- Gabriella Ophelia Valerina Tarigan
- Aug 13, 2023
- 9 min read
Narasi Perjuangan
“Bermimpilah setinggi Bintang, jika kamu jatuh, setidaknya kamu jatuh di awan-awan”, itulah yang sering dikatakan oleh ibu saya, role modelku sejak saya kecil. Hal ini beliau katakan supaya saya termotivasi untuk mencapai yang terbaik dalam hidup saya dan tidak merasa gagal ketika saya melakukan kesalahan. Kata-kata ini terus saya pegang hingga saat ini. Perkenalkan, nama saya Gabriella Ophelia Valerina Tarigan dan saya merupakan mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angkatan 2023. Teman-teman dan keluarga saya memanggilku Gaby. Saya menempuh pendidikan di SMA Negeri Unggulan M.H. Thamrin di Jakarta Timur. Puji Tuhan, saya dapat diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Reguler melalui jalur Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Nasional Berbasis Tes (UTBK-SNBT).
Semuanya berawal dari namaku, Gabriella. Asal usul namaku merupakan nama perempuan yang berasal dari nama malaikat Gabriel. Malaikat Gabriel merupakan malaikat atau "utusan" untuk menerangkan atau menyampaikan Firman dari Tuhan Allah kepada manusia. Itulah sifat yang diinginkan oleh ibu dan kakekku ketika memberi nama Gabriella padaku. Mereka menginginkanku untuk dapat menjadi seseorang yang dapat memberi dampak yang membuat orang lain bahagia seperti bagaimana malaikat Gabriel membawa kabar baik akan kelahiran Tuhan Yesus. Mereka berharap bahwa aku bisa menjadi orang tersebut dengan menjadi seorang dokter.
Selama masa kecilku, aku diajarkan mengenai dunia kedokteran oleh ibu dan bibi saya. Bibi saya merupakan seorang dokter yang sayangnya tidak dapat melanjutkan pendidikannya hingga S2. Beserta dengan ibu saya, beliau mendorong saya supaya dapat menimba ilmu menjadi dokter di Universitas Indonesia, universitas yang merupakan pelopor fakultas kedokteran di Indonesia. “Sebuah dokter merupakan hal yang esensiil dalam sebuah keluarga karena siapakah yang dapat memberi bantuan darurat ketika terdapat anggota keluarga sakit selain anggota keluarga lainnya? Tentu dengan perkembangan zaman, rumah sakit dapat menjadi lebih dapat diakses tetapi bisa saja situasi tidak memungkinkan,” itulah kalimat-kalimat yang ibu saya lontarkan berkali-kali untuk memotivasikan saya untuk menjadi seorang dokter dan saya turut setuju dengan ibu saya.
Keinginan untuk menjadi seorang dokter tak hanya berasal dari kedua orang tua saya, tetapi juga merupakan motivasi diri sendiri. Hingga saya 17 tahun, saya tidak dapat mengingat dan merasakan kehangatan kasih sayang dari seorang kakek. Mendiang kakek saya dari silsilah ayah merupakan seseorang yang tak hanya dirindukan kehadirannya oleh saya, tetapi juga ayah saya karena beliau sudah tiada sejak ayah saya kecil. Akan tetapi, mendiang kakek saya dari silsilah ibu, salah satu sosok yang memberi nama Gabriella, hanya saya yang tidak dapat mengingat kembali kenangan-kenangan manis bersama beliau. Saya hanya dapat mengetahui wujud dan sifat beliau melalui foto-foto yang terpajang di rumah nenek saya dan cerita-cerita oleh orang tua, nenek, dan saudara kakak saya. Melalui mereka saya dapat mengetahui bahwa alasan mengapa beliau tiada di samping saya sejak umur 2 tahun merupakan penyakit kanker paru-paru. Bagaimana sebuah penyakit kanker dapat merengut semua ingatan yang dapat saya peroleh bersama kakek saya merupakan hal yang sangat disesali. Dari situlah saya termotivasi untuk menjadi dokter yang dapat membantu mengurangi tingkat kematian karena penyakit kanker.
