- Aricha Fuadi Tahmida
- Aug 12, 2023
- 9 min read
Updated: Aug 13, 2023
Narasi Perjuangan
“Old ways won’t open new doors” seperti itulah pepatah yang selalu saya genggam tatkala terpuruk dalam sebuah kegagalan sehingga enggan memperbaiki diri dan bangkit kembali.
Sebelumnya, perkenalkan saya Aricha Fuadi Tahmida atau lebih akrab disapa dengan Aricha. Saya berasal dari salah satu madrasah yang terletak di Kota Malang, yakni MAN 2 Kota Malang. Setelah berbagai persiapan dan proses yang sangat panjang, tepatnya pada tanggal 20 Juni 2023, saya diberikan kesempatan oleh Allah Swt. untuk mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) untuk program reguler melalui Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT).
Menurut saya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan salah satu fakultas kedokteran terbaik di negeri ini. Mendengar namanya saja sudah membuat saya yakin bahwa FKUI memiliki berbagai aspek yang membuatnya unggul di berbagai sisi. Salah satu hal yang dapat membuktikannya adalah posisi Universitas Indonesia yang selalu berada di peringkat atas dalam berbagai survei terkait universitas-universitas yang memiliki fakultas kedokteran terbaik di Indonesia. Hal tersebut memang tidak terbantahkan lagi karena FKUI pun menyediakan fasilitas yang terbaik pula untuk menunjang segala proses pembelajaran sehingga melahirkan alumni-alumni berkualitas yang memiliki peran penting di masyarakat dalam negeri bahkan hingga lingkup internasional. Selain itu, FKUI juga telah terbukti mampu mencetak mahasiswa-mahasiswanya sebagai sumber daya manusia yang unggul sehingga mampu meraih banyak sekali prestasi yang membanggakan hingga kancah internasional.
Motivasi saya untuk bergabung dalam keluarga besar FKUI adalah pandangan saya sendiri tentang FKUI yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia selalu menginginkan segala hal yang terbaik untuk dirinya dan kehidupannya, tidak terkecuali dalam aspek pendidikan. Untuk itu, saya memilih FKUI sebagai wadah untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang selalu saya perjuangkan dan tidak saya biarkan menguap begitu saja. Dengan segala fasilitas, capaian-capaian luar biasa, dan alumni yang berkualitas mendorong saya untuk semakin yakin untuk menjadikan FKUI sebagai tempat menimba ilmu pada saat ini dan beberapa tahun yang akan datang. Terlebih lagi, para dokter hebat yang saya temui dan sangat saya kagumi dalam media sosial merupakan alumni dari Universitas Indonesia sehingga hal tersebut semakin menambah antusiasme saya untuk memperjuangkan FKUI.
Namun, pencapaian saya untuk bisa melanjutkan pendidikan di FKUI ini tidak terlepas dari peran serta orang tua dan kesungguhan yang penuh dalam memperjuangkan cita-cita. Setelah tamat dari SD Islam Az-Zahra yang berada di sebuah desa di Kabupaten Tulungagung, saya membulatkan tekad untuk meneruskan pendidikan menengah pertama di sebuah pondok pesantren yang terletak di Kabupaten Jombang bernama Pondok Pesantren Darul Ulum. Sebagai seorang santri pada umumnya, kesungguhan dalam menuntut ilmu baik agama maupun formal perlu diselaraskan. Berbagai peraturan seperti terbatasnya penggunaan handphone, laptop, dan segala alat elektronik menjadikan kami harus pandai memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Sejak kelas 7 hingga kelas 8 SMP, saya mengikuti beberapa ekstrakulikuler di sekolah untuk memaksimalkan potensi yang saya miliki, seperti kelas olimpiade IPA dan pramuka. Beberapa lomba juga telah saya coba dan ikuti walaupun hasilnya tak selalu menyenangkan. Namun, dari situ saya mengerti bahwa dengan terus mencoba hal baru dan memecah keterbatasan yang kita miliki akan menjadikan kita sadar bahwa kesempatan dan keberuntungan akan datang di tangan orang yang terus berusaha. Menjelang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di kelas 9, saya semakin ingin membuktikan kepada diri sendiri bahwa seorang santri mampu duduk sejajar atau bahkan melebihi siswa di luar sana yang memiliki segala akses kemudahan dalam menunjang pembelajaran. Hal tersebut membuat saya semakin optimis bahwa kaidah “man jadda wajada” benar adanya.
