top of page
  • Youtube
Search
  • Writer: Amanda Syahra
    Amanda Syahra
  • Aug 11, 2023
  • 10 min read

Updated: Aug 13, 2023

Narasi Perjuangan


Nama saya Amanda Syahra Nurizzati. Orang biasa memanggil saya Amanda atau Manda. Saya berasal dari SMA Negeri 55 Jakarta dan kini saya merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2023 kelas reguler. Sebelumnya, saya memanjatkan puji syukur atas diterimanya saya di FKUI lewat jalur SNBT (Seleksi Nasional Berdasarkan Tes). Berbagai rintangan telah dilalui dan banyak cerita telah terukir hingga saya sampai di titik ini. Saya bukanlah keturunan dokter, tidak juga ada tekanan untuk menjadi sosok tersebut. Menjadi mahasiswa kedokteran adalah pilihan saya pribadi untuk melangkah menuju cita-cita. Akan tetapi, pada akhirnya, saya membuktikan kepada diri sendiri bahwa saya mampu. Lewat narasi ini, akan saya ceritakan sebagian bentuk perjuangan dan juga tujuan saya kedepannya sebagai mahasiswa FKUI.


Ketika orang menyebut FKUI, yang terlintas pertama di otak saya adalah “FK terbaik di Indonesia”. Bagi saya, mayoritas orang pun berpikir seperti itu. Hal ini dibuktikan dengan posisi FKUI di dunia, yakni peringkat 251-300 menurut The Quacquarelli Symonds World University Rankings (QS WUR) (1). Saya selalu memandang FKUI dengan rasa hormat dan juga hasrat untuk menjadi mahasiswa di sana. Tak pernah terlintas kata “mudah” dalam benak saya ketika meyakinkan diri untuk mengejarnya. Beberapa kali saya merasa tidak cukup, bukan tidak cukup pintar, tetapi tidak cukup berani. Seperti yang diketahui umum, seorang “pejuang FKUI” butuh niat yang mantap, mental yang kuat, dan usaha yang keras. Meskipun begitu, saya sadar bahwa itulah “harga” yang harus dibayar untuk menjadi seorang dokter hebat lulusan FKUI.


Alasan utama saya memilih FKUI tentunya karena ini adalah opsi terbaik untuk menimba ilmu kedokteran. Akan tetapi, butuh lebih dari sekadar keinginan untuk terdorong dan berusaha semaksimal mungkin demi diterima di sini. Salah satu motivasi saya datang dari keluarga. Saya ingin menjadi orang pertama yang berprofesi sebagai dokter di keluarga. Semua anggota, termasuk paman, bibi, sepupu, dan keponakan, mendukung penuh mimpi saya. Mereka pun menaruh harapan besar dan selalu membantu, baik dengan doa, maupun wejangan atau nasehat. Sebagian dari mereka bilang, “Nanti kalau Manda jadi dokter, minta diobatin gratis, ya.” Saya selalu tersenyum dan mengiyakan kalimat tersebut. Kedua orang tua telah memberikan fasilitas belajar dan membiayai. Kakak dan sepupu juga selalu memeriksa progres belajar dan memberi solusi ketika saya kesulitan. Dengan begitu, saya tidak pernah berpikir untuk bermalas-malasan atau bahkan menyerah.


Selain itu, saya dikelilingi teman yang suportif dan persuasif. Mereka selalu bisa meyakinkan saya untuk terus berjuang dan mendampingi proses belajar saya selama ini. Saya merasa sangat bersyukur ditempatkan di lingkungan yang positif dan mendorong demi menggapai apa yang saya impikan. Bagi saya, ini adalah faktor penting yang memengaruhi metode dan frekuensi belajar seseorang. Oleh karena itu, saya yakin segala kesulitan dan kekhawatiran tidak dirasakan sendiri, tetapi juga bersama teman-teman. Secara tak sadar, saya menjadi sosok yang percaya diri dan selalu ingin mendapatkan yang terbaik.


