- Ghania Parshanifa Koembo
- Aug 12, 2023
- 15 min read
Updated: Aug 13, 2023
NARASI PERJUANGAN
Sejak kecil, gadis kecil ini jika ditanya “Sudah besar mau jadi apa?”, tentunya ia akan menjawab “Mau sembuhin orang seperti bunda sembuhin tulang orang!”. Itulah jawaban seorang Ghania kecil saat masih SD. Perkenalkan, saya Ghania Parshanifa Koembo, orang-orang biasa panggil saya Ghania. Sejak kecil, saya memang sudah ditumbuhi rasa keinginan yang mendalam untuk menjadi seorang dokter. Namun, sebelum saya bernarasi lebih lanjut tentang perjuangan saya masuk kuliah kedokteran, saya akan memperkenalkan diri saya secara singkat terlebih dahulu.
Saya bersekolah di SMAN 8 Jakarta. Sekarang saya termasuk mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kelas reguler. Saya dinyatakan menjadi calon mahasiswa baru UI pada tanggal 20 Juni 2023. Tanggal itu adalah hari saya lolos seleksi penerimaan mahasiswa baru FKUI melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT).
Menurut saya, FKUI sudah memiliki citra yang baik di pandangan masyarakat Indonesia. Selain dikenal sebagai sekolah kedokteran tertua, tidak jarang FKUI selalu mendapatkan predikat terbaik sebagai sekolah kedokteran. Terlebih lagi, pandangan saya terhadap FKUI, dokter-dokter lulusan FKUI adalah dokter-dokter dengan kompetensi terbaik. Ibu saya mengenal banyak dokter profesional, terutama dokter bedah, yang performanya sudah tidak diragukan lagi. Hal itu tentunya didukung oleh sistem pembelajaran di UI dengan sarana dan prasarana kedokteran yang termasuk paling lengkap di Indonesia.
Motivasi saya untuk masuk FKUI tidak jauh-jauh dari pandangan saya terhadap FKUI. Namun, salah satu motivasi yang lain adalah saya yakin dengan proses pembelajaran saya di FKUI akan menjadi suatu sarana terbaik untuk menjadi dokter yang kompeten. Selain itu, melihat Universitas Indonesia sendiri, dengan mahasiswa-mahasiswa berlatar belakang yang berbeda-beda dan prestasi yang diraih serta keaktifan mereka untuk berkontribusi pada masyarakat membuat saya semakin antusias untuk melakukan hal baru di luar zona aman saya sendiri.
Tentunya, perjuangan saya untuk masuk FKUI tidak berputar di kehidupan SMA saja. Namun, perjuangan saya sudah dimulai sebelum itu, bahkan dapat dikatakan sejak masa sekolah dasar. Saya dikenal sebagai orang yang rajin dan ambisius sejak kecil. Semasa SD, saya selalu menerapkan konsistensi dan kerja keras untuk meraih nilai setinggi mungkin, sehingga saya kerap kali mendapatkan peringkat 1 di kelas bahkan seangkatan di SD.
Pada tahun itu, masa seleksi masuk SMP menggunakan nilai Ujian Nasional (UN). Saat nilai diumumkan, nyatanya saya mendapatkan nilai terbaik dari seluruh siswa di angkatan SD saya. Tentunya hal tersebut menjadi kebanggaan untuk diri sendiri dan orang tua saya. Beralihlah saya kepada proses penerimaan murid baru SMP. Sejujurnya, saat itu saya masih dibingungkan oleh pilihan sekolah yang saya tuju. Sejak kelas 5 SD, saya sudah menargetkan untuk masuk SMPN 49 Jakarta, namun Ibu saya mengatakan bahwa peringkat SMPN 115 Jakarta jauh lebih bagus. Sebab itulah, pada akhirnya, saya menjadikan SMPN 115 Jakarta sebagai pilihan pertama sekolah yang saya tuju saat PPDB. Alhasil, dengan nilai saya yang cukup tinggi, saya bisa lolos seleksi PPDB dan menjadi siswi SMPN 115 Jakarta.