Pada tahun 2019, dengan mendaftar jalur prestasi akademik selama menempuh pendidikan di SMP, saya berhasil diterima di salah satu madrasah favorit di Kota Malang, yakni MAN 2 Kota Malang. Madrasah ini memiliki berbagai keunggulan yang semakin mampu menunjang kegiatan pembelajaran dan prestasi siswa-siswinya. Madrasah ini juga memiliki program pembinaan olimpiade sehingga saat saya duduk di kelas 10, saya mencoba untuk mengikuti tes seleksi kelas program olimpiade di bidang biologi. Beberapa lomba juga telah saya ikuti sebagai wadah untuk terus berproses dan menambah relasi. Namun, pada saat itulah semangat saya untuk mengejar prestasi akademik dan olimpiade menurun karena beberapa masalah yang sedang saya hadapi. Saya tidak memiliki gairah untuk belajar dan tidak memiliki tujuan yang jelas untuk hari-hari berikutnya. Jangankan untuk mengejar PTN impian, belajar untuk mendapatkan prestasi akademik di rapor saja saya enggan melakukannya. Saya lebih memprioritaskan organisasi dan berbagai kepanitiaan. Hal tersebut semakin diperparah ketika pada saat itu sekolah mengumumkan untuk melakukan pembelajaran daring karena penyebaran virus Covid-19 yang semakin merajalela. Sejak saat itu, hari-hari saya hanya dipenuhi oleh kemalasan dan ketidaksungguhan. Semua rencana-rencana yang telah saya susun terbengkalai begitu saja. Akibatnya, selama pandemi Covid-19 yang berlangsung kurang lebih dua tahun (mulai dari semester 2 kelas sepuluh hingga semester 5 kelas 12) saya hanya mampu memahami sangat sedikit materi-materi sekolah.
Januari 2022, tiba saatnya pengumuman siswa eligible sekolah. Saya mendapatkan kuota eligible tersebut dan mengambil keputusan yang sangat saya sesali seumur hidup, yakni hanya bergantung pada SNMPTN (rapor dan prestasi) tanpa menyiapkan UTBK sama sekali. Pemahaman yang sangat minim mengenai materi sekolah saat pandemi membuat saya semakin enggan untuk mengulang pelajaran. Selama menunggu pengumuman tersebut, saya hanya menyibukkan diri dengan kegiatan yang tidak berfaedah. Alhasil, ketika hari pengumuman SNMPTN tiba, saya dinyatakan tidak lulus seleksi dan membuat saya menyesali keputusan bergantung pada seleksi tersebut karena waktu menjelang SBMPTN hanya satu bulan saja. Berbagai usaha telah saya lakukan, walaupun tidak sepenuhnya menyelesaikan materi SMA yang banyak belum saya pahami, saya memberanikan diri untuk mengambil pilihan tinggi. Dengan persiapan yang sama sekali belum matang, tepat pada jam 15.00 saat pengumuman SBMPTN, saya sekali lagi ditolak di PTN yang saya inginkan. Namun, hal tersebut tidak terlalu menimbulkan kesedihan yang mendalam karena saya mengerti bahwa saat itu pun saya belum memiliki semangat untuk kuliah dan tentu saja usaha saya yang sama sekali tidak maksimal. Orang tua saya juga mempersilakan saya untuk mendaftar mandiri dan mendukung saya dalam segala keputusan yang saya ambil. Berbagai usaha ujian mandiri pun tidak membuahkan hasil. Penolakan sudah menjadi hal yang biasa bagi saya. Pada akhirnya, saya memutuskan untuk mengambil gapyear dengan segala pertimbangan yang telah disepakati orang tua saya.
