- Callista Aguino
- Aug 13, 2023
- 6 min read
Narasi Perjuangan
Perkenalkan, nama saya Callista Aguino, biasa dipanggil Callista. Saya adalah mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, jurusan Pendidikan Dokter Kelas Khusus Internasional setelah melewati SIMAK KKI. Dulu, saya bersekolah di SMA Kristen 3 Penabur Jakarta.
Sejak kecil, saya ingin sekali menjadi dokter. Keinginan tersebut tumbuh karena melihat ibu saya, yang merupakan seorang dokter, melayani pasiennya dengan segenap hati, tak peduli asalnya dan status sosialnya. Dedikasi beliau dalam melayani di bidang kesehatan menginspirasi saya.
Lalu, tiba masa SMP, masa saat orang-orang di sekitar mulai menanyakan tentang rencana kuliah. Jawabanku hanya satu, “Mau di UI”. Buatku UI itu megah dan terhormat, terlebih Fakultas Kedokterannya. Saya ingin sekali menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia. Namun, masuk UI itu tentu bukan hal yang mudah. Banyak orang yang kaget dan mempertanyakan pilihan saya. Awalnya, jawaban orang-orang tersebut membuat saya meragukan diri saya juga. Meski begitu, saya terus belajar dan berusaha untuk mendapatkan nilai yang terbaik di SMP.
Saat SMA, masalah masuk perguruan tinggi semakin dibahas. “Harus masuk eligible” “Belajar buat UTBK”. Bisikan-bisikan tersebut membuat saya sangat khawatir dan terbebani. Dengan tuntutan yang sangat banyak, sayangnya, kondisi sekolah tidak mendukung sama sekali karena kami masuk SMA pada masa pandemi. Sulit sekali untuk menangkap pelajaran dan bersosialisasi dengan teman. Walau begitu, saya tetap berjuang dan mendapatkan nilai yang, menurut saya, tidak terlalu buruk. Pada saat SMA juga, saya mulai memberanikan diri untuk ikut kepengurusan OSIS dan saya menjadi anggota bidang 10 pada saat itu. Lewat OSIS, saya belajar banyak tentang kesehatan, kerja sama, dan manajemen waktu.
Saat saya melanjutkan masa SMA di kelas 11, saya semakin bertekad untuk meningkatkan nilai saya. Akan tetapi, sulitnya pelajaran dan transisi ke pembelajaran tatap muka membuat saya kesulitan. Meski begitu, semuanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan masa kelas 12.
Di tengah kesibukan masa kelas 12, saya mulai ikut bimbingan belajar masuk perguruan tinggi. Awalnya, sulit sekali untuk mengatur waktu, tetapi lama-lama saya terbiasa dan mulai menikmati gempuran tugas dan ujian.
Lalu tiba 2023, saya termasuk siswa eligible dan boleh mengikuti SNBP. Sejujurnya, saya tidak berharap dengan SNBP karena nilai yang kurang baik untuk program pendidikan yang saya inginkan dan pengalaman lomba. Benar saja, saya ditolak. Walaupun terduga, tetap saja sakit rasanya. Perjuangan saya akhirnya berlanjut di SNBT. Masuk sekolah pagi, lalu lanjut bimbel hingga malam hari. Namun, sayangnya perjuangan saya belum membuahkan hasil di UTBK. Maka, perjuangan saya lanjut ke mandiri. Saya belajar pelajaran Saintek mati-matian sambil merenungi hasil UTBK. Bukan hanya pusing belajar, tapi juga mengendalikan emosi dan mental yang sedang terguncang.
Lalu tibalah 25 Juni, waktu ujian mandiri SIMAK KKI. Saya berjuang selama 120 menit menghadapi soal yang begitu sulit. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi saya tidak yakin akan dipanggil untuk melakukan tes MMI dan MMPI. Akhirnya saya melupakan pengalaman tersebut dan lanjut pergi ke Surabaya untuk melanjutkan perjuangan mandiri saya. Pada malam 26 Juni 2023, saat saya sedang mempersiapkan diri untuk pergi ujian besok, saya mendapatkan pesan dari nomor yang tidak dikenal. "Saudara terpilih untuk mengikuti ujian selanjutnya," tulis pesan tersebut. Saya tidak percaya dengan berita tersebut dan mencoba menghubungi email UI untuk mengonfirmasi kebenarannya. Ternyata benar, saya lolos ke tahap selanjutnya! Setelah melakukan MMPI secara daring, saya pergi ke RIK UI untuk melakukan tes MMI. Rasanya sangat menegangkan saat harus berhadapan dengan para dokter untuk diwawancara. Saya berusaha mempersiapkan diri sebaik mungkin dan hasilnya tidak seburuk dari yang saya kira.
