- Faiza Lavina Meutia
- Aug 13, 2023
- 7 min read
Narasi Perjuangan
Nama saya adalah Faiza Lavina Meutia, tetapi anda bisa memanggil saya Faiza saja. Saya datang dari SMA American School of Doha di Qatar dan lagi sekarang masuk program KKI FKUI melalui jalur SIMAK KKI. Saya menganggap FKUI sebagai institusi bereputasi di mana saya bisa mendapatkan sertifikasi yang akan sangat menguntungkan saya ketika memasuki bidang kedokteran di masa depan.
Alasan kenapa saya ingin masuk FKUI datang dari mimpi masa kecil saya untuk menjadi dokter, yang merupakan hasil dari beberapa faktor. Awalnya ia cuman karena diriku sebagai seseorang anak terkesan kakekku yang tinggal di tengah malam untuk pasien-pasiennya. Namun, seiring saya tumbuh, tautan antara saya dan kedokteran berevolusi, dikarenakan saya telah menonton banyak orang lain meninggalkan tidur untuk orang lain. Komik dan novel medis yang saya nikmati aulu sekarang menarik perhatian saya, karena saya terpesona oleh gambaran karakter-karakter mulia dan beragam keterampilan penyelamatan jiwa mereka. Menyaksikan para dokter dalam kehidupan nyata mengambil risiko nyawa mereka selama kekacauan awal pandemi memperkuat keinginan saya untuk menjadi orang semacam itu—itu adalah impian mungkin!
Semangatnya saya untuk menjadi doktor, saya menjelajah bidang kesehatan: saya memagang dokter-dokter hewan, obgyn, orthodontis, perawat-perawat ER dan menonton terapis sambil kerja sukarela. Saya belajar bahwa pekerja-pekerja beda dalam bidang kesehatan mempunyai interaksi-interaksi beda dengan pasien. Walaupun orthodontis dan terapis lebih banyak bicara dan pribadi, dokter hewan menenangkan dan obgyn cenderung lebih serius. Sambil menjadi asisten guru sukarelawan kepada anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, saya menemukan bahwa menemani dan berbicara dengan anak-anak sangat menyenangkan, walaupun saya memerlukan sabar menghadap tantrum. Di sisi sebaliknya, saya juga melihat aspek negatifnya kegagalan untuk menyelamatkan nyawa. Tirainya terangkat dari pandangan ideal yang saya miliki tentang dunia medis, di mana dokter-dokter yang tepat merawat dan membimbing pasien menuju pemulihan; kadang-kadang, hal-hal tragis yang terjadi. Semua pengalaman ini hanya menguatkan keinginan saya untuk melanjutkan ke langkah berikutnya: memasuk salah satu fakultas kedokteran untuk mempelajari ilmu kedokteran untuk mendapatkan lisensi praktek di Indonesia di masa depan.
Saya pilih FKUI sebagai universitas yang akan bantu saya mencapai impian ini, sebagian besar karena program gelar ganda KKInya. Walaupun ia memberi saya sertifikasi dalam kedokteran yang akan membiarkan saya praktek sebagai dokter di Indonesia, programnya juga diajarkan dalam bahasa Inggris dan juga memberi saya paparan internasional yang akan membantu saya memperluas perspektif dan mengembangkan empati karena ketemu banyak orang beda-beda.
Melihat belakang, saya tidak selalu pernah pikir universitas mana yang ingin saya masuk. Saya baru mulai memikirnya saat tengah-tengah SMA, karena sebelumnya, sekolah-sekolah yang saya masuki sebagian besar tergantung pada tempat kami tinggal pada waktu tertentu. Saya belum pernah pilih di mana saya ingin bersekolah sebelumnya. Namun, begitu saya memutuskan ingin masuk dengan fakultas kedokteran UI (yang sudah sering saya dengar dari keluarga dan media sosial), saya mulai pilih untuk mengambil semua kelas ilmu pengetahuan alam, bukan hanya kelas biologi dan kimia seperti teman-teman kelas dan teman-teman saya yang juga tertarik pada bidang medis (mereka hanya fokus pada biologi dan kimia karena universitas target mereka cuman perlu kelas ilmu pengetahuan itu digabung dengan kelas-kelas beda). Ini adalah tindakan untuk mempersiapkan diri saya (meskipun kurikulum sekolah kami beda dari yang ada di Indonesia) untuk SIMAK, satu-satunya jalur yang muat kualifikasi saya. Saya tidak bisa mengikut jalur-jalur lain karena sekolah SMA saya bukan di Indonesia. Namun, untuk memastikan impian medis saya, saya melakukan magang dan mengikuti beberapa dokter sebagai bayangan.