Pada masa SMP, sejujurnya saya merasa khawatir sedikit. Saya berpikir bahwa dengan titel SMP saya yang dikenal sebagai sekolah terbaik, tentunya murid yang lolos seleksi juga termasuk murid terbaik di tiap sekolahnya seperti halnya saya. Maka dari itu, semangat belajar saya semakin meningkat tiap harinya. Bahkan, di hari sabtu dan minggu saya sudah mencicil tugas dan materi-materi untuk ujian tengah semester dan ujian harian. Kebiasaan belajar itu selalu saya terapkan selama 3 tahun pembelajaran di SMP.
Tentunya, tidak hanya memaksimalkan performa akademik, tetapi saya juga mengimbangi hal tersebut dengan performa nonakademik. Sejak kecil, saya sudah mengikuti les vokal serta piano. Kedua bidang tersebut saya tekuni dengan mengikuti banyak lomba untuk menambah pengalaman. Saat SMP ini, saya mengikuti ajang perlombaan seni tingkat internasional, yaitu APAF (Asia Pacific Arts Festival), cabang lomba vokal solo dan trio vokal. Tentunya, latihan saya menjadi sangat padat dan saya masih harus mengimbanginya dengan performa akademik saya di kelas 2 SMP. Sesuai dengan ekspektasi, latihan intensif saya berbuah hasil, saya memperoleh medali emas untuk kedua cabang lomba. Selain les vokal dan piano, saya juga memulai les gitar dan menggambar sejak kelas 1 SMP. Semua bidang tersebut saya tekuni agar bisa diseimbangkan dengan akademik.
Sementara itu, performa akademik saya di SMP tergolong sangat baik. Seringkali, saya menempati peringkat 1, 2, ataupun 3 di kelas. Mengimbangi manajemen waktu antara les akademik dan nonakademik memanglah bukan hal yang mudah. Perlu waktu yang panjang agar terbiasa untuk memaksimalkan seluruh bidang. Selain les-les tersebut, saya juga termasuk anggota ekstrakurikuler paduan suara dan grup vokal SMPN 115 Jakarta. Dalam kedua ekskul tersebut, saya termasuk anggota yang aktif berpartisipasi dalam banyak lomba dan penampilan acara-acara sekolah maupun luar sekolah. Tidak hanya ekskul dan les musik saja, tetapi saya juga menuangkan kemampuan saya tersebut dengan bergabung ke dalam band yang berisi 6 personil perempuan. Nama band yang saya ikuti waktu itu dinamakan Anomale. Saya dan teman band saya sering sekali mengisi acara di luar sekolah dan produktif latihan tiap akhir pekan. Kami juga kerap memenangkan beberapa lomba band umum di luar sekolah.
Hingga, pada akhirnya, tibalah tahun terakhir, yaitu tahun ketiga sekolah menengah pertama. Pada masa itu, saya lebih memfokuskan diri kepada performa saya dalam try out Ujian Nasional. SMPN 115 Jakarta sudah menanamkan kebiasaan try out sejak semester 1 awal kelas 9 (3 SMP), sedangkan di sekolah lain biasanya memulai try out UN pada awal semester 2. Dengan adanya kebijakan tersebut, tentunya saya memfokuskan diri saya untuk mempertahankan nilai try out setinggi mungkin. Seiring dengan persiapan saya bimbel untuk UN, saya mulai mengurangi kegiatan non akademik secara bertahap.
Namun, seperti yang dikatakan banyak pepatah, hidup tidak selamanya sesuai dengan apa yang direncanakan. Saat itu, COVID-19 mulai diberitakan menyebar di sejumlah wilayah Indonesia. Kabar itu memburuk hari demi hari. Perlahan-lahan tiap perusahaan maupun jasa diumumkan untuk libur sementara selama berhari-hari. Tak lama sejak kabar-kabar itu diumumkan, ranah pendidikan pada akhirnya mengumumkan bahwa Ujian Nasional yang akan datang dihapus. Tentunya kabar itu membuat hati saya tidak tenang, gundah, merasa lelah keran telah mempertaruhkan usaha dan waktu hanya untuk mendalami materi UN SMP. Untuk beberapa saat, saya sempat menyalahkan diri sendiri, situasi, dan usaha-usaha yang saya sendiri telah lakukan. Seharusnya, sudah sepatutnya saya tidak melakukan hal itu. Hal yang terpikir dalam benak saya saat itu adalah saya harus tetap melangkah maju bagaimanapun caranya.