Waktu yang paling ditunggu-tunggu telah tiba. Tanggal 5 Juli muncul di kalender saya. Hari itu adalah hari pengumuman. Saya membuka dengan terburu-buru karena penasaran. "Selamat, Anda dinyatakan sebagai calon mahasiswa baru Universitas Indonesia". Saya tidak bisa menahan senyum setelah membaca kalimat tersebut. Perasaan senang, bangga, dan tidak menyangka bercampur aduk.
Saya akan selalu berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang Ia berikan agar saya bisa melanjutkan pendidikan saya di FKUI. Saya berjanji akan terus berjuang untuk mengharumkan nama UI dan berkontribusi kepada Masyarakat di bidang kesehatan.
Berkuliah di UI tentu bukan hal yang mudah. Terlebih, saya adalah orang yang suka menunda pekerjaan. Maka dari itu, mulai sekarang, saya telah membuat jadwal aktivitas dan jadwal belajar dengan target konkret dan menetapkan waktu pengerjaan. Saya juga telah mengadopsi The 5 Second Rule yaitu segera bergerak untuk melakukan sebuah pekerjaan yang terpikirkan dalam waktu 5 detik [1]. Dengan metode itu, saya tidak lagi membuang-buang waktu berharga untuk bermain-main. Saya juga ingin lebih aktif di dalam kelas dan juga di luar kelas dengan berorganisasi.
Saya berharap akan terus disiplin dalam belajar dan menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Saya juga berharap akan membangun relasi yang baik, bukan hanya dengan teman-teman seangkatan, melainkan juga dengan kakak tingkat, adik tingkat, dan bahkan dosen ke depannya. Untuk teman-teman seangkatan, saya berharap kami akan bekerja sama dengan baik dan lulus tepat waktu bersama. Semoga kami akan tetap berhubungan baik setelah lulus nanti.
Saya sendiri juga mempunyai harapan setelah lulus nanti, yaitu menjadi dokter yang ideal. Dokter yang ideal, dari tingkat yang paling dasar, harus mengikuti kode etik dokter untuk mempertanggung jawabkan kewajibannya terhadap pasien, rekan-rekan dalam bidang kesehatan, dan terhadap dirinya sendiri [2]. Selain itu, dokter ideal adalah dokter yang profesional, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan medis yang baik, serta mengedepankan kesehatan dan keselamatan pasien. Maka dari itu, dokter harus mengikuti perkembangan ilmu kesehatan agar dapat memberikan pengobatan yang terkini dan efektif kepada pasien.
Dokter yang ideal tidak hanya berprestasi secara akademis, tetapi juga mempunyai nilai-nilai luhur dokter ideal. Nilai tersebut, antara lain adalah kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan bekerja sama [3]. Salah satu kewajiban seorang dokter adalah menerangkan kondisi dan rangkaian perawatan pasien. Tentunya, komunikasi yang jelas dapat membantu mereka untuk memutuskan apa yang terbaik untuk mereka. Penting juga bagi seorang dokter untuk menghormati segala keputusan pasien. Selain dengan pasien, seorang dokter juga harus dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan sesama petugas kesehatan agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien.[3]
Selanjutnya, menjadi pribadi yang berintegritas sangat penting bagi seorang dokter. Dokter mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menyelamatkan nyawa pasien sehingga seorang dokter harus bertindak jujur dan non-diskriminatif.[3]
Menjadi dokter adalah sebuah kebanggaan dan kehormatan bagi seseorang. Seorang dokter telah dipercaya oleh sang pasien untuk mendengarkan keluhannya dan mengobatinya—ada di saat masa terpuruk pasien dan/atau keluarga. Maka dari itu, penting bagi seorang dokter untuk menghargai kepercayaan yang ditaruh oleh pasien dengan cara memprioritaskan kesehatan mereka dan melayani mereka.[3]
Menjadi dokter yang ideal tidak hanya sekadar berkontribusi terhadap masyarakat melalui mengobati pasien. Akan tetapi, dokter harus menyadari masalah-masalah yang ada di sekitarnya terutama masalah diskriminasi dan menjadi agen perubahan. Lewat praktik yang jujur, profesional, dan inklusif, seorang dokter diharapkan mengompensasi diskriminasi kesehatan yang dialami seorang pasien.[4]
Untuk diri saya sendiri, saya ingin menjadi dokter yang tentunya kompeten dalam melayani pasien. Selama saya berkembang dalam dunia kesehatan, saya ingin menjadi pakar dalam bidang yang saya tekuni nantinya. Selain itu, saya ingin menjadi dokter yang memberikan safe space bagi pasien saya untuk berbagi keluh kesah mereka mengenai kesehatan dan perjalanan pengobatan mereka. Penting juga, bagi saya, menjadi dokter yang kritis dan pengambil keputusan yang baik.