Menjalani kehidupan gap year ternyata tidak semengerikan yang saya bayangkan. Walaupun pada awalnya banyak omongan yang datang dari berbagai pihak, namun akhirnya saya mulai menerima dan berdamai dengan diri sendiri. Tahun itu saya manfaatkan untuk menambah skill, pengetahuan, dan pengalaman baru yang sama sekali belum saya ketahui sebelumnya atau bahkan tidak akan saya dapatkan ketika saya tidak mengambil gap year. Enam bulan pertama saya habiskan dengan mengambil English course di Kediri. Bertemu orang baru dengan berbagai pengalaman luar biasa, menjadi leader camp, bahkan tutor Bahasa Inggris dasar benar-benar membuka perspektif saya bahwa lingkungan masyarakat begitu kompleks dan berharga dalam menambah pengalaman dan wawasan. Berkat hal tersebut saya menjadi tahu bagaimana cara menghadapi berbagai masalah yang datang dari orang lain dan lingkungan baru, saya menjadi mengerti bagaimana seharusnya bersikap terhadap hal-hal yang bisa saya kontrol maupun tidak.
Empat bulan waktu yang tersisa menjadikan saya harus mulai memikirkan langkah apa yang harus saya ambil. Setelah pertimbangan yang cukup panjang, saya memutuskan untuk mengambil kelas alumni sebuah bimbel yang berada di Malang. Dengan waktu yang lebih sedikit dibandingkan teman-teman yang lain membuat saya harus meluangkan ekstra waktu untuk mengejar semua ketertinggalan. Tentunya hal tersebut tidaklah mudah bagi saya. Saya sempat mengalami stress berkepanjangan dan banyak menghabiskan malam dengan tangisan. “Apakah saya akan gagal lagi? Apakah saya harus sadar diri dengan nilai try out yang tidak memungkinkan mengejar PTN impian lagi?” Berbagai pertanyaan pesimis selalu muncul di kepala saya. Namun, pada akhirnya saya tersadarkan bahwa apapun rintangannya, saya akan tetap berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar cita-cita yang sudah sejak lama saya impikan. Kali ini, saya memberanikan diri untuk mengambil FKUI sebagai pilihan pertama dan mencoba memilih untuk bersikap realistis pada pilihan kedua.
Saatnya hari pelaksanaan UTBK tiba. Saya merasa lebih siap untuk menghadapinya karena telah memiliki persiapan yang cukup matang. Dengan rasa ikhlas, saya menyerahkan segalanya kepada Allah Swt. Ibu pernah berkata, “Kalau kamu ikhlas menerima semua takdir setelah kamu berusaha, Allah akan memberikan kemudahan buat kamu apapun bentuknya”. Benar saja, setelah menunggu hasil pengumuman, tanggal 20 Juni 2023 menjadi hari yang penuh haru dan bahagia, akhirnya saya mendapatkan harapan yang selama ini selalu saya langitkan, yaitu FKUI. Semua perjuangan untuk persiapan masuk perguruan tinggi telah terbayarkan.
Selama masa SMA, terlebih ketika pandemi, saya hanya menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan saja ketika berada dalam situasi yang sulit tanpa mau terus berjuang dan berusaha. Oleh karena itu, saya berkomitmen untuk mengubah kebiasaan buruk tersebut setelah saya diterima di FKUI. Saya ingin berkomitmen untuk bertahan dan terus berjuang serta melakukan hal-hal yang bermanfaat apapun kondisinya selama berkuliah di FKUI hingga menjadi dokter yang bahkan seumur hidup nanti. Saya ingin terus menerobos rasa takut saya dengan mencoba hal-hal baru yang positif agar membangun pribadi yang tak kenal rasa takut dan terus berani melakukan perubahan.