Memang, keinginan menjadi mahasiswa FKUI baru dimantapkan saat saya kelas 12. Akan tetapi, semua yang saya lalui sejak kecil berperan dalam membentuk diri saya saat ini. Pendidikan formal saya dimulai dari sekolah dasar. Saat itu, usia saya 5 tahun 6 bulan dan saya didaftarkan di SDN Mampang Prapatan 02 Pagi. Kedua orang tua saya sibuk bekerja hingga sore. Oleh sebab itu, sejak SD, saya terlatih untuk sendiri. Hampir semua kegiatan terkait sekolah saya kerjakan sendiri. Saya tidak mengikuti les atau bimbingan belajar di luar. Saya belajar tanpa meminta bantuan dan hampir tidak pernah bertanya tentang PR. Karena hal ini, saya juga "mandiri" dalam hal emosi dan perasaan. Saya sangat jarang bercerita tentang sekolah, apalagi masalah yang saya hadapi. Namun, begitulah saya menjadi individu yang independen. Menurut saya, masa di SD lebih membentuk mental dan kepribadian saya dibanding akademik. Saya hanya pernah sekali masuk dalam peringkat 5 besar. Saya juga tidak memiliki keahlian di suatu bidang yang saya tekuni. Pada saat itu, belum terbayang akan jadi apa saya dewasa nanti.


Walaupun tidak begitu berprestasi, saya berhasil masuk ke salah satu sekolah menengah pertama unggulan di Jakarta, yakni SMPN 41 Jakarta. Di kelas 7, saya masih beradaptasi dengan nuansa belajar baru. Saya cukup aktif di kelas, tetapi belum masuk peringkat 10 besar di semester pertama. Namun, beruntungnya saya berteman dengan siswa terpintar di kelas, saat ini ia juga mahasiswa FKUI, yang membuat saya lebih semangat belajar dan mampu mengerti materi. Saya pun berhasil meraih peringkat kedua di semester selanjutnya. Di kelas 8, saya kembali dipertemukan dengan teman tersebut. Saya merasa kemampuan akademik saya meningkat, saya selalu aktif di pembelajaran, dan semakin sering belajar bersama teman. Saya menemukan betapa pentingnya pergaulan dan banyaknya benefit yang didapat dengan berada di lingkungan yang ingin mencapai tujuan yang sama.


Di SMP, saya juga mulai belajar berorganisasi. Saya mengikuti dua ekstrakurikuler, yakni saman dan paskibra. Di saman, saya belajar untuk mengutamakan solidaritas dan kekeluargaan. Bersama anggota lainnya, kami bekerja sama untuk memajukan ekskul saman itu sendiri dan berprestasi atas usaha dan latihan yang konsisten. Di paskibra, saya menjadi individu yang disiplin dan tegas. Jiwa kepemimpinan saya juga dilatih. Saat itu, saya terbiasa mengambil inisiatif dan memimpin kelompok sebagai danton pasukan. Selain itu, saya juga mengikuti kepanitiaan acara olahraga dan pentas seni selama 2 tahun. Pengalaman ini membuka wawasan saya terkait keorganisasian dan membuat saya gemar bekerja dalam tim. Saya juga semakin aktif bersosialisasi dan tumbuh rasa empati di dalam diri saya.


Masuk ke kelas 9, saya menemukan tujuan pendidikan saya selanjutnya. Saya mendambakan untuk masuk ke SMAN 8 Jakarta atau SMAN 28 Jakarta jurusan MIPA. Untuk itu, saya semakin giat belajar dan lebih kompetitif. Saya tetap tidak mengikuti les atau bimbel, hanya les privat selama dua bulan. Saya selalu mengikuti try out mandiri dari sekolah dan juga pendalaman materi. Progres saya terbilang baik hingga pada try out terakhir, saya mendapat nilai tertinggi. Itu adalah saat dimana kepercayaan diri saya meningkat dan saya sangat yakin dapat mencapai tujuan saya. Akan tetapi, tiba-tiba sekolah diliburkan selama 2 minggu. Semua orang pasti ingat masa ini dan kejadian setelahnya, pandemi COVID-19. Pembelajaran dan ujian mulai dilakukan secara daring. Yang lebih mengejutkan, ujian nasional ditiadakan dan sistem penerimaan peserta didik baru berubah 180 derajat. Akibatnya, saya tidak masuk ke sekolah tujuan. Pada saat itu, semangat belajar saya hilang.


