- Alya Citra
- Aug 13, 2023
- 7 min read
Updated: Aug 13, 2023
NARASI PERJUANGAN
Perkenalkan nama saya Alya Citra, biasa dipanggil Alcit. Saya alumni Sendai Ikuei Gakuen Senior High School di Sendai, Jepang. Saya merupakan mahasiswa kelas khusus internasional fakultas kedokteran universitas indonesia. Saya dan keluarga saya percaya orang-orang disekitar kita memberikan dampak besar terhadap kita. Untuk masuk menjadi mahasiswa UI, setiap orang berjuang memberikan performa terbaiknya, sehingga terpilihlah siswa-siswi terbaik dari seluruh pendaftar. Maka dari itu saya berharap selama saya di UI selalu dikelilingi hal baik.
Perjuangan saya masuk UI tidaklah mudah, lagi pula mana ada perjuangan yang mudah. Pada tahun terakhir di SMA saya mulai memantapkan apa yang mau saya lakukan saat besar nanti. Ketika saat itu yang saya tahu, saya tidak mau masuk ilmu sosial, ilmu politik, ataupun bahasa. Saya ingin belajar tentang pengetahuan alam sesuatu yang saintifik. Sejak kecil saya ingin menjadi dokter. Tapi kemudian sempat pudar karena saya merasa tidak cukup pintar dan pantas untuk menjadi seorang dokter. Namun tak pernah saya berhenti mengagumi profesi dokter. Bagi saya dokter orang yang dapat membuktikan kekuasaan dan kehebatan tuhan. Begitu detail tuhan menciptakan manusia. Mulai dari hal sekecil dna hingga seluas kulit. Sesuatu yang tidak bisa ditiru oleh siapapun di alam ini.
Keinginan menjadi dokter muncul kembali saat SMP. Sebagai syarat kelulusan SMP kami harus membuat mini skripsi. Waktu itu saya mengambil tema alzheimer. Alasan saya mengambil tema alzheimer karena pada saat itu nenek saya menderita demensia akut. Kemampuan mengingatnya menurun secara drastis. Bahkan nenek tidak mengingat anak dan cucunya, kami sangat sedih pada saat itu. Kejadian ini membuat saya tertarik untuk mempelajari tentang alzheimer dan cara mencegahnya. Saya mulai dari membaca buku buku. Bertemu dengan spesialis hingga mewawancarai ketua alzheimer indonesia. Sekuat saya mencari tahu, tuhan punya rencana lain. Sebelum sempat menyelamatkan, nenek sudah berpulang kepada tuhan, semoga amalan nenek diterima di sisi-Nya, aamiin. Namun, mulai dari saat itu bulat sudah tekad saya untuk menjadi dokter.
Ketika sudah waktunya untuk menentukan kuliah, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan studi saya di Indonesia dengan segala pertimbangan. Dimulai dari masuk les intensive, saya belajar dari pagi hingga malam selama sebulan. Sayangnya tahun lalu saya tidak berhasil. Kegagalan ini membuat saya cukup depresi, merasa tidak pantas menjadi dokter, merasa ujiannya saja gagal bagaimana saya bisa survive dalam pelajarannya nanti. Saya mencoba universitas lain tetapi tertolak juga, Namun, tak pudar semangat saya menjadi dokter, saya memutuskan semi gap year di FK swasta.
Orang orang disekeliling saya bertanya apakah saya akan mengikuti ujian lagi tahun depan. Saat itu saya belum punya jawaban. Pada saat itu yang saya tau saya harus melakukan hal di depan mata saya sebaik baiknya. Saya harus mengikuti serangkaian ospek yang melelahkan, rangkaian kaderisasi, juga mengikuti setiap blok blok yang ada dengan sebaik mungkin. Saya bertemu teman teman yang hebat. Mematahkan stigma tentang universitas swasta. Disana orang orang pun berlomba lomba saling membantu untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Sekarang saya paham kenapa di kedokteran, kolega dipanggil sejawat. Karena kita tidak bisa bekerja sendiri, kita perlu teman untuk bertukar informasi, menambah pengetahuan, dan berkolaborasi.
