- Ammara Khairadiva Herbasuki
- Aug 13, 2023
- 9 min read
Narasi Perjuangan
"Nanti kamu mau jadi apa?" sebuah pertanyaan sederhana, didampingi kepala yang penuh dengan ribuan kalimat, semua berusaha keluar dari mulutku yang satu. Ribuan variasi dari sebuah kalimat yang menggambarkan bayangan diriku di masa depan, dan lagi, sebuah pertanyaan sederhana yang membuatku memutarbalikkan otak, memikirkan berbagai perhitungan dengan asal, seolah-olah aku baru diberi soal matematika rumit yang harus diselesaikan, seolah-olah berparagraf banyaknya kata yang dilemparkan ke wajahku, bukan lima kata dasar yang bisa diteriakkan sebuah jawaban kembali oleh seorang anak TK dalam sekejap, seperti yang sering aku lihat dulu. Sebagai anak-anak, kami duduk membentuk lingkaran, bergantian menceritakan hal-hal yang kami impikan di malam hari. “Aku mau jadi pilot!" ketus satu anak, dilanjut oleh yang di sebelahnya, "kalo aku mau jadi guru!". Sementara aku, seringkali terdiam di suatu sudut, duduk memikirkan apa yang harus kukatakan. Begitu banyak aspirasi muncul dalam pikiran kecil saya, tetapi tidak satu pun dari mereka yang beresonansi dengan saya. Pada akhirnya, tidak satupun dari ribuan kata-kata yang saya pikirkan itu berhasil disuarakan, melainkan sebuah "belum tau" dengan suara kecil dan senyum singkat, setidaknya sampai sekarang.
Perkenalkan, nama aku Ammara Khairadiva Herbasuki atau akrab disapa Khai dan baru-baru ini aku diberi kesempatan untuk menjadi mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada program reguler tahun ini melalui pengumuman penting pada 20 Juni 2023. Melihat kilatan putih kata "SELAMAT" terhadap latar belakang biru di layar laptop kecilku terasa seperti membalik halaman terakhir dari sebuah bab yang terasa pleonastis dan tidak berujung, untuk menunjukkan harapan dan semangat di awal bab yang baru. Aku telah lulus seleksi nasional berbasis tes. Hal tersebut berarti aku memiliki sesuatu dalam diriku yang memungkinkan aku untuk menjadi bagian dari program studi dan universitas paling ketat di negara ini. Hal tersebut berarti bahwa sekarang aku telah menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diriku sendiri, bagian dari FKUI.
Aku sangat bangga untuk mengatakan bahwa diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah salah satu pencapaian terbesar dalam hidupku. Tidak sedikit orang yang menjunjung tinggi FKUI ini karena reputasinya yang telah lama berdiri sebagai salah satu institusi medis terkemuka di Indonesia. Fakultas ini telah menghasilkan sejumlah besar profesional medis terampil yang telah berkontribusi pada sistem perawatan kesehatan negara. Hal ini tidak terkecuali oleh aku dan ribuan individu lainnya yang berkompetisi dan bekerja sekeras mungkin untuk menjadi bagian darinya. Dan mereka yang telah menjadi bagian darinya, beragam dengan cerita mereka tentang bagaimana.
Kisahku sendiri dimulai ketika tinggiku masih sepantar dengan meja kopi. Aku bukanlah anak yang konsisten, dengan mainanku, spidol warna favoritku, dan terlebih dengan impian dan cita-citaku. Tapi tentu saja, aku masih kecil, hanya 3 dan kemudian 5, itu wajar saja. Sampai aku meninggi dan menjadi 9, lalu 12 dihiasi biru dan putih, tanpa harapan, tujuan atau keinginan untuk masa depanku sendiri. Tetapi menjalani hidup tanpa tujuan yang ditetapkan bukan sesuatu yang sulit bagiku. Aku diterima di salah satu sekolah menengah pertama dengan peringkat tinggi di Indonesia, SMP Labschool Kebayoran, dan sebagai siswa sekolah internasional pada jenjang sebelumnya, aku memilih untuk fokus pada kesulitan-kesulitan lain. Transisi antara kurikulum yang berbeda tidaklah mudah, dan aku harus bekerja keras untuk menyesuaikan diri, dengan begitu seiring waktu aku kembali menemukan keinginan untuk bersaing dengan rekan-rekanku. Meskipun aku tidak pernah benar-benar memiliki target, aku memiliki suatu prinsip yang terus memacuku untuk membenamkan diri dalam komunitasku. Aku melakukan yang terbaik untuk mengikuti pelajaran-pelajaran, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi, menjadi sukarelawan, memulai beberapa usaha kecil dengan teman-teman, lalu menyumbang dan melibatkan diri sebanyak mungkin dalam masyarakat.
