top of page
  • Youtube
Search
  • Balquista Zahra Hastomo
  • Aug 13, 2023
  • 7 min read

Narasi Perjuangan

The butterfly effect menyatakan bahwa hal-hal kecil dapat memiliki dampak non-linear yang lebih besar pada sistem yang kompleks [1]. Tapi saya pikir bahwa hal apapun, tidak peduli seberapa besar atau kecil, seberapa lama atau baru terjadi, bisa menghasilkan dampak pada semua peristiwa yang terjadi setelahnya. Dengan kata lain, segala sesuatu adalah penyebab dari segala sesuatu. Dengan pemikiran tersebut, ada berbagai alasan yang membuat saya berada di jurusan ini, berjalan santai di sekitar kampus ini dengan jaket kuning di tangan saya.


Perkenalkan, nama saya Balquista Zahra Hastomo. Sebelum diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya di SMAN 103 Jakarta. Saya berhasil lolos seleksi masuk FKUI kelas reguler melalui jalur SNBT atau sering dikenal sebagai jalur UTBK.


Seingat saya, saya selalu diberitahu bahwa UI adalah universitas terbaik di negeri ini. Paman dan tante saya merupakan lulusan dari Fakultas Teknik UI, dan sekarang tiga dari empat anak perempuannya sudah diterima di UI, yaitu di Fakultas Teknik, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Ilmu Komputer UI, sedangkan paman saya yang satu lagi pernah berkuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Fenomena aneh ini membuat saya skeptis dan percaya bahwa saya telah diindoktrinasi, serta bahwa UI bukanlah universitas yang baik seperti yang dikatakan oleh semua orang di keluarga saya. Sepupu saya (yang sekarang berkuliah di Fasilkom UI) bahkan pernah mengatakan kepada saya bahwa awalnya dia mengira bahwa UI adalah universitas kelas bawah. Lagi pula, seberapa besar kemungkinan semua orang di keluarga saya bisa diterima di universitas top di negara ini?


Namun saat saya berjuang mati-matian untuk persiapan UTBK, saya menyadari bahwa keluarga saya benar. Saya tidak diindoktrinasi. UI adalah salah satu, jika bukan universitas paling bergengsi di negeri ini. Menurut QS World Ranking, Universitas Indonesia berada di peringkat 305 secara global [2]. Banyak teman seperjuangan saya yang telah berusaha keras dan gagal masuk ke UI, terlebih lagi FKUI.


Awalnya saya malah tidak mau masuk FKUI. Jika Anda bertanya kepada saya ketika saya masih kecil, saya akan mengatakan bahwa saya ingin menjadi seorang dokter, tetapi itu terutama karena saya hanyalah seorang anak lugu yang tidak mengetahui profesi lain selain yang dimiliki orang tua saya. Di SMA, saya mulai mempertimbangkan untuk masuk ke STEI ITB, sebuah ide yang ditentang oleh orang tua saya, terutama ayah saya yang sangat menginginkan saya masuk ke FKUI. Namun pada akhirnya, saya memutuskan untuk melakukan apa yang diinginkan orang tua saya, sebagai upaya penebusan atas suatu kesalahan yang telah saya lakukan.


Alasan lain saya ingin masuk FKUI adalah karena, saya ingin membantu orang. Sejak saya masih kecil, saya selalu diberitahu bahwa saya pendek. Saya selalu berdiri di barisan depan selama upacara pada hari Senin. Ayah saya harus berusaha keras untuk membuatkan saya sepeda yang sesuai dengan tinggi badan saya.


Fisik ini tidak pernah mengganggu saya dalam hal harga diri, tetapi fakta bahwa hal itu membatasi kemampuan fisik saya (dan persepsi orang tentangnya) membuat saya kesal. Saya tidak dapat menjangkau buku di rak paling atas tanpa tangga. Saya kesulitan memasang dan melepas sepeda saya dari rak sepeda dan gantungan dinding. Bagaimana bisa seseorang berharap untuk membantu orang lain dalam hal-hal yang tidak dapat mereka lakukan sendiri?


Oleh karena itu, saya telah memutuskan bahwa jika saya tidak dapat membantu orang lain dengan tubuh saya, setidaknya saya dapat membantu mereka dengan pikiran dan keterampilan saya. Tetapi untuk melakukan itu, saya harus memiliki keterampilan yang dapat saya manfaatkan, dan saya yakin di jurusan inilah saya dapat belajar dan memperoleh keterampilan itu.