Tibalah di mana saatnya pengumuman kelulusan SMP. Saat itu, seluruh rangkaian wisuda dilaksanakan secara online melalui zoom. Salah satu hal yang membuat saya terkejut adalah saya menjadi peringkat 5 seangkatan dengan nilai rapor nilai 6 mata pelajaran 5 semester tertinggi. Hal itu membuat saya berpikir bahwa usaha saya selama ini tentunya tidak sia-sia. Ibu saya sangat bangga dengan pencapaian saya tersebut.
Setelah kelulusan saya dari SMP, tentunya saat itu saya sudah mulai mencari info PPDB SMA. Sejak awal masuk SMP, saya sudah memiliki impian untuk masuk SMAN 8 Jakarta. Hal itu didorong juga oleh riwayat alumni SMP saya yang banyak masuk ke SMAN 8 Jakarta. PPDB tahun 2020 saat itu mengalami perubahan yang cukup signifikan, yaitu dibukanya jalur prestasi akademik dengan nilai rapor dan zonasi berdasarkan umur. Dari kedua pilihan tersebut, saya mengikuti jalur prestasi akademik karena umur saya tergolong muda untuk bersaing dengan banyak calon murid lainnya yang umurnya lebih tua dibanding saya. Hasil akhir yang saya dapatkan adalah saya diterima menjadi siswi SMAN 8 Jakarta.
Perjuangan saya tidak sampai di fase SMP saja, namun pada masa SMA saya lebih mengerahkan usaha yang lebih ekstra. Hal yang saya pikir mengejutkan untuk siswa baru SMA adalah SMAN 8 Jakarta mewajibkan seluruh siswa baru untuk mengikuti rangkaian kaderisasi dan bimbingan diklat selama waktu yang bersamaan dengan kegiatan belajar mengajar. Tentunya, hal itu membuat saya kewalahan, belum lagi kegiatan nonakademik lain yang saya ikuti di luar sekolah. Kaderisasi tersebut tidak hanya dilaksanakan di awal masuk SMA, tetapi juga setiap ekskul di SMAN 8 Jakarta melaksanakan kader selama kurang lebih satu tahun.
Pada tahun pertama SMA, sejujurnya saya sangat kewalahan mengimbangi kegiatan nonakademik, terutama perkaderan ekskul dan performa akademik saya. Saya sempat mengalami performa akademik yang menurun. Jika sebelum masa SMA ini saya belum pernah remedial, masa SMA ini menjadi wadah awal saya merasakan remedial. Saya ingat saat itu saya sampai menangis karena kelelahan belajar dan mendapat nilai 70-an pertama kalinya pada pelajaran matematika wajib. Hal yang dapat saya pikirkan saat itu adalah saya bingung dengan diri sendiri, mengapa hal tersebut bisa terjadi, hingga terlintas di benak saya apakah kemampuan berpikir saya menurun karena pembelajaran online.
Ternyata, perjuangan saya tidak selamanya dalam kondisi yang tidak diinginkan, semua hal tersebut berlalu saja dan sudah menjadi sebuah kebiasaan yang tiap hari saya lalui. Sebaliknya dari keadaan saya saat awal masuk SMA, pada pertengahan kelas 10 (1 SMA), saya menambah kegiatan ekskul saya dan mengikuti banyak perlombaan, seperti grup vokal SMAN 8 Jakarta, FLS2N (Festival Lomba Seni Siswa Nasional), olimpiade-olimpiade online, dan perlombaan musik umum di luar sekolah. Tujuan saya sendiri untuk menambah kegiatan adalah untuk menambah pencapaian berupa sertifikat yang nantinya sangat penting untuk menjadi nilai plus SNMPTN.
