- Aurelia Gabrielle Saputra
- Aug 13, 2023
- 9 min read
Updated: Aug 13, 2023
NARASI PERJUANGAN
Perkenalkan semua, nama saya Aurelia Gabrielle Saputra, biasa dipanggil Aurel. Saya sempat bersekolah di SMA Santa Laurensia Alam Sutera. Sekarang saya merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran reguler angkatan 2023. Saya masuk melalui jalur SNBT, dimana saya mengerjakan tes pada tanggal 10 Mei 2023, lalu menunggu pengumuman hasil pada tanggal 20 Juni 2023. Setelah terkonfirmasi lulus, saya pun melalui rangkaian proses administrasi hingga akhirnya membayar UKT dan dapat mengisi IDM tanggal 21 Juli. Menurut saya, hari tersebut adalah tanggal saya resmi masuk menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang tersohor.
Suatu pandangan yang saya yakin berlaku juga bagi hampir seluruh mahasiswa baru di fakultas saya adalah bahwa FKUI itu sangat prestisius. Reputasinya terjamin, FKUI tak pernah gagal masuk daftar fakultas kedokteran paling top di Indonesia. Bukan tanpa alasan, FKUI kerap kali bekerja sama atau berkolaborasi dengan universitas-universitas top lainnya, antara lain Oxford University dan Sahlgrenska Academy pada tahun 2017, serta McGill University dan University of Malaya pada tahun 2020. Terdapat juga banyak mahasiswa dan tenaga pendidik FKUI yang telah mendapat penghargaan kompetisi baik tingkat nasional maupun internasional, antara lain Regional Medical Olympiad (RMO), Indonesia Medical Physiologi Olympiad (IMPhO), Anugerah Karya Cipta Dokter Indonesia (AKCDI), dan lain-lain [1]. Wajar jika saya menganggap FKUI itu sangat keren, dan merupakan suatu kebanggaan luar biasa jika dapat turut menjadi bagian dari fakultas ini.
Selain pandangan positif saya terhadap FKUI seperti sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya, ada beberapa alasan lainnya yang mendorong saya untuk masuk FKUI. Satu yang paling jelas tentu adalah keinginan saya untuk menolong orang lain. Saya menilai dokter sebagai suatu profesi yang mulia, sehari-hari memiliki peran penting untuk menyelamatkan dan memperbaiki hidup sesama manusia. Walaupun saya bukan seseorang yang luar biasa, saya pikir, bila saya dapat menjadi dokter, saya bisa menjadi salah satu dari orang-orang mulia tersebut. Tentu saja, dokter bukan satu-satunya profesi yang mulia. Banyak profesi-profesi lainnya, seperti pemadam kebakaran, perawat, guru, dan banyak lainnya yang hidup dengan membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Disinilah alasan kedua saya berperan. Saya cukup tertarik pada bidang studi sains, terutama biologi. Bukan berarti saya secara khusus jago biologi, namun cukup untuk mengarahkan minat saya pada profesi terkait biologi. Alasan-alasan ini merupakan faktor pendorong saya akhirnya memilih untuk menempuh jalan menjadi dokter. Setelah keputusan tersebut bulat, saya bertekad untuk masuk ke universitas yang memang terbaik di bidang ini, yakni Universitas Indonesia. Ditambah lagi letaknya di Depok yang dinilai tidak terlalu jauh dari rumah, semakin teguh motivasi saya untuk masuk FKUI, tidak lain dan tidak bukan.