Pada pandangan saya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan Fakultas Kedokteran yang terbaik di seluruh Indonesia karena fakultas ini merupakan fakultas tertua di Indonesia sehingga memiliki lebih banyak perkembangan dalam fasilitas dan ilmu yang dapat diperoleh daripada Fakultas Kedokteran universitas lainnya. Dengan kerja sama yang dilakukan oleh FKUI bersama dengan 111 institusi magang, saya optimis bahwa lulusan FKUI pasti dapat menjadi seorang dokter yang dikenal di seluruh Indonesia [1]. Ditambah dengan terdapatnya perjanjian Kerjasama Riset antara FKUI dengan Sahlgrenska University, Sweden, membuat saya lebih mengagumi FKUI dan menginginkan kesempatan untuk menimba ilmu di Universitas Indonesia [1]. Keinginan saya masuk UI kian meningkat hingga saya SMP kelas 8.
Pada awal-awal memulai SMP saya merasakan kemampuan saya di mata pelajaran yang saya dapat lakukan. Saya dapat lebih menonjol di bidang sains, lebih spesifiknya kimia dan biologi, dibandingkan matematika. Dari situlah keinginan saya untuk menjadi dokter semakin kuat. Tak hanya itu, saya juga mengalami perubahan dalam prestasi yang saya bisa raih di SMP. Pada masa SMP, saya hanya bisa meraih ‘rangking 3 besar’ di kelas 8 dan 9, tetapi saya tidak dapat mengikuti lomba-lomba sains ataupun matematika karena masalah yang timbul ketika mendaftar SMP, saya merasa bahwa nilai rapor lebih penting dari segalanya.
Karena saya hanya fokus dalam prestasi, pikiran saya pun tidak terbesit untuk mengikuti organisasi seperti OSIS atau MPK karena saya mengira bahwa itu hanya akan menghambat kegiatan belajar saya. Ditambah juga dengan asal SD saya yang merupakan sekolah swasta, saya berkesulitan untuk bersosialisasi dengan teman-teman SMP yang berlipat kali lebih banyak dibandingkan SD. Walaupun begitu, saya tetap mengikuti ekskul PMR di sekolah saya karena PMR dapat mendukung cita-cita saya sebagai dokter. Saya juga mulai dapat membuat teman-teman dekat ketika kelas 8. Melalui teman-teman saya, saya dapat mengetahui tentang melanjutkan pendidikan di luar negeri, lebih tepatnya berkuliah di universitas luar negeri. Ketika saya mengetahui informasi tersebut, saya berfikir bahwa saya dapat menjadi dokter yang berpraktik di luar negeri dan di Indonesia tetapi hal itulah yang kelak menjadi bibit kergauan saya pada SMA.
Masa-masa kelas 9 saya merupakan masa ‘tenang’ saya karena saya dapat sudah sangat yakin dapat melebihi passing grade SMA impian saya tetapi semua harapan tersebut hancur karena dibataskannya umur dalam penerimaan siswa SMA. Yang hanya bisa saya lakukan merupakan mendaftar di SMAN Unggulan M.H. Thamrin karena sistem penerimaan siswanya berdasarkan tes penerimaan tersendiri. Saya merasa putus asa dan hilang harapan untuk melanjutkan SMA Negeri dan penerimaan MHT sangatlah kecil peluangnya. Melanjutkan pendidikan SMA pun membuat pertengkaran dengan ibu saya pun bertambah. Walaupun begitu, saya, bersama ibu, terus berdoa kepada Tuhan untuk jalan yang terbaik. Puji Tuhan, saya lolos tes akademik, kemudian psikotes, dan akhirnya wawancara sehingga saya resmi menjadi siswa SMANU MHT.