Seiring berjalannya waktu, saya sudah mulai terbiasa dengan keseharian belajar sebagai anak SMAN 8 Jakarta. Saya tau bahwa saya harus berusaha secara ekstra karena banyak siswa lain yang memiliki target yang sama seperti saya dan tentunya banyak dari mereka yang termasuk siswa berprestasi secara akademik dan nonakademik. Manajemen waktu saya semakin terlatih dengan banyaknya les akademik dan nonakademik yang saya ikuti. Jika dihitung, total les akademik saya sebanyak 4 tempat dan guru yang berbeda. Ambisi saya untuk tetap mempertahankan nilai terbaik memang sangat besar saat itu. Selain itu, saya juga tetap mencoba untuk berpartisipasi aktif di kelas agar mendapatkan nilai tambahan. Secara keseluruhan, saya selalu mengerahkan apapun yang saya bisa secara maksimal.
Saat akhir tahun ajaran saya di kelas 11 (2 SMA), kegiatan pembelajaran beralih secara konstruktif dari online menjadi hybrid. Kelas hybrid saat itu berupa pergantian hari antara absen awal dan akhir untuk mengikuti kelas secara online atau offline. Masa itu secara perlahan berganti hingga memasuki kegiatan pembelajaran yang offline secara menyeluruh.
Kegiatan pembelajaran offline tentunya semakin membuat saya harus lebih maksimal dalam manajemen waktu. Sebab, tidak seperti masa belajar online, yang bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Kegiatan pembelajaran offline harus saya lakukan lebih serius dan terorganisasi.
Pada masa kelas 12 (3 SMA), saya sudah mulai mencari info lebih lanjut mengenai bimbingan belajar untuk persiapan seleksi masuk PTN. Tidak hanya itu, tetapi juga bagaimana dan apa saja tipe seleksi masuk PTN. Saya juga mencari rencana lain untuk mengambil kuliah di luar negeri sebagai cadangan. Namun, setelah saya pikir lagi, tidak ada beasiswa yang akan menanggung seseorang untuk kuliah kedokteran, sedangkan jurusan impian saya sejak dulu adalah kedokteran saja. Sehingga, pada akhirnya, saya memutuskan untuk melepaskan bimbingan konsultasi untuk kuliah ke luar negeri.
Selama masa kelas 12, saya mengikuti banyak kelas intensif persiapan masuk PTN. Namun, di sisi lain juga, saya tetap memaksimalkan nilai pelajaran saya di semester 5 sebagai semester akhir nilai SNMPTN.
Hal tidak terduga tiba-tiba saja saya dapatkan dari sosial media. Sistem penerimaan PTN tahun 2023 dirombak hampir secara keseluruhan oleh Menteri Pendidikan Indonesia. SNMPTN yang tadinya hanya membutuhkan rata-rata 6 mata pelajaran Saintek, sekarang berganti menjadi SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi) yang menggunakan nilai 5 semester seluruh mata pelajaran. Sedangkan, untuk SBMPTN yang tadinya terdiri dari TPS dan TKA, berganti menjadi SNBT yang hanya terdiri dari subtes TPS dan literasi.
Apakah saya langsung putus asa? Sejujurnya, saat itu, dengan kabar yang sangat mendadak, saya sempat down dan merasa lelah terhadap semua yang telah terjadi. Saya hampir mendekati tahap putus asa untuk memperbaiki yang sudah telanjur terjadi. Namun, saya sadar kalau saya tidak boleh terpuruk dalam jangka waktu yang lama. Saya langsung sadar dan membuat komitmen untuk diri sendiri akan fokus di semua pelajaran dengan kesempatan terakhir di semester 5 ini. Selain itu, saya juga membuat target agar mencicil materi SNBT sejak awal tahun 2023.
Hasil akhir penetapan eligible, atau yang dikenal dengan peringkat paralel angkatan berdasarkan nilai, menunjukkan bahwa saya mendapat peringkat 3 dari seluruh angkatan peminatan MIPA. Sudah menjadi hal yang umum bahwa posisi tersebut memberi saya harapan yang besar untuk jalur SNBP. Dari hal itulah, saya mulai untuk mendata sertifikat dan menghitung prediksi rata-rata nilai saya sebagai bahan pegangan saya untuk SNBP.