Untuk menjadi dokter yang ideal, saya akan membangun kebiasaan positif mulai dari masa perkuliahan. Saya akan menjadikan pendidikan sebagai prioritas dalam kehidupan perkuliahan agar dapat mendapatkan nilai terbaik dan juga lulus tepat waktu. Dengan nilai yang baik, saya juga dapat mendapatkan double degree yang saya inginkan yaitu Master of Research di University of Newcastle. Untuk mencapai hal tersebut, saya akan memulai membentuk kebiasaan kecil yang positif seperti mengalokasikan waktu untuk belajar dan review materi setiap hari dan mengadopsi cara belajar yang efektif untuk diri saya. Selain itu, untuk mempermudah kehidupan perkuliahan, saya juga akan meminta bimbingan dari kakak-kakak tingkat dan juga dosen (menjadi mahasiswa yang aktif). Terakhir, saya juga akan memanfaatkan kesempatan dan fasilitas yang disediakan oleh FKUI untuk membangun koneksi melalui kegiatan organisasi dan juga UKM.
Setelah masa preklinik, saya harap saya akan terus menimba ilmu dari residen dan konsulen pada saat masa klinik. Saya akan menggunakan kesempatan koas untuk belajar sebanyak-banyaknya untuk karier saya ke depannya. Saya akan berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dengan para dokter senior agar juga bisa mendapatkan rekomendasi di kemudian hari.
Sebagai pribadi yang ingin bekerja di bidang kesehatan, saya harap masyarakat lebih melek tentang kesehatan dirinya dan tidak takut untuk pergi ke dokter jika sakit. Saya juga berharap kepada pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan terutama di pelosok negeri dan memberikan layanan kesehatan gratis karena semua orang berhak mendapatkan perawatan kesehatan. Terakhir, saya harap ketidakadilan yang kerap terjadi, seperti pembatasan, pembedaan, atau bahkan penolakan terhadap pasien BPJS [5], sudah tidak terjadi lagi di bidang kesehatan.
Selain saya sendiri, pasti banyak sekali adik kelas yang ingin masuk FKUI. Pastinya hal tersebut akan mustahil jika tidak bekerja keras. Adik-adik bisa mulai belajar dengan giat dari SMA kelas 10 untuk masuk ke daftar eligible sekolah dan berpartisipasi dalam jalur SNBP. Sangat penting untuk memanfaatkan sumber-sumber dari sekolah atau internet untuk mencari catatan, soal-soal, dan tip belajar yang efektif. Walaupun banyak yang menanggap jalur tersebut gaib atau tidak adil, tidak ada salahnya untuk belajar dengan giat. Jika tertolak, jangan patah semangat. Masih ada kesempatan di SNBT dan juga jalur mandiri. Selalu jaga mental dan pikiran. Terakhir, ingat untuk belajar dan berdoa. Perjuangannya tidak mudah, tetapi usaha tidak akan mengkhianati hasil.
Referensi:
1. Robbins M. The 5 second rule. Nashville: Post Hill Press; 2017 Feb 28.
2. Purwadianto A, Soetedjo, Gunawan S, Budiningsih Y, Prawiroharjo P, Firmansyah A. Kode etik kedokteran Indonesia [Internet]. Jakarta: MKEK IDI; 2012 [cited 2023 Aug 10]. Available from: http://mkekidi.id/wp-content/uploads/2016/01/KODEKI-Tahun-2012.pdf
3. General Medical Council. The duties of a doctor registered with the General Medical Council [Internet]. England: General Medical Council. 2019 [cited 2023 Aug 10]. Available from: https://www.gmc-uk.org/ethical-guidance/ethical-guidance-for-doctors/good-medical-practice/duties-of-a-doctor
4. Drake MV. Elevating glaucoma research through diversity [Internet]. Lecture presented at: 2022 Robert N. Shaffer Lecture; McCormick Place; 2023 [cited 2023 Aug 9]. Available from: https://www.aao.org/eyenet/academy-live/detail/what-does-it-mean-to-be-good-doctor
5. BPJS Kesehatan: tindakan nakes “bedakan pasien BPJS” dikecam publik, “sangat tidak pantas” - PEGIAT: “itu bentuk kecurangan dan paling banyak terjadi di rumah sakit” [Internet]. Jakarta: BBC; 2023 [cited 2023 Aug 9]. Available from: https://www.bbc.com/indonesia/articles/cn06g268n6vo
Comments