Selama belajar di FK swasta saya tahu dokter yang baik bukan berasal dari anak yang pintar melainkan dari seseorang yang mau berjuang di setiap hal kecil yang dihadapi. Mau berkorban untuk sesuatu yang dicita citakan. Serta selalu bersyukur atas segala yang sudah dilalui. Setelah memantapkan hati serta saran dan doa dari orang tua. Tahun ini, 2023, saya kembali mendaftar SIMAK KKI. Semua berjalan lancar hingga saatnya MMPI. Cukup melelahkan mengerjakan lima ratus lebih soal kepribadian. Bahkan lebih mengejutkannya MMPI saya dinyatakan tidak valid. Cukup membuat saya merasa down. “ Apakah ada yang salah pada diri saya”, “ apakah saya memang tidak pantas” , pertanyaan pertanyaan ini terus berada di kepala hingga akhirnya saya mengulang MMPI dengan pemikiran nothing to lose. Saya berusaha mengerjakan serileks mungkin. Setelah itu saya mulai menyiapkan untuk interview. Saya berlatih dengan guru les bahasa inggris saya. Saya juga menonton youtube, ada banyak contoh soal seperti kita harus dapat menjelaskan bagaimana cara mengikat tali sepatu kepada orang yang buta. Ada juga cara menyampaikan breaking bad news. Ada juga cara memperkenalkan diri dan menjelaskan keinginan masuk kedokteran saat basic interview.
Tibalah saatnya interview. Saya gugup bukan main, jantung berdebar ingin keluar dari tempatnya. Tanpa ditemani oleh orang tua karena beliau sedang berhaji pada saat itu. Tak henti hentinya saya membaca sholawat. Masuk pada ruangan pertama saya mulai dengan basic interview, mudah sesuai dengan yang sudah saya pelajari. Kemudian dengan pertanyaan ketika tetanggamu tidak memiliki cukup uang untuk membayar rumah sakit apa yang akan kamu lakukan. Kemudian pertanyaan tentang integritas. Kemudian masuk ruangan berikutnya yang tidak berisi interview. Karena ruangan ini untuk menulis esai. Esainya kali ini tentang save the world. Kemudian masuk ruangan tentang breaking bad news. Terakhir masuk ruangan tentang kebijakan presiden mengangkat masker. Ini benar benar ruangan terakhir dan membuat saya ingin menangis karena saya salah memahami soal. Tapi saya menyukai jawaban saya disini, saya memberi sebuah analogi mengapa kita tetap memerlukan masker disaat kita sudah vaksin. Karena menurut saya vaksin bagai sebuah seatbelt saat kita naik atau mengendarai mobil. Saat mengendarai mobil kita tetap perlu untuk mewaspadai sekitar. Disinilah fungsi masker untuk tetap waspada pada kemungkinan yang ada walaupun kita sudah mempersiapkan tameng utama.
Tidak sampai tiga hari setelahnya, waktunya pengumuman. Pengumuman bisa dibuka pukul 4 sore. Namun jam 4 rasanya tidak punya keberanian untuk membuka pengumuman. Penolakan tahun lalu membuat luka cukup besar dalam hati. Setelah berdoa dan saya buka. Alhamdulillah saya lulus. Bingung rasanya, bagai tidak percaya pengorban ini membuahkan hasil. Haru membanjiri dada, menangis saya tak henti mengucap syukur. Benar benar jika bukan doa orangtua tidak mungkin pikir saya untuk lulus. Disini, mulai dari pengumuman ini, saya memulai kembali perjalan saya untuk menjadi dokter. Bersama teman teman seperjuangan di Universitas Indonesia.
Menurut saya untuk menjadi dokter yang ideal memerlukan komunikasi yang baik. Komunikasi merupakan komponen paling penting antara dokter dan pasien. Setiap tindakan dokter juga perlu menyampaikan informed consent, ini diperlukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Informed consent harus menyertakan dengan lengkap data diri pasien, jenis tindakan, risiko, dan biaya¹. Ketidaklengkapan informed consent dapat disebabkan oleh ketidak telitiannya rekam medis atau bisa terjadi karena tanda tangan dan nama jelas tidak dapat dibaca¹. Maka dari itu sebaiknya informed consent dibuat secara urut. Mulai dari nomor rekam medis, nama, tempat dan tanggal lahir, hubungan dengan pasien, jenis tindakan, risiko, penatalaksanaan, biaya, dan tandatangan. Informed consent juga merupakan SOP dari rumah sakit, jika ada ketidaklengkapan maka akan mempengaruhi mutu rekam medis rumah sakit [1]. Informed consent ini juga diatur dalam undang undang tentang praktik kedokteran [2].