COVID-19 sudah menimpa dunia sejak saya kelas 9 tetapi dampak pada pendidikan saya baru terasa ketika saya berada di kelas 10. Kesusahan dalam beradaptasi dengan pembelajaran luring membuat saya kurang efektif dalam belajar dan sistem pelajaran MHT yang menggabungkan materi kelas 10 dan 11 menjadi satu tahun membuat saya kurang bisa mengejar pembelajaran. Walau demikian, saya tetap berjuang lebih keras dalam mengejar materi untuk survive di MHT. Saya juga meningkatkan prestasi saya di bidang lomba bisnis dengan menggunakan ilmu saya mengenai microbiologi, salah satu contohnya merupakan insektisida lalat menggunakan fungi Entamophtora muscae. Tak hanya itu, saya mulai aktif mengikuti organisasi seperti Pengurus Rohkris dan Asrama untuk membantu seleksi universitas ketika kelas 12.
Perjuangan untuk masuk FKUI yang kurasakan tidak hanya dengan belajar, tetapi juga dengan memantapkan pilihan. Salah satu hambatan terbesar yang kurasakan merupakan pilihan antara memperjuangkan FKUI dan menjadi dokter atau memperjuangkan Perguruan Tinggi Luar Negeri (PTLN) dan menjadi peneliti. Hambatan ini mempengaruhi perkembangan saya ketika kelas 11 secara signifikan. Karena ketidakpastian pilihan saya, saya kurang memaksimalkan kemampuan saya untuk meraih kedua impian sehingga saya selalu merasakan berada di ruang abu-abu. Tak hanya itu, pertimbangan antara kedua pilihan tersebut mengakibatkan pertengkaran saya dengan ibu saya karena beliau sangat menginginkan saya untuk tetap menjadi dokter. Hal ini membuat saya selalu berdoa untuk meminta pertolongan Tuhan dalam menyelesaikan dilema saya mengenai universitas.
Hal ini pun berlanjut hingga saya kelas 12. Saya masih merasakan ketidakpastian dalam pilihan memutuskan untuk mengikuti bimbingan belajar persiapan SNBT untuk cadangan tambahan materi. Walaupun hambatan pilihan saya, saya pun diberi kesempatan menjadi siswa eligible untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Akan tetapi, saya masih merasakan kebingungan akan memilih FKUI karena tingkat penerimaan melalui SNBP sangatlah dan juga kesempatan sekali dalam hidup untuk diterima di perguruan tinggi hanya menggunakan nilai dan prestasi sehingga saya merasakan ragu untuk mendaftar FKUI. Saya pun pada akhirnya mendaftar Fakultas Kedokteran universitas lain. Kabar buruk pun melanda hingga saya dinyatakan warna merah berlambang ketidaklolosan dalam seleksi SNBP.
Setelah penolakan SNBP, saya mulai perlahan merasakan kembali semangat dan tekad untuk masuk FKUI dari dukungan teman, guru bimbingan belajar, dan juga keluarga. Akan tetapi, waktu saya untuk mengejar kembali progress yang hilang karena keraguan saya tidaklah banyak. Maka dari itu, saya mulai mengikuti bimbingan belajar lebih intensif, menjadwalkan pengerjaan soal supaya lebih konsisten, dan juga kerap mengikuti Tryout secara online. Hari demi hari mendekati penentuan pilihan SNBT, saya pun mengukuhkan pilihan bahwa saya harus Fakultas Kedokteran dan pilihan 1 saya harus Universitas Indonesia.
Hari ujian pun tiba, dengan segala persiapan dan keyakinan diri, saya dapat mengerjakan setiap soal dengan lancar walau terdapat beberapa soal yang saya kurang yakin tetapi saya percaya bahwa saya dapat lolos. Segala campur aduk emosi yang saya rasakan ketika menunggu pengumuman SNBT, serta ketidakpastian mulai datang kembali selama persiapan untuk SIMAK UI. Hari pengumuman pun tiba dan dengan sudah menyiapkan hati dan mental saya membuka website SNBT untuk melihat apakah laman tersebut berwarna merah atau biru, dan tidak tersangka laman tersebut berwarna biru yang berarti saya telah diterima ke FKUI. Di saat itu, saya merasa sangat bahagia dan lega karena semua kerja keras dan usaha saya terbayar dengan saya berada di FKUI.