Kalau mau kilas balik sepak terjang saya dari masa sekolah hingga seleksi masuk FKUI, sebaiknya mulai dari masa SMA saja. Di jenjang SMP, cita-cita saya masih berhubungan dengan dunia desain. Dikarenakan satu dan lain hal, singkat cerita, saya akhirnya mengurungkan niat saya meniti karir lewat menggambar, dan mulai mengeksplorasi potensi karir dalam dunia kedokteran. Hal ini terjadi sekitar awal SMA. Niat inilah yang memengaruhi pilihan mata pelajaran inti saya. SMA saya memungkinkan murid-muridnya untuk memilih empat mata pelajaran, di luar Bahasa, Matematika, PPKn, Agama, dan lainnya, untuk dipelajari selama SMA. Disini saya memilih Matematika Minat, Kimia, Biologi, dan Fisika dengan memperhitungkan cita-cita saya untuk menjadi dokter. Di semester dua kelas 10, saya drop mata pelajaran Fisika sesuai ketentuan sekolah untuk drop satu mata pelajaran karena saya memang tidak menyukai Fisika, namun juga karena dinilai paling tidak relevan dengan bidang studi kedokteran.
Saat kelas 10 juga sekolah saya memanggil alumni untuk berbagi pengalaman kuliah, dan salah satu dari mereka adalah mahasiswa FKUI Internasional. Tak usah ditanya lagi, saya langsung memilihnya untuk diikuti. Lewat sesi sharing tersebut, saya mendapatkan berbagai macam informasi, mulai dari pola hidup mahasiswa FKUI Inter, kegiatan-kegiatan kuliah, biaya dan jalur masuk, dan lain lain. Ia juga memberikan rekomendasi mengenai bimbel untuk masuk PTN, antara lain BTA 8. Informasi inilah yang nantinya akan berperan penting bagi saya, lebih dari setahun kemudian.
Untuk jalur masuk UI, saya memutuskan untuk mencoba SNBP dan SNBT dikarenakan biaya KKI yang jauh lebih mahal untuk program yang tidak saya benar-benar inginkan. Walaupun saya memang menargetkan SNBP, harus diakui bahwa perjuangan saya mempercantik rapor cukup minim, apalagi bagi standar SNBP. Kelas 10 hingga kelas 11 saya habiskan tanpa ada upaya serius untuk mendapat nilai maksimal. Ditambah lagi situasi belajar yang saat itu online betul-betul mempersulit kondisi belajar saya, walaupun sejatinya saya tahu bahwa kita tidak bisa terus menyalahkan keadaan. Namun, saya tetap berusaha menjaga agar nilai mata pelajaran saya di rapor tidak ada yang sampai dibawah 80.
Dengan usaha yang seadanya, dan juga karena satu dan lain hal, akhirnya saya dapat masuk ke daftar eligible SNBP saat kelas 12. Awal masuk kelas 12 pun saya mendaftarkan diri mengikuti bimbel BTA sebagaimana disarankan oleh mahasiswa FKUI yang sempat sharing pengalaman tersebut, karena mengantisipasi gagal SNBP sehingga ingin menyiapkan diri untuk ikut SNBT, terutama karena saya tidak mengambil fisika, secara pada saat itu, SNBT masih menggunakan sistem TKA dan TKS. Dan benar saja, dikarenakan satu dan lain hal pula, singkat cerita harapan diterima jalur SNBP pupus. Kesedihan berlangsung hanya sementara secara sudah diantisipasi, dari sini saya pun lebih fokus untuk menyiapkan diri menempuh SNBT.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, saat kelas 12 saya mengikuti bimbel untuk mendukung saya lulus UTBK. Saya awalnya bimbel dengan jadwal sehari seminggu pada hari Minggu supaya tidak bentrok dengan sekolah dan tugas-tugasnya. Beberapa bulan menjelang hari-H UTBK, dan mulainya libur sekolah, jadwal bimbel mulai memadat; yang tadinya sekali seminggu menjadi enam hari seminggu. Hampir setiap hari kecuali hari Minggu saya mengikuti bimbel dan tryout online. Untungnya saat ini UTBK telah mengalami perubahan sehingga hanya memuat materi penalaran dan bukan mata pelajaran. Beban saya menjadi jauh lebih ringan karena tidak perlu mempelajari kembali begitu banyak materi, apalagi mata pelajaran Fisika yang tidak saya ambil saat SMA. Disinilah harapan saya lulus UTBK yang awalnya kecil berkembang menjadi lebih besar.