Pada akhirnya, ketika saya putuskan untuk langsung mengikuti kursus intensif beberapa hari setelah lulus, masih ada banyak materi yang beda dari apa yang saya sudah belajar. Misalnya, fisika di sekolah saya dibagi ke beberapa kelas berbeda: daya tarik dan listrik itu kelas berbeda dari kelas mekanik, yang juga berbeda dari kelas kinematik. Karena jumlah kelas yang saya bisa mengambil di SMA terbatas, saya tidak sempat mengambil semua tipe kelas fisik. Akibat ini, bulan sebelum ujian SIMAKnya penuh banyak malam tanpa tidur dan pertanyaan terus-menerus kepada para tutor saya tentang materi-materi yang seorang siswa Indonesia yang mengikuti kurikulum Indonesia akan anggap dasar. Walaupun harapan saya untuk berhasil masuk fakultas awalnya tinggi, harapan itu sudah jatuh dengan semua materi yang telah saya pelajari, dan jatuh lebih rendah setelah saya mengikuti ujian online dan mengalamkan tingkat kesulitan materi tersebut. Karena itu, ketika hari pengumuman wawancara, saya sudah kehilangan harapan dan siap untuk kembali tahun depan. Bayanglah kejutan saya ketika menyadar bahwa saya dipilih untuk wawancara dan berhasil melewati seluruh ujian seleksi. Kepercayaan diri saya terbang seperti roket saat itu. Komitmen saya untuk mengejar kedokteran melalui FKUI juga naik sepuluh kali lipat, untuk mewujudkan versi diri saya yang ideal.
Menjadi seorang dokter termasuk dalam diri ideal saya. Namun, apakah dokter ideal? Dokter ideal adalah tipe dokter yang pasien paling inginkan untuk merawat dan membimbing mereka dalam jalan menuju pemulihan. Dokter seperti ini percaya diri, empatik, manusiawi, pribadi, polos, menghormati, dan teliti. Mereka adalah dokter yang akan pertama kali muncul di kepala jika sakit dan mempunyai beberapa dokter yang bisa dipilih. Lebih spesifiknya, menurut beberapa penelitian di berbagai orang yang berbeda (1-4), seorang dokter ideal mempunyai beberapa karakteristik, termasuk integritas untuk mempertahankan kepercayaan pasien, kejujuran untuk fasilitasi komunikasi terbuka, profesionalisme dalam komunikasi dan penampilan, kemauan untuk menyokong akses pasien ke perawatan kesehatan itu sendiri, menunjukkan tanda-tanda non-verbal bahwa mendengarkan dan memahami pasien, pengetahuan yang sangat luas tentang bidang medis, dll. Walaupun menurut orang berbeda keterampilan yang paling penting juga berbeda, pemahaman medis yang dalam dan keterampilan interpersonal umum selalu termasuk salah satu yang paling penting. Dokter juga harus etis, mempunyai keterampilan interpersonal umum dan menghormati kolega dan pekerja lain (3). Dokternya juga harus sehat sendiri dan alasannya harus kelihatan rapi adalah untuk menunjukkan bahwa dia menghormati diri sendiri, kolega dan pasien-pasien (4). Dokter ideal demikian akan menjadi orang terbaik dalam membantu orang-orang yang sakit menyebrang jalan menuju pemulihan. Sebaliknya, "dokter buruk" akan menjadi dokter yang tidak dipercayai pasien untuk pemulihan mereka, yang mempunyai karakteristik berlawanan kutub dari dokter ideal. Ini adalah dokter yang tidak peka, tidak menghormati, sombong dan mengabaikan pendapat pasien, tidak tertarik sama pasien, tidak berperasaan dan gagal dalam layanan lanjut. Ini adalah kesan yang dibangkit dengan waktu yang lama dan usaha yang keras, yang bisa mudah jatuh.
Di masa depan, saya ingin sekali untuk menjadi seorang dokter yang percaya diri, empatik, dan menghormati tidak hanya pasien tetapi semua manusia, dekat dengan pasien saya dan seseorang yang sangat dipercayai. Saya juga berniat menjadi seorang dokter yang dermawan, di mana setelah saya mendapatkan beberapa tahun pengalaman di rumah sakit, saya berniat menawarkan keterampilan medis saya di sebuah NGO, untuk membantu melebarkan akses perawatan kesehatan. Dengan membuat ini, saya akan memiliki kemauan untuk menyokong akses pasien ke perawatan kesehatan. Saya juga akan berusaha menjadi seorang dokter yang penuh empati dan memahami pasien, yang mendengarkan pasien dengan baik dan kejujuran untuk fasilitasi komunikasi terbuka.
Rencana jangka pendek saya sebelum menjadi seorang dokter adalah menjadi mahasiswa teladan yang aktif di kampus dan di masyarakat. Saya berniat mencapainya dengan bergabung dalam beberapa kegiatan di sekitar kampus untuk bertemu dengan orang-orang yang sependapat, mengembangkan diri dalam bidang-bidang yang sama dengan minat saya sendiri. Dengan melaku itu, saya juga berniat untuk berusaha meraih banyak prestasi dalam kompetisi dan acara-acara dari kegiatan-kegiatan ini, karena itu membunuh dua burung dengan satu batu (partisipasi dalam apa yang saya suka dan bekerja untuk lulus dengan prestasi). Belajar dan bekerja dengan teman-teman dan profesor juga akan menjadi fokus besar selama berada di FKUI, sampai saya bisa lulus dengan prestasi cum laude.