Perjalanan saya meraih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan sekejap. Banyak tangisan, kerja keras, dan amarah yang saya lewatkan untuk mencapai tempat saya sekarang. Maka dari itu, saya ingin terus mengembang soft dan hard skill diri di Universitas Indonesia menggunakan pengalaman saya ketika SMA dan SMP. Saya ingin dapat lebih mengimbangi antara kepanitiaan dan akademik supaya saya dapat menggabungkan kedua tersebut supaya dapat menjadi keunggulanku dalam mengembangkan karir dalam dunia kerja. Saya juga ingin menjadi lebih aktif dalam kegiatan yang berkatitan dengan pengembangan ilmu berbasis luar negeri, seperti pertukaran pelajar IISMA, supaya saya dapat merealisasikan mimpi saya ketika SMA dan mengembangkan kemampuan serta keterampilan saya sebagai dokter.
Banyak harapan yang saya pikirkan ketika diumumkan diterima di FKUI, salah satunya merupakan menjadi pribadi yang lebih dekat kepada Tuhan serta dapat melayaninya dalam kegiatan yang saya lakukan. Saya juga berharap untuk dapat lebih bersosial dengan teman-teman seangkatan supaya dapat menjalin hubungan pertemanan yang sehat dan bertahan lama. Harapan saya bagi FKUI Angkatan 2023, Gelora, merupakan dapat menjadi angkatan yang dapat mendukung sesama dan angkatan berisi calon-calon dokter yang dapat membawa perubahan baik bagi lingkungan sekitar.
Menurut saya, dokter ideal adalah sosok profesional medis yang menjadi teladan dalam praktik kedokteran. Mereka bukan hanya memiliki pengetahuan medis yang mendalam, tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai etika, kompetensi, dan tanggung jawab yang tinggi dalam setiap aspek pelayanan kesehatan. Pandangan mengenai dokter ideal mencakup berbagai dimensi yang meliputi kompetensi klinis, integritas, empati, keterbukaan, dan dedikasi terhadap kesejahteraan pasien [2].
Dokter ideal menganggap nilai luhur sebagai fondasi utama dalam praktik kedokteran. Mereka berpegang pada prinsip-prinsip etika profesi medis, seperti mengutamakan kepentingan pasien di atas segalanya, menjaga kerahasiaan pasien, serta berkomunikasi dengan jujur dan empati. Selain itu, dokter ideal juga berkomitmen untuk belajar secara berkelanjutan demi menjaga kompetensinya yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi medis.
Dokter ideal memiliki peran penting dalam kontribusinya terhadap masyarakat. Mereka bukan hanya melakukan tindakan medis secara teknis, tetapi juga berusaha memahami dan menghormati kebutuhan serta nilai-nilai kultural pasien. Dengan sikap empati dan keterbukaan, dokter ideal mampu membina hubungan saling percaya antara dokter dan pasien, sehingga pasien merasa didengar dan terlibat dalam pengambilan keputusan terkait perawatan kesehatan.
Dokter ideal juga berperan sebagai pendidik kesehatan bagi masyarakat. Mereka memberikan informasi yang akurat dan dapat dipahami tentang penyakit, pencegahan, serta gaya hidup sehat. Melalui edukasi, dokter ideal membantu masyarakat memahami pentingnya menjaga kesehatan dan mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah penyakit.
Bagi mereka yang bercita-cita menjadi dokter ideal, sifat dan karakteristik tertentu sangat penting. Selain memiliki keahlian medis yang kuat, mereka perlu memiliki empati tinggi untuk dapat memahami dan merasakan perasaan pasien. Keterbukaan dan kemampuan berkomunikasi yang baik menjadi kunci dalam membangun hubungan saling percaya dengan pasien. Disiplin, ketelitian, dan rasa tanggung jawab juga diperlukan dalam menghadapi situasi medis yang kompleks dan menuntut keputusan cepat [3].