Saya melanjutkan pendidikan di SMAN 55 Jakarta jurusan IPS, sangat berbeda dari minat saya. Untungnya, saya diberikan kesempatan lintas jurusan di tengah semester pertama dan saya pun pindah ke jurusan MIPA. Di kelas 10, dengan metode daring, saya mengikuti pelajaran dengan cukup baik meski terkendala dengan mapel yang tidak dijelaskan langsung. Namun, karena saya pindah jurusan, nilai yang saya dapatkan tidak maksimal, terutama di pelajaran peminatan. Rata-rata nilai rapor semester pertama saya tidak mencapai 85 dan itu membuat saya demotivasi. Di kelas 11, pembelajaran mulai dilakukan secara luring. Saat itu, saya berkomitmen untuk kembali rajin dan mengusahakan nilai setinggi mungkin. Lagi-lagi tanpa bimbel, saya mengejar ketertinggalan materi. Pada akhirnya, saya berhasil mendapat peringkat pertama di kelas.


Tak hanya pembelajaran, saya juga aktif berorganisasi di SMA. Saya melanjutkan ekskul saman dan rutin ikut latihan, baik daring maupun luring. Di kelas 10, saya menjadi anggota seksi bidang kesenian OSIS dan di kelas 11 saya terpilih menjadi ketua OSIS. Kesibukan saya di organisasi mengantarkan saya untuk lebih bisa memanajemen waktu dan bekerja di bawah tekanan. Saya percaya, walaupun belajar adalah tugas utama saya sebagai pelajar, saya juga membutuhkan wadah untuk mengasah soft skill sebagai bekal di perkuliahan dan dunia kerja. Namun, di masa sibuk ini, saya belum memfokuskan pemilihan jurusan atau kemana saya nantinya melanjutkan pendidikan.


Di kelas 12, lewat proposal yang saya buat, orang tua saya mengizinkan saya untuk mengikuti bimbel demi meningkatkan nilai rapor dan persiapan ujian masuk PTN. Saya pun harus menyeimbangkan sekolah, OSIS, dan juga bimbel. Di tengah proses tersebut, saya menemukan tujuan saya, yakni jurusan kedokteran. Banyak faktornya, mulai dari hasil tes minat bakat, menonton drama korea, hingga terpengaruh teman yang juga ingin masuk kedokteran. Butuh waktu yang cukup lama juga untuk mendapatkan restu dari keluarga saya. Akan tetapi, setelah ditetapkan, saya langsung berorientasi untuk mengejar FKUI.


Setelah demisioner dari jabatan organisasi saya di sekolah, saya lebih fokus belajar. Sebelum fokus UTBK, saya mengedepankan pelajaran sekolah agar mendapatkan nilai rapor semester kelima yang tinggi. Hal itu berhasil saya dapatkan, tetapi belum cukup untuk menjadi peringkat pertama siswa eligible. Saya cukup pesimis dengan jalur SNBP (seleksi nasional berdasarkan prestasi). Meskipun begitu, saya tetap memilih FKUI dan mencantumkan sertifikat yang saya miliki. Selama proses seleksi, saya fokus belajar untuk ujian praktik dan juga asesmen sumatif. Pada 28 Maret 2023, hasil seleksi SNBP keluar dan saya tidak diterima. Itu adalah hasil yang saya ekspektasikan dengan pikiran, “saya siap menghadapi UTBK.” Akibatnya, saya segera melanjutkan persiapan UTBK dan menargetkan masuk FKUI lewat jalur SNBT.