Tiga tahun berlalu cepat, dan sekarang aku mengenakan warna abu-abu dan putih. Aku telah menjadi siswa di SMA Labschool Kebayoran, sekolah unggulan yang berprestasi tinggi, betapa bersyukurnya aku akan hal itu karena dengan penerimaan aku pada SMA berperingkat nasional tinggi ini, dibersamai dengan suatu hak istimewa. Hak istimewa yang dapat membawaku ke pintu perguruan tinggi negara impianku, juga sebuah hak istimewa yang aku sia-siakan karena tidak tahu persis apa yang ingin aku lakukan. Seiring berjalannya waktu rasa takut akan kehilangan arah dan perasaan tertinggal sendirian mulai membara, tapi itu bukan masalah yang dapat aku padamkan sampai suatu hari di kelas biologi. Penjelasan guru yang penuh semangat tentang kerumitan dan keindahan tubuh manusia menangkap imajinasi aku. Ketika aku mempelajari lebih dalam tentang dokumenter dan artikel medis, aku mulai menyadari betapa besarnya pengaruh dokter terhadap individu dan komunitas, dan lebih jauh menyoroti peran penting yang dimainkan dokter dalam menyelamatkan nyawa. Pengalaman-pengalaman ini secara kolektif memicu keinginan dalam diriku untuk mengejar karir di bidang kedokteran, didorong oleh aspirasi untuk menyembuhkan, meringankan penderitaan, dan berkontribusi secara positif kepada dunia.
Ketika visiku mulai menguat, begitu pula tekadku. Pada saat aku akhirnya mengerti apa yang ingin aku kejar, aku mempersiapkan diri dengan cepat untuk menerima apapun yang dapat dan akan terjadi. Tidak ada perjalanan yang mudah, dan dalam kasusku, aku seakan telah kehilangan setengah dari kartu bermainku. Aku telah melalui kehilangan motivasi dan telah membiarkan nilaiku tergelincir, atau lebih tepatnya, aku membiarkannya jatuh. Meskipun memalukan, aku tetap hanya menargetkan yang terbaik. Satu-satunya institusi yang saya izinkan diri saya untuk pilih, adalah institusi dengan peringkat paling atas, yang dapat memberikan pendidikan yang mencukupi, memfasilitasi dengan pengalaman pengalaman unik dan disertai pembangunan karakter yang cakap. Jadi ketika kelas 12 tiba, aku mendorong diriku sejak awal. Aku telah bersikap realistis dan menyadari bahwa aku tidak bisa berbuat apa-apa ataupun pergi kemana pun dengan nilaiku saat ini, jadi aku memindahkan fokusku pada kemampuan berlogika, meningkatkan kemampuan skolastik dan literasi aku dengan harapan bisa diterima melalui jalur SNBT. Pada titik ini, aku mungkin memiliki reputasi yang buruk karena tidak belajar dengan baik di sekolah, tetapi yang tidak banyak orang ketahui adalah, selama setahun, aku bekerja keras tanpa henti di luar itu. Aku keluar rumah untuk belajar sekitar 17 jam setiap hari, dan pulang hanya untuk tidur. Rutinitas yang berat, tetapi aku menemukan pelipur lara di dalamnya dan aku belajar untuk menikmatinya, karena aku tahu itu semua akan bermanfaat ketika aku mengingat momen-momen ini kembali di masa depan setelah aku berhasil mendapatkan universitas impian saya.
6 bulan pertama tahun terakhirku sebagai siswa sekolah menengah telah berlalu dengan cepat. Kemudian datang bulan Januari, Februari dan Maret sudah di depan pintu, bersama dengan ratusan undangan dari berbagai universitas yang dikirim kepada siswa tujuannya, dan saya yang hanya dapat menyaksikannya semua. Gelombang pertama penerimaan Universitas telah terjadi begitu saja, dan lagi, itu menakutkan, dan mendemotivasi, dan tubuh dan pikiranku yang sebelumnya membara tanpa rasa lelah, merosot dan mengeluh dan merasa malu untuk tetap mengatakan atau bahkan berpikir untuk tetap memilih FKUI. Jadi untuk sementara, aku tersesat. Tidak berbeda dengan ketika aku masih kecil, jawaban untuk pertanyaan "kamu nanti mau jadi apa?" merupakan tawa gugup. Hampir tiga kali lebih tinggi dan aku masih tidak bisa menjawab dengan kata-kata yang benar. Jadi aku berdoa, dan berdoa dan belajar tanpa henti karena bila berpikir lurus dan jujur, aku sudah tahu aku mau jadi apa. Ketika April tiba dan pendaftaran dimulai, aku tahu inilah saatnya aku harus mengambil langkah yang berani, jadi itulah yang aku lakukan, tetapi kali ini aku yakin. Pilihan 1 SNBT aku isi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan pilihan kedua aku kosongkan.