Dokter ideal adalah individu yang mengabdi pada profesinya dengan sepenuh hati, berkomitmen untuk memberikan pelayanan medis yang berkualitas tinggi, serta berkontribusi nyata terhadap kesejahteraan dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Harapan saya dalam menjalani kegiatan di Fakultas Kedokteran merupakan menjadi mahasiswi teladan yang dapat meraih prestasi dalam kompetisi medis untuk mengharumkan nama Universitas Indonesia. Saya juga berharap mendapatkan IPK 4.0 dan memaksimalkan kemampuan saya melalui praktek yang diadakan di kegiatan belajar. Saya berencana untuk mencapai ini dengan memaksimalkan pemahaman materi yang diberikan dengan mencatat dan mereview ulang, mencari material untuk belajar secara mandiri, serta memaksimalkan pengerjaan tugass yang diberikan oleh dosen.
Ketika saya sudah menjalani masa klinik, saya berencana untuk mengoptimalkan kesempatan yang diberi ketika masih dibawah bimbingan supaya ketika saya sudah dapat praktik, saya dapat menjadi dokter yang terampil dan mencegah terjadinya malpraktik yang dapat terjadi ketika bertugas. Saya juga berencana untuk melanjutkan studi S2 saya di Karolinska Institutet, Sweden untuk meningkatkan serta memperluas pemahaman mengenai bidang kanker yang dapat diterapkan di Indonesia. Saya berencana untuk meraihnya melalui beasiswa LPDP sehingga dapat menjamin bahwa ilmu saya dapat berguna bagi masyarakat Indonesia.
Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran, saya berharap supaya masyarakat dapat lebih peka dan sigap akan masalah kesehatan karena besar probabilitas bahwa hal tersebut tak hanya berefek pada diri mereka, tetapi juga kepada orang di sekitarnya. Salah satu contoh tersebut merupakan budaya merokok. Merokok dapat menyebabkan antibodi menurun, kanker paru-paru, kerusakan organ, dan mempercepat penuaan bagi perokok aktif dan pasif [4, 5]. Sama halnya dengan terjadinya pandemi COVID-19 sehingga bila mindset ini dapat berubah, bila terjadinya pandemic ataupun endemic selanjutnya, masyarakat Indonesia dapat selalu siap.
Banyak hal yang saya pertimbangkan kembali sebelum memasuki FKUI dan hal inilah yang paling saya sarankan untuk adik kelas saya yang berminat dalam fakultas ini. Apakah kalian yakin fakultas ini merupakan fakultas yang tepat untuk mengembangkan karir kalian? Sebarapa siapkah kalian untuk memperjuangkan fakultas ini? Apakah kalian sudah mengeksplorasi semua pilihan kalian? Apakah jalur ini merupakan passion kalian? Jika kalian masih belum yakin, carilah terlebih dulu yang paling cocok untuk kalian karena kalian masih memiliki waktu supaya usaha yang kalian kerahkan merupakan 100%. Jika kalian sudah mantap dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya hanya dapat berkata, “go for it, strive for it.” Apabila kalian gagal, jangan putus semangat dan bangkit lagi. Jangan lupa juga untuk berdoa dan meminta kepada Tuhan yang Maha Esa karena Tuhan-lah satu-satunya yang dapat memberi kelancaran jalan usaha kita semua.
Kerjasama (Universitas, Institusi & Pemerintah) – Faculty of Medicine Universitas Indonesia [Internet]. Available from: https://fk.ui.ac.id/kerjasama-universitas-institusi-pemerintah.html
Tanggung J, Profesional D, Dalam P, Kesehatan A, Bagus J, Hukum, et al. Available from: http://repository.untag-sby.ac.id/4769/6/JURNAL.pdf
Gosal VHR, Manampiring AE, Waha C. Perilaku Profesional Tenaga Medis terhadap Tanggung Jawab Etik dan Transaksi Terapeutik dalam Menjalankan Kewenangan Klinis. Medical Scope Journal [Internet]. 2022 Sep 27 [cited 2023 Aug 11];4(1):1–9. Available from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/msj/article/view/41689
Sodik MA. Merokok & Bahayanya [Internet]. OSF Preprints; 2018. Available from: osf.io/wpek5
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan [Internet]. yankes.kemkes.go.id. Available from: https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/372/bahaya-perokok-pasif
Comments