Saya belajar intensif hampir setiap hari meski di bulan puasa, try out hingga 6x dalam seminggu, dan memperbanyak latihan soal. Masa tersebut adalah masa yang paling melelahkan dan penuh kekhawatiran. Seringkali muncul perasaan kecewa ketika hasil try out kurang memuaskan. Namun, saya sadar tidak hanya diri ini yang melewati kesuraman itu. Saya memperbanyak ibadah dan berdoa demi kelancaran menuju jalan terbaik. Selain itu, saya menanamkan pikiran kuat bahwa apapun hasilnya, itulah hasil dari usaha saya. Dengan begitu, saya mampu mengerjakan UTBK dengan tenang dan lancar. Saya sadar hasilnya tidak akan sempurna, tetapi saya sangat bersyukur karena dalam 3 jam, semua jerih keringat saya sudah tercurahkan.


Selama menunggu pengumuman jalur SNBT, saya sudah mulai belajar untuk persiapan jalur mandiri. Bagaimanapun, saya tidak dapat yakin 100% saya diterima. Pada 20 Juni 2023, hari yang dinanti-nantikan, saya membuka pengumuman jalur SNBT dan mendapatkan ucapan “selamat”. Betapa bahagianya saya mengetahui mimpi saya menjadi mahasiswa FKUI terwujud. Diri saya di masa kecil, baik saat masih di bangku SD maupun SMP, tidak akan percaya akan pencapaian luar biasa ini.


Sebelum diterima di FKUI, saya berpikir bahwa saya harus pintar dan dipandang banyak orang untuk menjadi yang terbaik. Akan tetapi, setelah perjalanan yang saya lalui, pemikiran itu berubah. Saya mulai meyakini bahwa saya tidak perlu menjadi versi terbaik di antara banyak orang, tetapi terbaik untuk diri sendiri dan di mata Tuhan. Pencapaian saya bukan hanya karena belajar, tetapi juga restu dan doa yang dipanjatkan. Menjadi mahasiswa FKUI adalah jalan untuk saya menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat, bukan untuk menjadi yang paling hebat. Oleh karena itu, saya berkomitmen untuk mengubah pandangan saya bahwa saya belajar untuk mendapatkan ilmu yang dapat dimanfaatkan di kemudian hari, bukan demi nilai ataupun status.


Selama menjadi mahasiswa FKUI, saya berharap saya mendapatkan wawasan baru dan ilmu di dunia kedokteran yang mampu menjadikan saya seorang manusia yang berkualitas. Tidak hanya ilmu, saya juga mengharapkan dapat membentuk karakter baik dalam diri saya dan meninggalkan kebiasaan buruk yang saya miliki. Selain itu, tentunya saya berharap saya dapat menjalani segala proses dengan lancar dengan diselimuti keceriaan. Sebagai angkatan 2023, saya pun berharap angkatan ini dapat sama-sama menjalani pendidikan hingga lulus tepat waktu. Semoga setiap orang dapat mencapai tujuan positifnya masing-masing dan mampu bersinar dengan caranya sendiri. Saya pun berharap, rintangan yang akan kami lewati dapat terasa lebih ringan dengan kebersamaan. Semoga sampai kelulusan nanti, kami dapat berbagi keharmonisan dan saling peduli, bahkan hingga seterusnya.


Saya bercita-cita menjadi seorang dokter ideal. Apakah dokter ideal itu? Apakah mereka adalah orang dengan pengetahuan terbaik? Tidak. Terdapat hal yang juga perlu diperhatikan dalam pendidikan kedokteran, yakni keterampilan sosial (2). Penelitian menunjukkan dokter dapat dikatakan baik atau buruknya lebih dilihat dari kemampuan menangani pasien, seperti sikap perhatian, peduli, dan empati dibanding keahlian medisnya (2). Fitur yang paling penting untuk menjadi dokter yang baik adalah keramahan, kembali lagi terkait dengan empati (3). Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa dokter tidak akan bisa mengerti apa yang dialami pasien tanpa empati dan tidak akan terbentuk hubungan yang kuat dengan mereka (3) Padahal, sebagian besar pekerjaan dokter adalah menangani pasien.