Di antara waktu pengumuman SNBP, saya tetap menyiapkan dan mengikuti kelas intensif untuk persiapan SNBT. Saat itu, bimbingan belajar yang saya ikuti sebanyak 3 bimbingan belajar, satu di antaranya dilaksanakan secara offline. Tidak jarang waktu belajar intensif saya di tempat les dapat berkisar dari siang hingga malam hari. Rutinitas itu saya jalankan dengan giat dan konsisten tiap harinya.
Tanggal 28 Maret adalah hari yang tidak bisa saya lupakan, karena pada hari itu juga mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan. Saya belum mendapatkan kesempatan untuk lolos masuk FKUI melalui jalur SNBP. Saya tentunya merasa sedih saat itu. Saya membayangkan 3 tahun perjuangan saya terbalaskan dengan kata ‘maaf Anda dinyatakan tidak lolos seleksi SNBP 2023’. Namun, tentunya saya masih bangkit lagi. Saya masih yakin bahwa saya masih bisa menghadapi seleksi yang akan datang.
Dari kejadian itu, saya mulai untuk belajar secara keras sepanjang hari. Saya sangat mengurangi waktu saya untuk bermain dan pergi ke luar rumah hanya untuk memaksimalkan belajar saya untuk SNBT. Sudah sangat sering saya tidur di jam yang tidak sehat dan bangun terlalu cepat hanya untuk mengejar waktu les. Dalam sehari, saya dapat mengikuti 2 bimbel yang berbeda sehingga saya juga masih mengatur manajemen waktu dengan maksimal.
Banyak terjangan yang saya lalui dalam perjuangan SNBT. Mulai dari nilai try out yang tidak sesuai ekspektasi, peringkat try out yang tidak kunjung naik, dan yang menjadi masalah paling umum adalah menyadari bahwa jurusan yang saya idamkan menjadi jurusan yang memang menjadi jurusan yang paling diidamkan satu Indonesia. Saya cenderung terlalu memikirkan hal itu, sehingga ada kalanya saya merasa terlalu stres hingga harus konsultasi bersama psikolog.
Hingga hari SNBT tiba, 11 Mei 2023. Saya memiliki harapan besar, terlebih lagi lokasi SNBT saya berletak di FKUI Salemba. Hal itu membuat saya semakin optimis untuk menghadapi ujian. Selama ujian berlangsung, tak lupa saya selalu mengucapkan kalimat pertolongan terhadap tuhan.
Pada akhirnya, memori yang tidak akan saya pernah lupakan, 20 Juni 2023, saya lolos menjadi calon mahasiswa baru FKUI 2023 melalui jalur SNBT. Saya benar-benar terharu dan tidak menyangka usaha saya akan terbayar melalui jalur SNBT. Tidak lupa saya mengabarkan setiap orang serta kerabat terdekat. Saya berkali-kali mengucap syukur terhadap tuhan Yang Maha Esa. Impian yang saya taruh di benak saya sejak kecil telah terwujud.
Komitmen saya tentunya tidak jauh berbeda antara sebelum masuk FKUI dan setelahnya karena saya menanamkan inti komitmen yang sama, namun berbeda asa. Jika sebelumnya saya berkomitmen untuk bekerja keras dan konsisten agar diterima di FKUI, saat ini, setelah dinyatakan sebagai mahasiswa baru FKUI, saya akan meningkatkan kerja keras, komitmen, sikap teladan, dan pengabdian agar menjadi seorang dokter yang baik dan hebat di masa depan.
Harapan saya setelah masuk FKUI 2023, saya harap saya dapat menimba ilmu sebanyak-banyaknya, banyak belajar langsung dari guru berpengalaman, menambah relasi, serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan dan kerja sama organisasi. Selain itu, harapan saya terhadap angkatan FKUI 2023 sendiri, sesuai namanya ‘Gelora’, saya harap angkatan ini bisa meraih kejayaannya untuk selalu bersinergi dan terus mengabdi. Saya berharap slogan dan jargon angkatan akan terus menjadi harapan dan doa untuk kami, FKUI 2023. Tentunya, saya terus berharap agar solidaritas dan rasa kesejawatan antar FKUI 2023 terus berlanjut hingga tiap-tiap dari kami menjadi seorang dokter yang ahli dalam bidangnya.