Minggu-minggu terus berlalu, tak terasa tiba hari saya SNBT pada tanggal 10 Mei 2023. Berkat persiapan panjang yang telah dilalui, saya dapat mengerjakan sebagian besar tes dengan baik dan fokus. Masa penantian yang panjang pun dimulai; rasa takut, penasaran, harapan, dan gugup berkecamuk dalam puluhan hari antara tanggal tes dan tanggal pengumuman. Sejujurnya, SNBT adalah harapan terakhir saya. Harus diakui bahwa soal-soal SIMAK yang saya kerjakan dalam mengantisipasi gagal SNBT di luar kemampuan saya, apalagi dengan adanya Fisika.
Dengan alasan itulah, saat pengumuman tiba dan saya diumumkan lolos SNBT, kelegaan luar biasa dirasakan baik oleh saya maupun keluarga saya. Betapa bahagianya, perjuangan saya untuk masuk FKUI dapat berhenti di situ. Minggu-minggu setelahnya dapat saya gunakan untuk berkutat dengan registrasi dan UKT, bukannya belajar lebih lanjut untuk persiapan SIMAK. Syukurlah, semua itu berjalan dengan lancar dan sekarang saya resmi menjadi mahasiswa baru FKUI 2023.
Tentu saja, perjuangan saya tidak selesai sampai situ saja. Di posisi dimana saya sudah masuk FKUI, saya berniat untuk tidak membiarkan perjuangan saya sia-sia; saya harus melakukan sesuatu yang berarti selama di sini. Dengan ini, saya berkomitmen untuk mencapai beberapa perubahan diri sendiri, antara lain perubahan sikap dan perubahan niat. Sikap saya yang semula malas-malasan dan tidak mau repot akan saya ubah perlahan-lahan lewat perjalanan saya di FKUI. Saya berkomitmen untuk menjadi lebih rajin dan lebih rela berusaha dalam hal sekecil apapun. Saya juga ingin menjadi lebih ramah dan mudah diajak berbicara. Untuk perubahan niat, saya lebih mengacu pada pencapaian; saya bukan orang yang ambisius dan berniat melakukan banyak hal, dan dalam berproses di FKUI ini saya berniat untuk setidaknya mau aktif berpartisipasi baik dalam lingkungan kelas maupun di luar kelas seperti organisasi, kompetisi, kepanitiaan, dan lain-lainnya. Secara keseluruhan, saya berkomitmen untuk dapat berkembang menjadi orang yang lebih baik lewat menjalani kehidupan sebagai mahasiswa FKUI.
Di luar komitmen yang sudah saya buat, saya juga memiliki harapan bagi saya maupun bagi teman-teman FKUI 2023. Saya harap saya dapat mendapatkan IPK tinggi dan memperoleh banyak teman baik, dari dalam maupun luar FKUI, seangkatan maupun berbeda angkatan. Saya juga berharap agar saya dapat melalui kehidupan sebagai mahasiswa FKUI dengan baik tanpa terlalu banyak stres, namun juga dapat mencapai tujuan saya. Tentu saja, harapan yang sama saya harapkan juga bagi teman-teman senasib saya. Sebagai angkatan, saya juga berharap kami semua dapat berproses bersama dengan rukun, saling membangun, dan supaya kami semua dapat menjalin relasi yang bertahan kuat hingga tahun-tahun kedepan.