Saya tidak pernah merasa bekerja sekeras itu untuk masuk ke FKUI. Seingat saya, FKUI bahkan bukan motivasi utama saya dalam menuntut ilmu. Saya mengikuti les di Prosus Inten, di mana setelah setiap try out, mereka akan mencetak hasil nilainya di papan peringkat dan menempelkannya di salah satu dinding kaca di ruang depan. Untuk beberapa try out pertama, nama saya selalu tertera pada peringkat kedua. Saya telah kalah dari Daffa, cowok dari SMA yang sama dengan saya yang ingin masuk Fasilkom UI. Mencoba untuk mengalahkan Daffa menjadi motivasi saya untuk belajar selama beberapa bulan pertama di Inten. Saya cukup terobsesi untuk mencoba mengalahkannya sampai-sampai semua teman saya tahu mengenai dia meskipun mereka tidak banyak bicara dengannya. Tetapi pada bulan Desember saya telah berhasil menjadi nomor satu di cabang Inten saya dan saya tidak pernah turun dari singgasana saya. Sepertinya obsesi saya untuk mencoba mengalahkan Daffa telah memainkan peran besar dalam kemajuan UTBK saya.


Saya tidak pernah terlalu memikirkan UTBK sampai hari pengumuman akan diumumkan. Ibu saya sempat meminta saya untuk menemaninya kuliah di FKUI Salemba, sehingga saya harus menghabiskan setengah hari saya di sana. Saya mengalami ketakutan yang luar biasa ketika saya membayangkan kemungkinan tidak diterima. Setiap momen berlalu dengan sangat lambat, dan saya mencoba mendengarkan konferensi pers untuk menghabiskan waktu. Setiap data dan statistik yang diterbitkan oleh panitia SNPMB BPPP semakin menambah kegelisahan saya. Jumlah pendaftar FKUI lebih banyak dari tahun lalu, dan saat itu harapan saya kandas. Saya tidak membuka pengumuman di Salemba, karena ibu saya sudah selesai dengan kelasnya pada jam 2.30 dan kami sudah sampai di rumah pada jam 2.50. Untung saya membuka pengumuman di rumah, karena saya berteriak dan melompat kegirangan saat membacanya.


Saya sangat berantakan di masa SMA saya. Saya tidak menyukai sekolah yang saya masuki dan saya mengikuti pembelajaran dengan berat hati. Saya tidak peduli dengan penampilan saya saat pergi ke sekolah, dan saya hampir tidak menghormati sebagian besar guru di sana. Namun begitu saya mendapat kabar bahwa saya masuk FKUI, saya memutuskan bahwa semua itu akan berubah. Saya akan mulai menjaga diri dan peduli dengan penampilan dan sikap saya di kampus. Saya akan mengikuti studi saya dengan serius. Saya akan melatih ketangkasan dan keterampilan sosial saya. Saya tidak akan pernah setengah-setengah dalam mengerjakan tugas atau ujian lagi.


Banyak teman saya mengira bahwa saya kaya karena kedua orang tua saya adalah dokter, tetapi saya tidak pernah mengerti pola pikir ini. Orang berpikir bahwa masuk ke sekolah kedokteran adalah cara yang baik untuk menghasilkan uang, tetapi sebenarnya tidak. Faktanya, justru sebaliknya. Penelusuran penulis di beberapa klinik di DI Yogyakarta, menemukan adanya sistem pengupahan yang masih di bawah layak bagi dokter [3]. Hal ini kemudian diperkuat berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Junior Doctor Network (JDN) Indonesia pada 1-30 Agustus 2018 yang menemukan bahwa gaji dokter umum di tempat kerja utama yang masih di bawah Rp 3 juta per bulan mencapai 26,24 persen. Bahkan dari data yang sama, tercatat sebanyak 8,89 persen dokter masih bergaji di bawah Rp1,5 juta per bulan [4]. Dokter Daeng M. Faqih yang merupakan Ketua Umum IDI juga mengeluarkan pernyataan membenarkan hasil survei tersebut bahwa di sejumlah daerah masih banyak dokter umum dengan gaji sangat rendah yang sangat tidak sebanding dengan beban kerja mereka.


Proses menjadi dokter membutuhkan banyak uang dan waktu. Menjadi dokter bukan tentang uang, melainkan tentang pengabdian. Tapi secara pribadi, saya tidak terlalu tertarik pada kedua hal itu. Saya lebih tertarik dengan ilmu dan pendidikan yang ditawarkan di fakultas kedokteran. Saya berpikir bahwa tubuh manusia adalah karya seni yang rumit, yang dipahat oleh Tuhan sendiri, dan yang misterinya hanya dapat kita uraikan dengan sangat lambat.


Saya tidak menyangka bahwa saya bisa masuk FKUI, apalagi menjadi dokter yang baik. Seringkali saya merasa bahwa keterampilan saya tidak memadai dan saya sering membuat keputusan yang terburu-buru, dua hal yang merupakan kualitas dokter yang buruk. Saya sangat berharap bahwa saya dapat tumbuh dan belajar selama saya di FKUI untuk menjadi dokter yang bermanfaat, yang merawat pasiennya dengan baik dan melakukan segala sesuatu untuk kepentingan terbaik pasiennya. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, berlakulah adagium aegroti salus lex suprema yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi yang merupakan suatu tanggung jawab.