Dokter yang ideal, menurut pandangan masyarakat, tentunya lebih dari seorang yang mengabdi dan mengemban tugas mulia. Seorang dokter yang ideal menurut pandangan orang adalah seorang yang bisa membangun kontak yang baik antara mereka, pasien, dengan dokter itu sendiri¹. Dengan kontak tersebut, tentunya prosedur kerja dokter akan dipercaya oleh pasien. Selain itu, WHO (World Health Organization), mencanangkan Five Stars Doctor, hal ideal yang sepatutnya dimiliki seorang dokter, dengan rincian Care-provider (penyedia layanan kesehatan), Decision-maker (pengambil keputusan), Communicator (pintar berkomunikasi), Community Leader (pemimpin suatu komunitas) dan Manager (pengelola/ pengatur) (2). Kinerja seorang tenaga medis harus memenuhi kelima hal tersebut (2).
Menurut saya, dokter ideal sudah sepatutnya memenuhi hal-hal tersebut. Namun, jika saya elaborasikan lagi secara subjektif, dokter yang ideal adalah dokter yang mendedikasikan tenaga serta pikirannya demi kesehatan banyak orang, bukan semata untuk mencari harta dan nama saja, namun sejatinya dokter yang ideal adalah dokter yang peduli dan memiliki inisiatif tinggi. Seorang dokter juga harus menjadi pendengar yang baik dan berintegritas tinggi.
Terlebih lagi, dalam menjalankan profesinya, seorang dokter harus selalu ingat dan menanamkan nilai luhur yang terkandung dalam etika kedokteran. Seorang dokter harus mengutamakan kepercayaan (trust) saat berinteraksi dengan pasien, serta menjaga kerahasiaan (confidentially) (3). Etik kedokteran sendiri mengandung nilai luhur yang dianut oleh para dokter yang berhubungan dengan sikap para dokter terhadap sejawat, pembantunya, serta masyarakat dan pemerintah. Hal lain yang perlu diketahui bahwa nilai-nilai etik tersebut mengatur tentang sikap dan tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya (3). Filosofi moral dari etika kedokteran tertuang dalam empat poin, di antaranya autonomy (pasien berhak mendapat pelayanan terbaik), beneficence (apapun yang dilakukan oleh dokter semata untuk kebaikan pasien tersebut), non malficence (tindakan apapun yang menjadi keputusan dokter, tetap harus dijaga agar tidak merugikan pasien), dan justice (pelayanan kesehatan diberi secara adil) (3).
Dengan banyak hal tersebut, seharusnya seorang dokter sudah tahu apa yang terbaik untuk diberikan terhadap masyarakat demi menunjang kesehatan bersama. Seorang dokter dapat sukarela untuk membantu masyarakat tanpa pandang bulu, bersedia untuk ditempatkan di mana saja, dan selalu memiliki rasa inisiatif dan empati yang tinggi terhadap banyak orang. Dengan banyak rincian hal tersebut, saya tentunya ingin menjadi dokter yang tidak akan lupa dengan landasan-landasan nilai kedokteran serta melakukan pengabdian yang tinggi kapan saja dan di mana saja.
Rencana jangka pendek selama preklinik tentunya memaksimalkan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif). IPK sendiri merupakan akumulasi hasil/keseluruhan hasil yang diperoleh seorang mahasiswa selama durasi waktu kuliah tertentu. IPK menjadi sebuah tolak ukur keberhasilan mahasiswa memiliki performa akademik yang baik atau tidak selama perkuliahan. IPK akan selalu bersifat linear terhadap perilaku belajar (4). Maka dari itu, saya sadar bahwa IPK terbaik adalah rencana utama saya sebagai mahasiswa kedokteran selama preklinik. Untuk mencapainya, saya harus memperbaiki cara belajar saya menjadi lebih efisien dan tidak ada penundaan.