Menjelang hari ujian masuk Universitas Indonesia, aku merasakan campuran kegembiraan dan kegugupan. Ujian mewakili momen penting yang dapat mengubah lintasan hidup aku. Jika aku berperforma dengan baik dan mendapatkan tempat di UI, itu akan membuka pintu menuju pendidikan berkualitas, beragam peluang, dan kehidupan kampus yang dinamis. Di sisi lain, tidak mencapai hasil yang diinginkan akan mendorongku untuk mengeksplorasi opsi lain, yang berpotensi mengarah ke jalan dan pengalaman yang berbeda dengan harapanku. Hasil ujian ini memiliki kekuatan untuk membentuk masa depanku, menjadikan setiap momen persiapan dan antisipasi menjadi penting. Pada saat tanggal 10 Mei datang, aku pasrahkan segala urusanku kepada Yang Maha Kuasa, sudah cukup banyak usahaku untuk bersaing secara materi, dan sekarang krusial waktunya merayu Dia yang menjagaku dan seluruh perbuatanku. Dan Alhamdulillah, dengan bantuan-Nya, doa dan dukungan dari orangtua dan teman teman , saya dapat mengerjakan ujian dengan lancar dan lulus ke prodi dan universitas impianku dengan nilai rata-rata SNBT 766,34.
"Jadi kamu mau jadi apa?" sekarang pertanyaan yang bisa aku jawab dengan percaya diri. "Aku mau jadi dokter," itulah yang harus saya katakan, namun apa yang sebenarnya mendefinisikan seorang dokter? menurut kamus oxford, dokter adalah orang yang memenuhi syarat untuk merawat orang yang sakit atau terluka [1]. Terlepas dari definisi umum yang diberikan kutipan ini, aku memahami seorang dokter sebagai seseorang yang jauh lebih besar dari gelar dan lisensi yang ia miliki sehingga “Aku mau jadi dokter yang baik!” adalah apa yang aku katakan. Ketekunan, pengetahuan kognitif, dan keterampilan motorik yang sangat baik adalah bagian dari prasyarat [2] itu sudah wajar, wajib, tetapi kriteria ini hanya bersifat materi. Seorang dokter yang baik memprioritaskan kualitas interpersonal mereka secara umum, komunikasi dan keterlibatan pasien, serta kompetensi medis mereka sendiri [3] Orang yang ingin aku jadi adalah dokter seperti itu. Bagi saya, "dokter ideal" dapat didefinisikan sebagai orang yang tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan medis yang luar biasa, tetapi juga menunjukkan kasih sayang, komunikasi yang efektif, dan komitmen terhadap perawatan yang berpusat pada pasien. Ia adalah seseorang yang dapat memegang teguh profesionalisme karena itu merupakan keterampilan yang sulit untuk dipraktekkan [4], sekaligus tetap mendukung dan berempati dengan pasien [5]. Kontribusi "dokter ideal" ini bagi masyarakat sangat besar. Seorang dokter yang ideal tidak hanya menyembuhkan penyakit fisik tetapi juga meredakan tekanan emosional dengan memberikan dukungan dan jaminan kepada pasien dan keluarga mereka, dan menjadi dokter ideal ini akan menjadi tujuan akhir aku.