Rencana jangka panjang saya sebagai seorang dokter adalah menjadi spesialis obstetri dan ginekologi, sama seperti kakek dan tante saya. Hal ini karena ini sebabnya saya memulai mengejar karier medis pertama kali—untuk menjadi seorang OBGYN. Ini karena saya mengagumi tugas seorang OBGYN dalam membantu membawa kehidupan baru ke dunia ini, seperti mereka asisten Tuhan. Alasan lain adalah karena terdapat ketidakseimbangan besar antara rasio OBGYN perempuan dan laki di Indonesia dan preferensi pasien: saya sudah sering mendengar bahwa pasien lebih suka OBGYN perempuan, akan tetapi jumlah OBGYN laki lebih banyak di Indonesia. Riset (5) yang dilakukan dengan 280 pasien mempunyai hasil yang semua: sekitar 85% lebih nyaman dengan OBGYN perempuan. Untuk mencapai ini, saya akan menyelesaikan pendidikan S1 saya, terus menyelesaikan ko-as dan melewatkan sekitar 2 tahun sebagai seorang dokter umum sebelum kembali ke universitas untuk spesialis OBGYN. Di masa depan yang lebih jauh, saya ingin praktek di rumah sakit umum di Indonesia, di mana walaupun jauh lebih sibuk daripada rumah sakit swasta, saya lebih suka perasaan produktif dan suka tantangan jadi saya akan menghadapinya. Selain itu, rumah sakit umum juga akan memiliki banyak kasus-kasus yang lebih beda yang akan memberi saya lebih banyak peluang belajar dibandingkan rumah sakit swasta. Setelah saya mengumpulkan cukup pengalaman selama beberapa tahun, saya ingin bergabung dengan NGO (contohnya seperti Frontieres sans Medicines) menggunakan keterampilan medis yang saya sudah kumpulkan untuk bantu meningkat akses perawatan kesehatan kepada orang lebih banyak.
Dengan melakukan ini, saya bermimpi untuk membantu ciptakan masyarakat masa depan di mana akses perawatan kesehatan jauh lebih luas dan tidak ada cerita tentang anak-anak di desa-desa yang meninggal karena masalah kebersihan dan fasilitas medis yang tidak memadai. Hal ini, sekali lagi, akan difasilitasi oleh keanggotaan saya di NGO karena akan meningkatkan tenaga kerjanya supaya bisa mencakup lebih banyak area dan kelompok masyarakat.
Untuk adik-adik kelas yang ingin masuk FKUI, saya ingin menyarankan untuk memikirkan dengan cermat tentang masa depan mereka dan jenis dokter seperti apa yang ingin mereka jadi. Saya menyarankan mereka untuk memikirkan dengan teliti mengapa mereka ingin masuk FKUI, apakah itu benar-benar keinginan mereka atau hanya ikut-ikutan. Saya sendiri pilih karier ini beda dengan keinginan ibu bapak saya, jadi adik-adik tidak perlu takut karena beda keinginan dari ibu ayah sendiri. Saya juga ingin mensampaikan kepada adik-adik untuk mulai persiapan diri dari awal, memilih tidak hanya jalur yang tepat bagi mereka tetapi juga rencanakan SMAnya mereka jauh-jauh hari, meraih banyak prestasi dan mengikut tidak cuman dalam kompetisi tetapi juga memagang banyak dokter-dokter dan pekerja di bidang kesehatan, untuk memastikan dalam sepenuhnya bahwa karier ini (kedokteran) yang mereka pilih adalah yang sangat tepat bagi diri sendiri.
Daftar Pustaka
Rosa EY, Sugandi MS. The Ideal Doctor Image in Asian Countries: a Qualitative Study of Gen Z Patient’s Perspective. Eduvest - Journal of Universal Studies [Internet]. 2023 Jul 20 [cited 2023 Aug 7];3(7):1347–66. Available from: https://eduvest.greenvest.co.id/index.php/edv/article/view/865
Aoun M, Sleilaty G, Abou Jaoude S, Chelala D, Moussa R. How Do Lebanese Patients Perceive the Ideal Doctor Based on the CanMEDS Competency framework? BMC Medical Education [Internet]. 2019 Oct 29 [cited 2023 Aug 12];19(1). Available from: https://bmcmededuc.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12909-019-1837-y
Steiner-Hofbauer V, Schrank B, Holzinger A. What Is A good doctor? Wiener Medizinische Wochenschrift [Internet]. 2018 [cited 2023 Aug 12];168(15-16):398–405. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6223733/
Kamilova DN, Saydalikhujaeva SK, Rakhmatullaeva DM, Makhmudova MK, Tadjieva KS. Professional image of a teacher and a doctor. British Medical Journal. 2021 Nov 24;1(4).
Riaz B, Sherwani NZF, Inam SHA, Rafiq MY, Tanveer S, Arif A, et al. Physician’s Gender Preference Amongst Females Attending Obstetrics/Gynecology Clinics. Cureus [Internet]. 2021 May 14 [cited 2023 Aug 11];13(5). Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8199845/
Comentarios