Harapan kepada diri saya sendiri adalah terus berani bermimpi dan memperjuangkannya baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang. Saya akan terus memperbaiki diri agar dapat bersikap baik kepada diri sendiri dan orang lain sehingga mampu memelihara kebaikan tersebut hingga nanti supaya mampu menjadi dokter yang layak dan bisa bermanfaat bagi banyak orang. Tentunya, saya juga berharap agar perjuangan yang akan saya lakukan akan terus memberikan kontribusi serta dapat membahagiakan dan membuat bangga orang tua saya yang amat saya sayangi. Kemudian, untuk FKUI 2023 Gelora, saya berharap agar mampu saling memberikan kepedulian, saling merangkul, dan saling menyayangi serta dapat bekerja sama dengan baik agar nantinya mampu menjadi manusia-manusia yang bermanfaat bagi sesama bahkan bangsa dan negara. Saya juga berharap agar FKUI angkatan 2023 saling mendukung satu sama lain sehingga dapat terus bertahan bahkan dalam kondisi sesulit apapun dan menyelesaikan pendidikan bersama.
Berbicara mengenai definisi dokter ideal, sesuai dengan makna kata ideal dalam KBBI daring, yaitu sangat sesuai dengan yang dicita-citakan atau diangan-angankan atau dikehendaki1 sehingga seorang dokter yang ideal berarti dokter yang sangat sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki sebagai mestinya, yaitu profesi dokter itu sendiri. Menurut saya, seorang dokter ideal adalah dokter yang tentunya memiliki dan mempertahankan sikap yang sejalan dengan Kode Etik kedokteran Indonesia (KODEKI) seperti menghormati hak-hak pasien, teman sejawat, dan tenaga kesehatan lainnya2 serta melakukan apa yang seharusnya dokter lakukan secara sempurna. Dokter yang ideal nantinya mampu bekerja secara tulus melayani pasien dengan senantiasa memberikan motivasi, mendorong semangat, dan menghilangkan prasangka-prasangka buruk untuk memulihkan kesehatan mental pasien agar memiliki harapan dan semangat yang tinggi untuk sembuh.
Menurut saya, seorang dokter ideal haruslah memiliki minimal satu nilai luhur yang dianutnya, yaitu mengutamakan kepentingan dan kebaikan pasien di atas kepentingan pribadinya secara tulus. Profesi kedokteran merupakan profesi yang luhur karena altruisme (tanpa pamrih) dan idealisme profesi (mendapatkan imbalan dari pekerjaannya dan tidak menjadikannya motivasi utama).3 Dengan demikian, nilai tersebut akan menjadikan seorang dokter tulus dalam menjalankan profesinya serta tidak menjadikannya ladang hanya untuk mencari keuntungan dan kekayaan pribadi. Motivasi utama seorang dokter yang memiliki nilai luhur ini adalah untuk saling membantu sesama dengan keahlian yang ia miliki.
Kemudian, dokter ideal tersebut nantinya akan terjun dan berkontribusi ke masyarakat dengan mengamalkan nilai-nilai luhurnya. Seorang dokter yang ideal selalu memegang teguh prinsip-prinsipnya untuk terus memberikan pelayanan terbaik kepada pasien sehingga tidak hanya menyembuhkan penyakit pasiennya tetapi juga mampu memberikan edukasi dan mengerahkan sebaik mungkin apa yang telah ia pelajari saat menempuh pendidikan dengan tetap mempertahankan kode etik kedokteran.
