- Felisha Zalika
- Aug 12, 2023
- 8 min read
Saya Felisha Zalika, biasa dipanggil Felisha, mahasiswa baru Fakultas Kedokteran 2023 program reguler melalui jalur SNBT. Sebelum menjadi mahasiswa baru Universitas Indonesia, saya menempuh pendidikan di SMA Labschool Jakarta.
Menurut uniRank, Universitas Indonesia menempati peringkat nomor satu universitas di Indonesia. Seperti pelajar SMA pada umumnya, masuk ke universitas terbaik di Indonesia adalah sebuah impian. Saya pun termasuk dalam banyaknya pelajar yang mendambakan Universitas Indonesia, khususnya di Fakultas Kedokteran. Namun, bukan sekadar mimpi, untuk saya FKUI adalah tantangan. Sejak saya memantapkan diri saya untuk menjadi seorang dokter, menjadi bagian dari FKUI merupakan target yang harus saya capai. Selain itu, prestasi yang ditoreh mahasiswa UI khususnya Fakultas Kedokteran membuat saya semakin yakin untuk menjadi bagian dari FKUI.
Salah satu hal yang memotivasi saya untuk menjadi dokter adalah jumlah dokter spesialis yang masih kurang. Dalam sebuah liputan yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada, drg. Arianti Anaya, MKM., selaku Dirjen Tenaga Kemenkes RI, menegaskan bahwa Indonesia masih kekurangan sekitar 30 ribu dokter spesialis. Tentu saja langkah pertama untuk menjadi seorang dokter spesialis adalah menyelesaikan pendidikan dokter umum terlebih dahulu. Keinginan saya untuk berkontribusi dalam pelayanan kesehatan masyarakat menjadi motivasi utama saya untuk bergabung bersama FKUI. Hal ini dikarenakan adanya berbagai macam kegiatan nonakademik Universitas Indonesia yang memberikan dampak baik bagi masyarakat.
Organisasi sekolah yang pertama kali dikenalkan pada saya adalah Dokter Kecil. Di mata saya yang saat itu duduk di bangku kelas 1 SD, kakak-kakak kelas berjas putih yang melakukan penyuluhan dengan semangat sangatlah mengagumkan. Setelah penyuluhan pertama itu, saya bertekad untuk menjadi bagian dari Dokter Kecil juga. Hal itu kemudian menjadi kenyataan di kelas 3 SD dan terus berlanjut sampai saya kelas 6 SD. Ternyata saya sangat menikmati kegiatan Dokter Kecil di sekolah. Ikut berpartisipasi di pelatihan P3K, melanjutkan penyuluhan, melakukan pemeriksaan jentik nyamuk di lingkungan sekolah, sampai mengobati kasus sederhana seperti pusing atau mimisan. Tanpa saya sadari, kontribusi saya di Dokter Kecil menjadi momen di mana ketertarikan saya pada dunia medis muncul.
Saya tidak membiarkan ketertarikan itu redup dan bergabung di Palang Merah Remaja saat kelas 7 SMP sebelum berpindah ke divisi lain pada tahun selanjutnya. Keaktifan berorganisasi tidak menggoyahkan saya dari tujuan yang sesungguhnya, yaitu Ujian Nasional. Saya sadar untuk kemudian ingin mencapai fakultas terbaik di universitas terbaik, saya harus masuk ke SMA yang baik pula. Setelah masa menjabat di organisasi SMP berakhir, saya memusatkan fokus saya untuk Ujian Nasional agar dapat masuk ke SMA negeri terbaik di Jakarta. Sekolah saya, SMP Madina Islamic School, selalu mendorong siswa-siswinya untuk rajin belajar. Pendalaman materi sepulang sekolah, pembuatan karya ilmiah, hingga penyelenggaraan TO setiap Senin pagi. Namun, pembelajaran tambahan tersebut tidak cukup untuk mendongkrak nilai TO saya yang masih saja tidak memuaskan. Akhirnya, saya bergabung dalam lembaga les yang jaraknya tidak jauh dari SMP saya pada saat itu. Setiap pulang sekolah, saya akan berjalan menuju tempat les untuk belajar selama empat jam. Tahun terakhir saya di SMP saya habiskan dengan berangkat ke sekolah sebelum langit terang dan pulang ke rumah saat langit sudah kembali gelap. Saya pun mengikuti kelas tambahan di lembaga les tersebut untuk menyiapkan pilihan SMA swasta, yaitu SMA Labschool Jakarta. Pilihan itu pun merupakan hasil terbaik dari diskusi panjang dengan orang tua saya dan banyak pertimbangan.