Salah satu kualitas yang menurut saya penting untuk seorang dokter yang ideal adalah kemampuan berkomunikasi yang baik [5]. Pengaruh pesona pribadi dan karisma yang diberikan oleh seorang dokter kepada orang-orang adalah perkakas penting untuk aktivitas profesionalnya. Pasien dapat mempercayai dokter yang dalam berkomunikasi dengannya membuat pasien merasa nyaman, dapat diprediksi, yang otoritas profesional dan kemanusiaannya dia yakini. Sifat ini merupakan salah satu rintangan bagi saya untuk menjadi seorang dokter yang ideal, karena saya bukanlah seseorang yang cakap dalam perihal berkomunikasi, namun saya selalu berusaha untuk mengembangkan kemampuan saya pada bidang terserbut.


Kebanyakan orang berpikir bahwa Anda hanya bisa memilih satu di antara memiliki prinsip moral yang baik atau memiliki kestabilan finansial dalam karier Anda, tetapi saya sangat bercita-cita untuk dapat menyeimbangkan kedua sisi. Ketika saya menjadi seorang dokter, saya ingin membantu mereka yang membutuhkan, tetapi saya sendiri tidak ingin hidup dalam kesulitan. Saya percaya bahwa untuk membantu orang, kita harus membantu diri kita sendiri terlebih dahulu. Saya juga ingin merasakan bekerja di rumah sakit perkotaan di kota. Saya tidak berpikir saya cukup cocok untuk bekerja di tempat-tempat pedesaan yang jauh. Dulu, ayah saya biasa menjadi sukarelawan membantu korban bencana ketika ada bencana global, tetapi saya rasa saya tidak bisa melakukan hal yang sama dengan baik.


Pesan saya untuk calon mahasiswa fakultas kedokteran angkatan mendatang adalah untuk melakukan persiapan selengkap mungkin, baik dalam bentuk ilmu, mental, maupun fisik, dan juga untuk meluruskan niat dan menanamkan kesadaran bahwa menjalani fakultas kedokteran bukanlah suatu hal yang mudah dan bisa dilakukan tanpa tekad yang kuat. Fakultas kedokteran bukan sebuah jalan pintas menuju kestabilan finansial, ataupun sebuah sarana untuk meninggikan status sosial. Fakultas kedokteran adalah tempat untuk belajar dan berlatih melakukan pengabdian kepada masyarakat yang akan dilakukan selama puluhan tahun.








Daftar Pustaka

  1. Demir MS, Ahmet Karaman RN, Oztekin SD. Chaos theory and nursing. International Journal of Caring Sciences [Internet]. 2019 May 1 [cited 2023 Aug 11];12(2):1-4. Available from: https://www.internationaljournalofcaringsciences.org/docs/72_karaman_special_12_2_2.pdf

  2. Suyantiningsih T, Garad A, Sophian M, Wibowo MA. Comparison between universities in Indonesia and Malaysia: World-class college ranking perspectives. Journal of Education and Learning [Internet]. 2023 Maret 30 [cited 2023 Aug 11]; 17(2):253. Available from: http://edulearn.intelektual.org/index.php/EduLearn/article/download/20633/10240

  3. Nur M. Analisis kelemahan pengaturan pengupahan profesi dokter di Indonesia. Masalah-Masalah Hukum [Internet]. 2021 Juli [cited 2023 Aug 11]; 50(3):305. Available from: https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/download/34697/19851

  4. Haryawan A, Jibril M, Dirk B. Investigasi gaji dokter umum di Indonesia. JDN Indonesia [Internet]. 2019 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://www.academia.edu/38165368/R esearch_JDN_pdf

  5. Egea F. Professional image of a teacher and a doctor. British Medical Journal [Internet]. 2021 October [cited 2023 Aug 11]; 1(4):9. Available from: https://ejournals.id/index.php/bmj/article/download/310/291



 
 
 

Recent Posts

See All
Satria Dwi Nurcahya

NARASI PERJUANGAN Halo salam kenal semua! Perkenalkan nama saya Satria Dwi Nurcahya, biasa dipanggil Satria. Arti dari nama saya...

 
 
 
Algio Azriel Anwar

Narasi Perjuangan Halo perkenalkan, namaku Algio Azriel Anwar. saya adalah fakultas kedokteran program studi pendidikan kedokteran dari...

 
 
 
Tresna Winesa Eriska

Narasi Perjuangan “Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah...

 
 
 

Comentarios


© 2023 FKUI Gelora

bottom of page