Tatkala sudah resmi menjadi seorang dokter, saya ingin menjadi dokter ideal sesuai apa yang saya definisikan. Saya ingin menjadi seorang dokter yang berbudi pekerti luhur, kompeten, tulus, profesional, berempati, dan selalu mengutamakan kepentingan pasien. Selain itu, saya ingin menjadi dokter yang memenuhi kriteria Kementerian Kesehatan (Kemkes) misalnya menjaga kesantunan, kesejawatan, dan kebersamaan terhadap sesama tenaga kesehatan.4
Rencana jangka pendek saya selama preklinik adalah mampu membangun relasi yang baik kepada teman seangkatan, kakak tingkat, adik tingkat, dokter-dokter, dan warga sekitar FKUI pada umumnya. Agar mencapai hal tersebut, saya harus meningkatkan keberanian untuk berkomunikasi, menjaga sopan santun, bersikap ramah, serta saling tolong menolong. Kemudian, saya juga berharap agar dapat menyesuaikan diri dengan baik selama preklinik, dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik, dan mampu menguasai ilmu kedokteran yang telah diajarkan sekaligus mampu mendapatkan IPK yang memuaskan. Untuk mencapai hal-hal tersebut, saya akan berkomitmen untuk selalu tekun belajar, menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, aktif di kelas, dan tidak malu bertanya dan meminta tolong ketika mengalami kesulitan.
Rencana jangka panjang saya selama klinik atau dokter adalah berkontribusi secara positif dengan melayani pasien secara profesional, berempati, dan mengedukasi. Untuk itu, saya tidak hanya ingin menjadi dokter yang mampu mengobati dan menyembuhkan, tetapi juga menjadi dokter yang mampu mengedukasi pasien, memulihkan mental mereka, dan mampu menciptakan lingkungan masyarakat sekitar saya yang peduli akan kesehatan.
Saya berharap agar masyarakat yang berada di pedesaan seperti halnya saya dibesarkan tidak lagi menyepelekan kesehatannya bahkan keluarganya. Saya juga berharap agar mereka memiliki semangat sembuh yang tinggi ketika berhadapan dengan penyakit mereka tanpa terlalu memikirkan biaya bagi masyarakat yang kurang mampu. Selain itu, saya ingin agar kedepannya masyarakat memiliki akses yang mudah terhadap pelayanan kesehatan. Saat ini, masyarakat yang berada di beberapa wilayah pedesaan menganggap bahwa akses menuju fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit masih sulit.5 Oleh karena itu, suatu saat nanti saya ingin berkontribusi untuk melakukan perubahan mengenai hal tersebut.
Terakhir, untuk adik-adik yang ingin meneruskan pendidikannya di FKUI, saya berpesan agar tetap bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan segala mimpi dan cita-cita. Jangan pernah ada kata menyerah ketika kalian masih mendapatkan kesempatan untuk berjuang. Mulailah berkomitmen kepada diri sendiri untuk terus berusaha apapun rintangan dan keadaannya. Sesungguhnya pertolongan Allah Swt. nyata bagi orang-orang yang mau berupaya.
Referensi:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. KBBI daring [Internet]. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia; 2023 [updated 2023 Apr; cited 2023 Aug 5]. Available from: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ideal
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran. Kode etik kedokteran Indonesia [internet]. Jakarta: MKEK IDI; 2016 [cited 2023 Aug 6]. Available from: https://mkekidi.id/kode-etik-kedokteran-indonesia/
Afandi D. Nilai-nilai luhur dalam profesi kedokteran: suatu studi kualitatif. J Kesehat Melayu. 2017 Sep 25;1(1):27-8.
Rokom. 3 Karakter ini harus dimiliki seorang dokter [Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018 Dec 15 [cited 2023 Aug 5]. Available from: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20181215/4928833/3-karakter-harus-dimiliki-seorang-dokter/
Digital Transformation Indonesia. Tantangan layanan kesehatan di wilayah pedesaan [Internet]. Jakarta: Adhouse Clarison Events; 2022 Sep 14 [cited 2023 Aug 7]. Available from: https://digitaltransformation.co.id/tantangan-layanan-kesehatan-di-wilayah-pedesaan/
Comentarios