Meskipun telah menetapkan pilihan lain, tujuan utama saya tetaplah SMA negeri unggulan. Sayangnya, pandemi COVID-19 melanda yang menyebabkan Ujian Nasional dibatalkan. Peluang saya untuk masuk ke SMA negeri impian menjadi semakin kecil dengan berubahnya sistem penerimaan siswa baru SMA negeri pada saat itu. Namun saya tidak begitu khawatir, sebab sebelumnya saya telah mengikuti tes penerimaan siswa baru SMA Labschool Jakarta yang kemudian berbuah manis. Pada tahun-tahun di mana kegiatan pembelajaran masih dilakukan secara daring, saya banyak mengalami kesulitan. Menatap layar dalam waktu lama membuat saya kehilangan fokus dan sulit menyerap informasi. Kegiatan sekolah secara daring juga membuat saya ragu untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Akhirnya, satu setengah tahun pertama saya di SMA dapat disebut tidak maksimal. Maka dari itu, ketika kegiatan pembelajaran sudah sepenuhnya dilakukan secara luring, fokus saya adalah menikmati masa SMA dengan mengikuti kepanitiaan dan organisasi. Selama itu nilai saya pun tetap naik, namun tidak cukup baik untuk bersaing dengan teman-teman saya yang lain. Melihat nilai saya yang tidak cukup, saya tidak menaruh harapan apapun untuk masuk ke kuota SNBP. Tanpa menunggu pengumuman eligible SNBP, seperti mengulang masa SMP, setelah masa jabatan saya di organisasi telah berakhir, saya kembali memusatkan fokus saya ke target sesungguhnya. Kali ini melewati ujian yang lebih krusial, yaitu SNBT.
Sebenarnya, di kelas 10 dan 11 SMA, saya sempat beberapa kali bergabung lembaga les untuk belajar tambahan secara daring. Lagi-lagi hal tersebut tidak memberikan efek yang signifikan pada saya. Sehingga ketika saya dapat bergabung dalam lembaga les yang dilaksanakan secara luring, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Pada saat kelas 12 SMA, saya bergabung dalam dua lembaga les. Satu dilaksanakan secara luring, satu dilaksanakan secara daring, dan keduanya berjalan secara selang-seling. Belajar tambahan tersebut membuat jadwal saya semakin padat, sampai-sampai saya hanya punya waktu libur di hari Minggu. Setelah pengumuman SNBP, kedua lembaga les mengetatkan jadwalnya menjadi sangat intens. Pergi ke les luring pada pagi sampai siang hari lalu pulang ke rumah untuk les daring sampai malam hari. Tak lupa, pihak sekolah maupun pihak les terus membimbing saya untuk memantapkan pilihan penjurusan saya kelak. Saya tidak ragu untuk menetapkan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di pilihan pertama. Merasa mantap dengan keputusan saya dan didorong dengan dukungan orang tua, pilihan itu pula yang kemudian tercatat pada kartu peserta SNBT saya.
Ada satu hal yang membuat saya sedikit kehilangan semangat di tengah padatnya persiapan tes masuk universitas. Ketika hari ujian semakin dekat, saya makin memperapat frekuensi berlatih soal TO dari situs-situs di internet. Kedua mata saya hanya melihat soal-soal dari pagi ke pagi. Sayangnya, usaha saya membiasakan diri mengerjakan soal tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Warna merah kerap menghiasi hasil TO saya, begitu pula dengan kalimat-kalimat yang menyatakan bahwa nilai saya tidaklah cukup untuk masuk ke FKUI. Rasanya sangat campur aduk. Saya sangat ingin menyerah di tengah jalan dan menurunkan ekspektasi saya untuk kabar baik di kemudian hari. Namun di saat yang sama, saya merasa bahwa perjuangan saya sudah sangat mendekati garis finish. Dengan sedikit rasa pesimis, saya tetap memperjuangkan FKUI dengan terus giat belajar. Pada beberapa TO terakhir di lembaga les, saya dapat melihat hasil yang kian meningkat. Memang masih belum dalam pada batas aman pada saat itu, tapi melihat angka yang cukup besar membuat saya termotivasi.