Seperti halnya bidang akademik, saya juga akan mencoba untuk lebih aktif dalam segi nonakademis. Bidang nonakademik yang menjadi bagian dari rencana saya adalah UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dan organisasi kemahasiswaan. UKM yang menjadi keinginan saya adalah PSM (Paduan Suara Mahasiswa) Paragita UI. Tentunya, saya selalu tertarik untuk menuangkan bakat menyanyi dan musikalitas saya ke dalam wadah UKM seni. Selanjutnya adalah organisasi. Seperti yang telah diketahui, selama masa perkuliahan, setiap mahasiswa dianjurkan untuk aktif dalam membangun relasi. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan mengikuti organisasi. Dalam mengikuti organisasi, tentunya ada minat sukarela yang harus saya tingkatkan lagi di masa perkuliahan ini. Bersukarela dalam organisasi secara umum memiliki banyak manfaat, mulai dari kecakapan hidup, kepercayaan diri, sifat kepemimpinan, serta kemampuan untuk berpikir kritis terhadap masalah (5). Saya berpikir untuk mengikuti organisasi yang melibatkan banyak mahasiswa kedokteran, seperti CIMSA dan AMSA. Dengan itu, relasi sebagai mahasiswa kedokteran akan terus bertambah.
Cara saya mencapai rencana tersebut dimulai dari diri saya sendiri. Saya harus lebih aktif dan berinisiatif untuk mencari info-info keorganisasian yang terkait, banyak bertanya kepada mahasiswa kedokteran lainnya, mencoba untuk lebih terbuka dengan sesama teman mahasiswa kedokteran. Pada dasarnya, saya sudah harus berani untuk menghadapi kepribadian saya yang sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.
Sesuai dengan proses pembelajaran kedokteran, setelah preklinik, seorang mahasiswa kedokteran akan menghadapi proses pembelajaran klinik. Semua mahasiswa kedokteran tentunya harus belajar bagaimana berinteraksi dengan pasien (6). Pada masa ini, mahasiswa kedokteran belajar untuk mengambil inisiatif dalam lingkungan klinis sebagai sarana untuk mengembangkan keahlian klinis sebagai bekal awal menjadi dokter nantinya (6. Maka dari itu, rencana jangka panjang saya selama tahap tersebut adalah berusaha semaksimal mungkin untuk memanfaatkan rangkaian klinik sebagai langkah awal saya menjadi seorang dokter. Rencana ideal yang tentunya dimiliki oleh banyak orang, saya ingin menjadi seseorang yang dapat diandalkan dalam membantu pasien. Cara mencapai hal tersebut menurut saya adalah meningkatkan inisiatif, komunikasi, dan kerjasama antar teman sejawat. Semua nilai-nilai tersebut sudah harus dibiasakan bahkan saat masa preklinik.
Rencana saya tentunya menjadi dokter yang kompeten dan profesional dalam bidangnya. Tentunya, setiap mahasiswa kedokteran memiliki impian untuk menjadi seorang dokter yang ideal. Namun, persepsi setiap orangnya mengenai dokter yang ideal berbeda-beda. Secara mayoritas, para mahasiswa kedokteran ingin menjadi dokter yang ahli dan dikenal memiliki praktik yang terbaik. Keinginan tersebut dilatarbelakangi oleh motivasi mereka masing-masing serta standar profesional yang ditetapkan oleh organisasi kedokteran tertentu (7).
Namun, nyatanya rencana tersebut tidak ada yang mudah untuk direalisasikan. Bagi diri saya sendiri, agar rencana tersebut dapat direalisasikan secara konkret, saya harus terus berusaha yang terbaik dan menerima diri saya yang terbentuk menjadi dokter seperti apa nantinya. Hal tersebut disebabkan oleh persepsi dokter yang baik (good doctor) yang sempurna dalam segala aspek bukanlah hal yang tidak wajar jika tidak diraih. Masing-masing dokter memiliki ciri khas dan kharismanya tersendiri. Saya berencana untuk melakukan yang terbaik dan mengabdi sepenuhnya kepada orang sekitar, masyarakat, dan negara sebagai dokter yang jujur dan amanah.
Dengan kontribusi saya dan rekan-rekan sejawat saya nantinya, saya berharap agar sistem pelayanan kesehatan untuk masyarakat terus ditingkatkan. Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat sendiri adalah suatu rangkaian kegiatan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan kuat (8). Pelayanan masyarakat ini berfokus pada kemampuan untuk menciptakan hubungan yang baik dengan orang lain, berinteraksi dengan pemahaman kesehatan yang cukup, mampu beradaptasi dengan lingkungan masyarakat, dan kemampuan berpikir secara konkret, objektif untuk menjunjung tinggi norma kemanusiaan (8).