Sebelum diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, aku memegang teguh komitmen untuk cita-citaku. Hari-hariku ditandai dengan jam belajar yang rajin, malam tanpa tidur, dan dedikasi yang tak tergoyahkan. Setiap pengorbanan dan usaha didorong oleh keinginan membara untuk mendapatkan tempat di institusi bergengsi. Antisipasi penerimaan memicu tekadku. Setelah resmi menjadi mahasiswa baru, komitmen aku telah mengambil dimensi baru. Dengan hati yang penuh rasa syukur, komitmen aku yang sebelumnya tak tergoyahkan, diperkuat dengan kesadaran bahwa aku kini resmi menjadi bagian dari komunitas yang berjuang untuk membuat perbedaan dalam perawatan kesehatan. Sebelumnya, hal tersebut mendorongku untuk mengatasi rintangan; setelahnya, aku harap ini memberdayakan aku untuk menerima dan menghadapi tantangan baru, dan menjadi versi terbaik dari diri aku sendiri. Aku berharap selama berada di FKUI aku dapat terus mencurahkan waktu dan tenagaku untuk memaksimalkan pengembangan diri, dan pengalaman akademik maupun non akademik aku, perjalanan dari bercita-cita untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merubah komitmen itu menjadi kenyataan yang nyata, dan semoga menginspirasi aku untuk memberikan yang terbaik di setiap langkah. Sekarang aku menjadi bagian dari FKUI '23 harapan aku diperkuat oleh kemungkinan tak terbatas yang terbentang di depan. Selama periode pra-klinik, aku ingin membenamkan diri dalam dunia pengetahuan, pelatihan praktis, dan perawatan pasien. Aku berharap aku dapat belajar dari tokoh-tokoh yang berpengalaman, berkolaborasi dengan rekan-rekan yang bersemangat, dan merangkul tantangan yang datang dengan pendidikan kedokteran. Ke depan, aku juga berencana untuk melanjutkan pendidikan dan memperdalam pengetahuan, pengalaman dan keterampilan saya untuk mendapatkan keahlian yang dimiliki oleh seorang dokter spesialis. Untuk melakukan semua yang ingin aku capai, aku akan disiplin, dan rajin untuk tetap termotivasi dan berpegang teguh pada tujuan aku, sehingga tidak hanya memupuk pemahaman yang mendalam tentang kedokteran tetapi juga rasa empati dan dedikasi yang kuat untuk meningkatkan kehidupan masyarakat.
Dalam jangka panjang, harapanku untuk masyarakat di bidang kesehatan berlabuh pada visi akses yang adil, teknologi medis canggih, dan pendekatan preventif. Aku bercita-cita untuk dunia di mana setiap individu, terlepas dari latar belakang mereka, memiliki akses tanpa batas ke layanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu, aku berharap untuk beralih ke perawatan kesehatan proaktif, di mana penekanan ditempatkan pada pencegahan penyakit melalui pendidikan, deteksi dini, dan perubahan gaya hidup. Pada akhirnya, visiku adalah masyarakat di mana kesehatan adalah hak universal, dan kerja sama antar bangsa dan komunitas mendorong populasi global yang lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih tangguh.
Untuk calon mahasiswa yang ingin menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, harapanku adalah untuk kalian menjalani perjalanan dengan tekad yang kuat, rasa ingin tahu, dan semangat yang tulus untuk penyembuhan. Rangkullah tantangan perjalanan dengan mengetahui bahwa setiap pelajaran adalah langkah menuju menjadi profesional medis yang penuh kasih dan berpengetahuan dan ingat bahwa kedokteran bukan hanya bidang studi tetapi komitmen untuk belajar seumur hidup dan membuat dampak positif pada kehidupan yang tak terhitung jumlahnya. Ini adalah jalan yang terhormat untuk dipilih, tetapi jalan yang berduri dan berbelit-belit. Jadi komit, dan bekerja sekeras mungkin untuk menjalaninya, dan kalian akan berhasil dalam usaha kalian.
DAFTAR REFERENSI
Siegel MD. The definition of a doctor [Internet]. New Haven: Yale School of Medicine; 2019 Jan 05 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://medicine.yale.edu/news-article/the-definiton-of-a-doctor/
Lauer AK, Lauer DA. The good doctor: more than medical knowledge & surgical skill [Internet]. Hong Kong: AME Publishing Company University; 2017 Jul 04 [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://aes.amegroups.org/article/view/3752/4517
Borracci RA, Gallesio JMA, Ciambrone G, Matayoshi C, Rossi F, Cabrera S. What patients consider to be a 'good' doctor, and what doctors consider to be a 'good' patient [Internet]. USA: The Permanente Journal; 2020 Jul [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33399677/
Kanter HM, Nguyen M, Klau MH, Spiegel NH, Ambrosini VL. What does professionalism mean to the physician? [Internet]. USA: The Permanente Journal; 2013 Summer [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24355895/
Moudatso M, Stavropoulou A, Philalithis A, Koukou S. The role of empathy in health and social care professionals. [Internet]. Greece: Hellenic Mediterranean University; 2020 Mar [cited 2023 Aug 11]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7151200/
Comments