Pada pertengahan bulan Mei, saya akhirnya duduk di Universitas Negeri Jakarta untuk melaksanakan SNBT. Hari sebelumnya saya habiskan belajar tanpa henti, menghiraukan nasihat untuk istirahat yang cukup di hari sebelum ujian. Soal demi soal saya kerjakan diiringi dengan doa. Rasa pesimis di hari-hari sebelumnya mulai muncul kembali ketika melihat soal ujian yang cukup sulit. Pikiran saya pada hari itu hanyalah mengisi semua soal yang disediakan. Hari itu saya pulang dengan hati setengah lega setengah cemas.
Selepas SNBT, saya menghabiskan beberapa waktu untuk menikmati masa-masa terakhir saya di SMA. Jalan-jalan dengan teman, perpisahan, prom night, hingga wisuda. Meskipun dihantui sedikit rasa tidak tenang, saya tetap ingin bersenang-senang sebelum akhirnya berpisah dengan teman-teman saya. Hingga akhirnya di awal Juni saya harus kembali ke realita. Sambil menunggu pengumuman SNBT yang masih lama, saya mempersiapkan diri saya untuk ujian SIMAK. Meski begitu, saya terus berdoa agar perjuangan saya mengejar FKUI berhenti di SNBT saja.
Hari pengumuman SNBT pada bulan Juni menjadi salah satu hari terbaik dalam hidup saya. Atmosfer rumah saya begitu hidup pada hari itu. Tak hanya orang tua dan kakak, kerabat dekat lainnya serta teman-teman terdekat juga turut berbahagia bersama saya.
Perjuangan saya menjadi bagian dari FKUI mengubah banyak aspek dalam hidup saya. Perubahan-perubahan tersebut bersifat baik dan saya berharap saya dapat mempertahankannya sampai mendapat gelar dokter kelak. Sebelumnya, saya merupakan seseorang yang tidak pandai mengatur waktu dan mengerjakan tugas mendekat tenggat waktu. Saya paham bahwa untuk bertahan di FKUI, sifat tersebut harus saya perbaiki dengan cepat. Selama berjuang di SNBT, saya merasa sifat kurang baik tersebut mulai tergantikan dengan yang lebih baik. Komitmen saya adalah mempertahankan kebiasaan baik tersebut agar saya tidak tertinggal dengan teman-teman lainnya. Saya berharap FKUI dapat menjadi langkah pertama untuk saya dan teman-teman FKUI 2023 untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan dokter yang berdedikasi di masa depan. Seseorang yang mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi masing-masing. Saya juga berharap FKUI dapat membantu saya untuk menebar kebaikan kepada masyarakat.
Menurut pandangan saya, hal terpenting yang harus ditemukan dalam seorang dokter adalah kemampuan berkomunikasi dengan pasien. Menurut Setyawan (2017), hubungan dokter dengan pasien merupakan sebuah landasan semua aspek praktik kedokteran. Salah satu dokter yang kemampuan komunikasinya menginspirasi saya adalah seorang dokter gigi berbasis di Amerika Serikat bernama dr. John Yoo. Dalam proses pengobatannya, dr. Yoo berhasil mendapatkan kepercayaan pasiennya yang merupakan anak-anak. Hal tersebut sangat menarik perhatian saya karena seperti kita ketahui, pergi ke dokter gigi adalah hal yang menakutkan bagi anak kecil. Tidak hanya itu, dr. Yoo juga melakukan kegiatan sosial terkait kesehatan gigi dan mulut anak di Filipina.
Selain memiliki kemampuan berkomunikasi yang mumpuni, saya juga ingin menjadi dokter yang dapat melayani masyarakat di daerah yang sulit dijangkau. Dalam sebuah penelitian oleh Rustam dkk. (2020), persebaran dokter umum di puskesmas Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan belum memenuhi target. Ada sosok dokter yang begitu menginspirasi saya dengan perjuangannya membawa akses kesehatan gratis, yaitu dr. Lie Dharmawan. Dilansir dari greennetwork, dr. Lie telah memberikan pelayanan kesehatan gratis hingga daerah terpencil kepulauan dan pesisir Indonesia timur. Kegigihan dr. Lie melakukan pelayanan tersebut meski sempat mengalami musibah membuat saya termotivasi untuk menjadi dokter yang dapat melayani masyarakat dengan baik.