Namun, di lapangan, realitanya tidak seideal itu. Memang sebuah fakta bahwa derajat kesehatan masyarakat mulai membaik, namun belum menjangkau seluruh penduduk. Kematian masih tinggi, kapasitas tenaga kesehatan, sistem, dan tata laksana pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta pelayanan kesehatan reproduksi belum berjalan secara optimal, serta distribusi tenaga kesehatan khususnya dokter belum ada di semua puskesmas (8).
Dari fakta tersebut, saya berpikir bahwa demi mengabdi kepada masyarakat, sebagai dokter, saya akan sukarela untuk dipekerjakan/ditempatkan di daerah mana saja. Sangat terlihat bahwa daerah terpencil Indonesia sangat minim tenaga kesehatan. Tentunya, fakta tersebut mendorong ambisi saya untuk mewujudkan rencana tersebut.
Pesan saya sendiri untuk adik kelas yang ingin masuk FKUI adalah berusahalah yang terbaik tanpa terlalu memikirkan hasilnya secara berlebihan. Segala kerja keras akan selalu terbayar pada akhirnya. Janganlah pernah putus kepercayaan kepada diri sendiri, yakinlah pada diri sendiri bahwa pribadi ini dapat menghadapi banyak ujian yang akan datang. Langkah masuk FKUI hanyalah bagian remahan dari seluruh perjuangan yang akan dihadapi untuk pada akhirnya menjadi dokter yang bermanfaat bagi manusia di sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Ruslyakova E, Zelenskaya A. Image of “ideal doctor” as basis of effective communication between child and doctor. SHS Web of Conferences [Internet]. 2018 [cited 2023 Aug 11];50:1–3. Available from:https://www.shs-conferences.org/articles/shsconf/pdf/2018/11/shsconf_cildiah2018_01149.pdf
Supiyanti I, Muhardi. Seven stars moslem doctor sebagai aplikasi internalisasi nilai- nilai islam dalam nilai kerja tenaga medis di indonesia. Paradigma Jurnal Multidisipliner Mahasiswa Pascasarjana [Internet]. 2020 [cited 2023 Aug 11];1(1):36–45. Available from: https://jurnal.ugm.ac.id/paradigma/article/view/59573/pdf
Darwin E, Hardisman. Etika profesi kedokteran [Internet]. 1st ed. Yogyakarta: Deepublisher; 2014 [cited 2023 Aug 11]. Available from:http://repo.unand.ac.id/28951/1/Buku%20Etika%20Hardisman-Chapter-1.pdf
Fitri MEY. Penggunaan media sosial berdasarkan perilaku belajar terhadap ipk. Jurnal Benefita [Internet]. 2019 Oct 31 [cited 2023 Aug 10];4(3):507. Available from: https://ejournal.lldikti10.id/index.php/benefita/article/viewFile/4612/1496
Haski-Leventhal D, Paull M, Young S, MacCallum J, Holmes K, Omari M, et al. The multidimensional benefits of university student volunteering: psychological contract, expectations, and outcomes. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly [Internet]. 2019 Jul 17 [cited 2023 Aug 8];49(1):113–33. Available from: https://ro.uow.edu.au/buspapers/1621/
Christopher A, Gortemiller T, Zemmer J, Wronowski M. Interprofessional healthcare student perceptions of clinical vs. simulation learning through participation in underserved health clinics. Medical Science Educator [Internet]. 2021 May 11 [cited 2023 Aug 8];31(4):1291–304. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33996247/
Světlák M, Daňhelová Š, Kóša B, Slezáčková A, Šumec R. Self-compassion in medical students: a pilot study of its association with professionalism pressure. BMC Medical Education [Internet]. 2021 Sep 22 [cited 2023 Aug 8];21(1). Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34551753/
Redjeki DSS. Dinamika kesehatan: jurnal kebidanan dan keperawatan. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan [Internet]. 2020 Jul [cited 2023 Aug 10];11(1). Available from: https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/view/624
コメント