Selain itu, terdapat standar ideal seorang dokter yang disebut Seven Stars Doctor, yaitu penyedia layanan kesehatan, pengambil keputusan, pandai berkomunikasi, pemimpin, pengelola/pengatur, peneliti, dan iman-taqwa (4) Dengan begitu, dokter ideal adalah seorang dokter yang bukan hanya ahli dalam bidang medis, tetapi juga mampu menjalin komunikasi dan interaksi yang baik, bisa menjadi seorang pemimpin yang mampu membawa perubahan positif, terutama di bidang kesehatan, dan beriman. Atau sederhananya, mereka adalah dokter yang memenuhi Seven Stars Doctor.


Bagaimana kriteria-kriteria tersebut dalam berkontribusi terhadap masyarakat? Sebagai penyedia layanan kesehatan, sikap seorang dokter yang menangani pasien dengan kenyamanan dan kelancaran, akan menumbuhkan kepercayaan di masyarakat (4) Mereka kedepannya akan mampu mengandalkan keberadaan dokter untuk kondisi kesehatannya. Contoh lain yakni dengan menjadi suatu pemimpin instansi atau komunitas dalam masyarakat. Seorang dokter dapat dijadikan panutan (4). Masyarakat akan lebih mudah terpengaruh ketika seseorang yang dihormati memberikan perintah atau saran, yang dalam hal ini terkait kesehatan.


Dari penjelasan dokter ideal tersebut, sudah terbayang sebagian besar gambaran dokter seperti apa yang saya inginkan. Selain kompeten, saya ingin menjadi dokter yang mengutamakan komunikasi dan empati, tetapi tetap dengan sikap profesional. Saya percaya dengan mengikuti kriteria-kriteria di atas, saya mampu menjadi dokter yang baik bagi diri sendiri, orang lain, dan juga Tuhan.


Bagaimana dengan rencana saya selama menjadi mahasiswa? Untuk masa preklinik, saya berencana untuk menjadi mahasiswa aktif dengan mengikuti seluruh kelas dengan disiplin dan tepat waktu. Saya ingin belajar secara efektif dengan menemukan terlebih dahulu cara belajar yang sesuai. Selain itu, saya berencana untuk mengasah kemampuan menulis dengan mengeksplorasi karya ilmiah atau jurnal yang disediakan oleh UI atau sumber lainnya. Dengan ini, saya berharap saya tidak hanya menambah ilmu, tetapi juga meningkatkan kebisaan linguistik dan observasi pada diri saya. Hal-hal yang saya peroleh akan saya terapkan dengan mengikuti penelitian, perlombaan atau olimpiade, dan meraih prestasi membawa nama FKUI. Selain di bidang akademik, saya turut berencana aktif di bidang nonakademik untuk menyeimbangkan pengembangan karakter dalam diri saya. Hal itu dapat dicapai dengan mengikuti UKM (unit kegiatan mahasiswa), organisasi berbasis kedokteran hingga taraf internasional, dan kepanitiaan acara kampus.


Setelah masa preklinik, rencana saya selama masa klinik adalah menerapkan ilmu yang sudah saya peroleh dan mengasahnya lagi lewat kerja nyata. Saya ingin menumbuhkan profesionalisme dan kemampuan praktik sebagai seorang dokter dengan mengamati secara serius senior atau dokter yang sudah berpengalaman. Setelah itu, saya berencana untuk melanjutkan pendidikan dengan mengikuti PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) dan meraih gelar Sp. JP (spesialis jantung dan pembuluh darah). Alasan saya ingin mengambil spesialis tersebut adalah karena penyakit jantung masih menjadi penyebab utama kematian utama di Indonesia (5). Bahkan, pembiayaan kesehatan tertinggi di Indonesia diduduki oleh penyakit jantung, yakni sebesar Rp7,7 triliun.5 Selain itu, beberapa anggota di keluarga saya mengidap penyakit jantung.