Bagi saya, sosok kedua dokter di atas adalah dokter ideal. Seperti dr. Yoo dan dr. Lie, saya ingin menjadi dokter yang bermanfaat bagi orang banyak. Dari anak-anak hingga dewasa, saya juga ingin menjadi dokter yang dapat dipercaya oleh pasien. Selain itu, saya juga bertekad untuk bertahan teguh memegang prinsip saya.
Tentunya untuk menjadi dokter ideal, saya tidak bisa hanya mempunyai nilai yang baik. Selama studi saya di FKUI, saya akan bergabung dalam unit kegiatan mahasiswa untuk mengembangkan minat bakat saya seperti tari tradisional. Selain itu, saya berencana untuk aktif dalam program sukarelawan yang berfokus pada pemberian pengetahuan mengenai kesehatan pada masyarakat. Melalui pengalaman tersebut, saya berharap dapat mengasah empati melalui pemahaman terhadap tantangan kesehatan di masyarakat. Di samping itu, saya juga akan mempertahankan nilai saya agar dapat lulus dengan predikat yang baik. Maka dari itu, saya harus dapat mengatur waktu saya dengan baik. Saya harus dapat memastikan bahwa kegiatan nonakademik saya tidak akan mengganggu proses belajar saya. Selain itu, saya harus memiliki inisiatif dari diri saya sendiri untuk terus mengasah kemampuan saya dalam materi yang sifatnya praktikal.
Adapun rencana di masa depan ketika sudah bergelar dokter, saya berencana untuk menyelesaikan pendidikan medis lanjut dalam bidang obstetri. Saya bertekad untuk memberikan perawatan berkualitas tinggi pada pasien dan berkontribusi dalam bantuan terhadap masyarakat yang membutuhkan. Tidak hanya berfokus pada karier, saya juga berharap dapat memberikan edukasi mengenai pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang masih mengandalkan pengobatan tradisional.
Saya berharap, masyarakat sekitar dapat memercayai dokter untuk melakukan pengobatan. Terkadang masih dapat ditemukan anggota masyarakat yang memilih pengobatan alternatif daripada pergi ke dokter. Saya juga berharap agar saya dapat menjadi dokter yang dapat dipercaya oleh masyarakat.
Menjadi dokter memang membutuhkan waktu yang lama. Menjadi bagian dari FKUI juga membutuhkan kerja keras dan ketekunan. Kalau saya dapat berpesan untuk adik-adik kelas saya yang juga memiliki mimpi masuk FKUI, saya hanya ingin memberi tahu mereka meskipun target tersebut terlihat sulit dan mustahil dicapai, pada akhirnya mereka akan berhasil juga. Tetap tekun dan bekerjalah lebih keras dari siapapun.
Referensi :
1. Top universities in Indonesia: 2023 university ranking: UniRank [Internet]. [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://www.4icu.org/id/
2. Ardhi N S. Indonesia kekurangan 30 Ribu Dokter Spesialis [Internet]. 2023 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://ugm.ac.id/id/berita/23634-diskusi-rancangan-undang-undang-kesehatan-omnibus-law-ugm-indonesia-kekurangan-25-732-dokter-spesialis/
3. Setyawan F. (PDF) Komunikasi Medis: Hubungan Dokter-Pasien - Researchgate [Internet]. 2018 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://www.researchgate.net/publication/347301863_Komunikasi_Medis_Hubungan_Dokter-Pasien
4. Muamar A. Dedikasi Dokter lie Dharmawan Bawa Akses kesehatan gratis ke Daerah Terpencil [Internet]. 2022 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://greennetwork.id/unggulan/dedikasi-dokter-lie-dharmawan-bawa-akses-kesehatan-gratis-ke-daerah-terpencil/
5. Rustam IY, Maman Saputra, Yolanda Handayani, Roy Okto Maradona, Farhannuddin Rusdi, Anhari Achadi. Analisis Determinan Pilihan Karir Dokter Internsip di provinsi DKI Jakarta. Journal Of The Indonesian Medical Association. 2021;70(12):246–52. doi:10.47830/jinma-vol.70.12-2020-324
Comments