Berbicara tentang tujuan akhir saya, tentu saja, seperti teman-teman FKUI lainnya, itu adalah untuk menjadi dokter yang baik. Tetapi apakah dokter yang baik itu? Berdasarkan UU nomor 20 tahun 2013, tiga karakter yang harus diwujudkan seorang dokter adalah 3K: Kesantunan, Kesejawatan, dan Kebersamaan. Menurut Nila Moeloek selaku Menteri Kesehatan, kesantunan dikarakterisasi dengan kemampuan seorang dokter berkomunikasi baik dengan pasien maupun rekan, kesejawatan berarti mementingkan etika profesi kedokteran dan terus mengasah kompetensi, dan kebersamaan mengacu pada kesatuan dan sinergi dokter dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan [2]. Tertulis dalam Panduan Etika Medis bahwa di luar penghormatan atas hak asasi manusia, esensi medis terletak pada perwujudan nilai-nilai profesi seperti belas kasih, kompeten, dan otonomi dengan tingkat yang lebih tinggi dibanding profesi lainnya [3]. Dengan ini, saya rasa seorang dokter bisa disebut sebagai dokter baik dan ideal bila ia memiliki dan terus mengaktualisasikan seluruh nilai dan karakter tersebut dalam hidupnya sebagai dokter. Memang bukan standar yang rendah, namun saya menyetujuinya, memang sudah sepantasnya mengingat tingginya resiko pekerjaan seorang dokter.
Menilik lagi dari ciri-ciri dokter ideal yang sudah disebut, masih ada lagi nilai-nilai luhur yang selayaknya dimiliki oleh seorang dokter ideal. Dalam dunia medis, terdapat empat etika klinik, antara lain autonomy (otonomi), beneficence (kemurahan hati), non-maleficence (obligasi untuk tidak menyakiti/mencelakai), dan justice (keadilan) [4]. Hal-hal inilah yang sekiranya merupakan nilai luhur yang selayaknya dimiliki oleh seorang dokter ideal, supaya ia dapat melayani pasien dengan maksimal, manifestasi tertinggi jiwa kedokteran. Selain itu, nilai luhur lain yang selayaknya dimiliki dokter ideal adalah altruisme. Altruisme ini, yang bisa diartikan sebagai "suatu bentuk perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memerhatikan diri sendiri", terimplikasikan dalam kode etik kedokteran yang berbunyi “Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan keterampilannya untuk kepentingan pasien." [5]
Tentunya dokter ideal yang memiliki semua nilai-nilai luhur tersebut berperan penting dalam masyarakat. Seorang dokter profesional, kompeten, dan mementingkan pasien sudah pasti dibutuhkan dimana-mana. Apalagi di zaman sekarang dimana kita semua baru saja melalui era pandemi. Dibutuhkan tenaga kedokteran ideal supaya kebutuhan kesehatan masyarakat dapat terpenuhi dalam situasi apapun.
Untuk saya sendiri, saya ingin menjadi dokter yang mengutamakan altruisme. Nilai-nilai lain sudah tentu, namun bagi saya, kompetensi, otonomi, dan lain-lainnya adalah bagian dari metode; nilai yang saya perlukan untuk mencapai visi saya, sedangkan altruisme adalah manifestasi dari tujuan saya menjadi dokter; menolong sesama dengan tulus. Bila memungkinkan, saya ingin membuka klinik sendiri dan mematok harga rendah sehingga pelayanan kesehatan dapat dengan mudah diakses oleh orang dari segala kalangan dan latar belakang ekonomi. Saya sudah terlalu sering mendengar tentang mahalnya biaya perawatan. Walaupun saya mengerti bahwa menjadi dokter saja sudah mahal, namun di sisi lain semua orang layak mendapatkan perawatan terbaik bagi tiap kondisi mereka. Kesehatan, baik jasmani maupun rohani, adalah untuk semua orang. Hal inilah yang saya mimpikan untuk karir saya. Memang tidak akan mudah, namun saya berani untuk berharap dan melakukan yang terbaik.
Untuk mencapai tujuan saya, setidaknya dalam masa perkuliahan atau preklinik ini, saya berencana untuk menyeimbangkan belajar demi IPK dengan mengikuti organisasi dan kepanitiaan. Salah satu organisasi yang saya tertarik untuk mengikuti adalah AMSA. Jujur saja, saya belum memiliki rencana khusus yang mendetail, saya hanya ingin melakukan yang terbaik dalam semua hal yang saat ini saya hadapi, dan akan melakukan yang terbaik dalam semua hal yang nantinya akan saya hadapi; one step at a time. Review, belajar, dan mencicil tugas sedikit demi sedikit setiap harinya. Berani mengikuti organisasi dan kepanitiaan dan berani untuk menolak ikut bila tidak memungkinkan.
