemisahan dempet kepala dari kembar Ana dan Ani pada tahun 1987 silam, tidak hanya itu beliau bahkan merawat Ana dan Ani demi memastikan tumbuh kembang kedua anak itu.[4,5]


Demi mencapai itu semua, tentunya ada jalan yang harus saya tempuh, mulai dari masa preklinik atau masa dimana saya menjadi seorang mahasiswa kedokteran. Dalam masa ini tentunya saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi lulusan yang bukan sekedar cukup, melainkan lulusan yang sangat baik dengan hasil yang sangat memuaskan dengan cara terus aktif dalam berorganisasi dan kepanitiaan, fokus dalam setiap pembelajaran, terus haus akan ilmu pengetahuan, aktif dalam mengikuti kompetisi, dan terus beribadah dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain pada masa preklinik, saya berencana untuk menjadi seorang dokter yang mampu membangun dan berdampak baik bagi orang-orang dan lingkungan di sekitar saya, terkhususnya di bidang kesehatan. Untuk menjadi seseorang yang berdampak nyata dan membangun lingkungan saya, saya berencana, setelah menjadi dokter, saya akan terjun secara langsung dalam acara-acara volunteer untuk membantu orang yang sedang dalam kesulitan sambil terus membangun nama saya dalam dunia profesi saya dengan terus meningkatkan kinerja saya, baik dari pengalaman maupun ilmu-ilmu baru. Dan apabila memungkinkan, saya akan membangun sendiri klinik di tempat saya berasal, Samarinda, untuk terus membangun kualitas kesehatan di lingkungan saya. Akan tetapi, untuk membangun kualitas kesehatan, tentunya diperlukan kerja sama dari kedua belah pihak, yaitu tenaga kesehatan dan masyarakat. Oleh karena itu, saya berharap masyarakat bisa lebih melek lagi mengenai isu-isu kesehatan dan pencegahannya serta menjauhi dan menyaring informasi bohong yang dapat memperburuk keadaan kesehatan, terkhususnya mengenai kesehatan, seperti obat abal-abal dan praktik kesehatan abal-abal.


Akhir kata, untuk teman-temanku yang sekarang sedang berjuang untuk menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, jangan menyerah karena peperangan akan terus berlanjut sampai kita menyerah dan kalah. Jangan lupa juga untuk selalu percaya akan kemampuan diri sendiri karena kepintaran adalah hal yang didapatkan dari usaha dan kerja keras. Terakhir, menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia akan menjadi babak baru yang luar biasa bagi teman-teman karena ketahuilah bahwa perjuangan teman-teman terbayarkan.


Daftar Pustaka:

  1. Suyono H. Sahabat sehat: pola komunikasi ideal dan dokter dambaan pasien [internet]. Surabaya: Airlangga university press; 2021 Jul 06 [cited: 2023 Aug 10]. Available from: https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=ORI3EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=dokter+yang+ideal&ots=vwfVK-n0Y7&sig=g3J6YlLDYLj0QjS52w5RQ_BjBQQ&redir_esc=y#v=onepage&q=dokter%20yang%20ideal&f=false

  2. Republik Indonesia. Undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang pendidikan dokter. Jakarta: Indonesia, pemerintah pusat; 2013 Aug 06. 59. Report No.: 20.

  3. Republik Indonesia. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Indonesia, pemerintah pusat; 2009 Okt 13. 111. Report No.: 36.

  4. Hantono S. Kisah dokter padmosantjojo dan operasi bayi kembar siam dempet kepala pertama di indonesia. kabarpalu.net [Internet]. 2023 Feb 21 [cited 2023 Aug 10];[about 1 page]. Available from: https://www.kabarpalu.net/tokoh/1061719695/Kisah-Dokter-Padmosantjojo-dan-Operasi-Bayi-Kembar-Siam-Dempet-Kepala-Pertama-di-Indonesia

  5. Zileli M, Sharif S, Fornari M, Ramani P, Jian F, Fessler R, et al. History of spinal neurosurgery and spine societies. Neurospine [Internet]. 2020 Dec [cited 2023 Aug 10];17(4):675. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7788429/

 
 
 

Recent Posts

See All
Satria Dwi Nurcahya

NARASI PERJUANGAN Halo salam kenal semua! Perkenalkan nama saya Satria Dwi Nurcahya, biasa dipanggil Satria. Arti dari nama saya...

 
 
 
Algio Azriel Anwar

Narasi Perjuangan Halo perkenalkan, namaku Algio Azriel Anwar. saya adalah fakultas kedokteran program studi pendidikan kedokteran dari...

 
 
 
Tresna Winesa Eriska

Narasi Perjuangan “Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah...

 
 
 

Comments


© 2023 FKUI Gelora

bottom of page