Untuk jangka panjang, saya berharap saya dapat menjadi dokter yang mampu melayani keluarga dan masyarakat serta memberikan kenyamanan kepada mereka. Saya ingin berkontribusi dalam pengembangan sektor kesehatan di Indonesia dan memecahkan masalah-masalah yang kian timbul di masyarakat, seperti merebaknya penyakit dan kurangnya sosialisasi mengenai cara hidup sehat dengan membagikan ilmu yang saya miliki. Oleh karena itu, saya berharap orang-orang di sekitar saya dan juga masyarakat secara luas dapat merasakan hidup yang lebih baik serta memiliki kesadaran yang lebih tinggi terkait kesehatan.


Akhir kata, bagi adik kelas yang juga memiliki mimpi sama seperti saya, menjadi mahasiswa FKUI, saya berpesan untuk temukan dahulu alasan utama kalian. Perjalanan kalian akan sangat panjang dan dibutuhkan keyakinan. Ubahlah pola pikir kalian yang menganggap menjadi mahasiswa FKUI hanya butuh pintar, atau mungkin kekayaan. Jadilah lebih dewasa dan pertimbangkan segala keputusan yang kalian ambil. Berkembanglah di lingkungan pertemanan yang mendukung, selalu minta restu kedua orang tua, dan berdoalah kepada Tuhan. Semoga kalian juga dapat menjadi bagian dari makara hijau dan mencapai mimpi mulia kalian.




Daftar Referensi

  1. Humas FKUI. Keeping its world ranking, FKUI is still the best in Indonesia [Internet]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2021 Apr 5 [cited 2023 Aug 7]. Available from: https://fk.ui.ac.id/news-2/keeping-its-world-ranking-fkui-is-still-the-best-in-indonesia.html

  2. Grundnig JS, Steiner-Hofbauer V, Katz H, Holzinger A. 'Good' and 'bad' doctors - a qualitative study of the Austrian public on the elements of professional medical identity. Med Educ Online [Internet]. 2022 Dec [cited 2023 Aug 7];27(1):2114133. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9423859/#cit0034 DOI: 10.1080/10872981.2022.2114133

  3. Alpert JS. The most important qualities for the good doctor. The American Journal of Medicine [Internet]. 2020 Nov 11 [cited 2023 Aug 7];134(7):825-26. Available from: https://www.amjmed.com/article/S0002-9343(20)31012-3/fulltext#%20 DOI: 10.1016/j.amjmed.2020.11.002

  4. Supiyanti I, Muhardi. Seven stars moslem doctor sebagai aplikasi internalisasi nilai-nilai islam dalam nilai kerja tenaga medis di Indonesia. J Paradigma [Internet]. 2020 [cited 2023 Aug 7];1(1):36-45. Available from: https://jurnal.ugm.ac.id/paradigma/article/view/59573 DOI: 10.22146/jpmmpi.v1i1.59573

  5. Rokom. Penyakit jantung penyebab utama kematian, kemenkes perkuat layanan primer [Internet]. Jakarta: Sehat Negeriku; 2022 Sep 29 [cited 2023 Aug 9]. Available from: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20220929/0541166/penyakit-jantung-penyebab-utama-kematian-kemenkes-perkuat-layanan-primer/




 
 
 

Recent Posts

See All
Nabila Zahra Faisal

Narasi Perjuangan Halo, salam kenal semuanya! Perkenalkan saya Nabila Zahra Faisal, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia...

 
 
 
Robby Malik Chandra Sudrajat

NARASI PERJUANGAN – ROBBY MALIK CHANDRA SUDRAJAT A Transport of The Spirit “Kalau Allah tak menjadikan kesengsaraan, di manakah orang...

 
 
 

Comments


© 2023 FKUI Gelora

bottom of page