Selewat masa preklinik, saya akan memasuki masa klinik yang mengandung praktek sungguhan. Ini adalah saat dimana semua keahlian yang telah saya pelajari dalam tahun-tahun terakhir, baik yang termasuk kompetensi medis maupun yang termasuk kompetensi interpersonal, akan diaplikasikan dan diuji. Tanggung jawab saya akan meningkat pesat, ruang untuk kesalahan mengecil sekecil-kecilnya. Untuk ini, saya akan berusaha sebaik mungkin untuk berhati-hati dan melakukan yang terbaik agar segala ilmu yang telah saya pelajari tidak sia-sia. Lewat pengalaman klinik, saya berharap saya dapat membantu sesama lewat hal yang konkret dan dapat mencapai tujuan saya untuk menjadi dokter yang baik.
Untuk masyarakat, saya harap saya sebagai dokter akan dapat membuat masyarakat, terutama yang di sekitar saya, untuk dapat lebih sadar akan pentingnya kesehatan, dan cara-cara umum yang dapat dilakukan baik untuk mencegah maupun mengobati penyakit. Setidaknya dengan ini, angka persebaran penyakit dapat dikurangi dan ujungnya jumlah korban yang meninggal karena sakit dapat menipis. Saya juga berharap karir saya sebagai dokter juga dapat menginspirasi generasi mendatang untuk ikut serta membangun pelayanan kesehatan di Indonesia.
Terakhir, khusus untuk kalian yang berminat masuk FKUI. Saya sarankan pertama-tama kalian tanya diri sendiri, kenapa kalian mau masuk FKUI? Karena sekedar keren, tidak mau kalah, disuruh, atau murni niat sendiri? Kalau kalian tidak mendaftar dengan niat benar-benar ingin bekerja di bidang kedokteran, disarankan untuk dipikirkan kembali. Bukan mau menakut-nakuti atau gatekeeping, namun masuk FKUI bukan jalan yang ringan. Pendidikan dokter adalah hal yang berat dan tidak mudah, mulai dari akademis hingga tugas-tugasnya. Kedokteran sendiri merupakan hal yang serius, di sini, risikonya berhubungan dengan nyawa manusia. Bila kalian memang ingin menjadi dokter, saya sangat apresiasi dan saya harap kalian akan menggapai impian kalian. Tetaplah semangat, terus bekerja keras, dan jangan lupa menjalin relasi. Kamu tidak sendiri, kawan. Sampai bertemu suatu hari nanti.
Daftar Pustaka
FKUI Dalam Angka [Internet]. Jakarta: Faculty of Medicine Universitas Indonesia [cited 2023 Aug 6]. Available from: https://fk.ui.ac.id/fkui-dalam-angka.html
Rokom. 3 Karakter ini Harus Dimiliki Seorang Dokter [Internet]. Sehat Negeriku. 2018 [cited 2023 Aug 7]. Available from: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20181215/4928833/3-karakter-harus-dimiliki-seorang-dokter/
Williams JR. Medical Ethics Manual. [Internet] 3rd ed. The World Medical Association, Inc; 2015 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://www.wma.net/wp-content/uploads/2016/11/Ethics_manual_3rd_Nov2015_en.pdf
Varkey B. Principles of clinical ethics and their application to practice. Med Princ Pract [Internet]. 2021 [cited 2023 Aug 8];30(1):17–28. Available from: http://dx.doi.org/10.1159/000509119
Lumbantobing LA. View of Praktik kedokteran: Antara altruisme dengan pelaksanaan kewajiban peraturan perundangan [Internet]. 2021 Oct [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://journal.untar.ac.id/index.php/tmj/article/view/13735/8444
Comentarios