Selain kemampuan untuk meminta informed consent. Kemampuan mengelola stres juga penting untuk menjadi dokter yang ideal. Dalam praktek dokter mendapat banyak tekanan yang dapat secara negatif mengganggu kestabilan mental dokter. Oleh karena itu, seorang dokter yang ideal harus memiliki strategi untuk mengatasi stres, seperti melalui olahraga teratur, teknik relaksasi, atau dukungan sosial [3]. Terakhir, yang perlu dimiliki untuk menjadi dokter ideal adalah keinginan terus berkembang. Dokter harus memiliki dedikasi untuk terus belajar dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran guna memberikan pelayanan yang terbaik [4].
Dalam masyarakat, dokter berperan sebagai promotor kesehatan. Dokter bertugas untuk melakukan penyuluhan tentang cara pencegahan dan faktor risiko penyakit, skrining penyakit, dan menjadi masyarakat dengan perilaku kesehatan yang baik [5].
Di masa depan saya ingin menjadi dokter yang dapat dihargai oleh pasiennya. Saya ingin menjadi dokter yang ketika masuk ruangan pasien saya berani menceritakan segala keluhannya. Saya ingin menjadi dokter yang ketika pasien masuk ke ruangan, ia sudah merasa lebih baik hanya karena melihat snelli dan stetoskop saya. Saya ingin pasien saya merasa aman untuk meminum obat yang saya resepkan tanpa ragu.
Di Masa depan saya ingin menjadi dokter yang memanusiakan teman sejawat. Membela martabat dokter indonesia. Saya ingin menjadi penggerak agar setiap orang di Indonesia mendapat pelayanan kesehatan yang sama. Saya ingin menjadi penggerak agar tidak ada lagi daerah daerah yang tertinggal dalam pelayanan kesehatan. Semoga langkah ini dapat dimulai dengan langkah kecil saya di Universitas Indonesia.
Selama masa preklinik, selain saya berharap dapat mempelajari ilmu kedokteran. Saya ingin mendorong diri saya semaksimal mungkin. Mulai dari cara saya mengatur waktu. Mungkin sekarang ada saat dimana saya masih terlena bermain hp. Saya berharap saat perkuliahan mulai nanti saya dapat dengan baik mengatur waktu prioritas. Saya berharap dapat mengatur rasa malas saya dengan baik. Karena menurut saya rasa malas adalah sinyal bahwa ada hal yang saya tidak suka dalam prosesnya. Saya ingin mengetahui apa yang sebenar benarnya saya suka dan apa yang saya tidak suka. Mengefektifkan waktu belajar saya, mencari belajar terefektif saya.
Untuk mencapai harapan saya selama preklinik ini saya akan pertama tama bertanya kepada senior tentang cara membagi waktu di Fakultas Kedokteran. Setelah itu saya akan mulai menyusun skala prioritas. Saya akan tetap menempatkan belajar sebagai prioritas utama. Saya akan mulai belajar dua minggu sebelum ujian dan mereview materi dosen saat waktu luang. Selanjutnya saya akan banyak bertanya tentang organisasi. Perlukah saya bergabung apa saya benefitnya dan sebagainya. Saya juga akan berusaha untuk menempatkan kegiatan sesuai dengan waktunya. Saya akan menggunakan waktu istirahat saya untuk istirahat dan waktu belajar saya untuk belajar.
Saya juga akan mencoba meluangkan waktu 10 menit setiap hari di pagi hari untuk berolahraga, karena saya percaya pikiran yang jernih berasal dari jiwa dan raga yang sehat.
Ketika besar nanti saya ingin menjadi dokter syaraf. Ingin mempelajari tentang alzheimer. Menurut saya sedih sekali ketika kita ditinggalkan oleh orang tersayang dalam keadaan dia tidak mengingat kita. Saya ingin mengetahui upaya pencegahan apa yang bisa saya lakukan agar orang disekitar saya tidak terkena atau setidaknya orang yang terkena tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Saya berharap juga masyarakat diwaktu yang akan datang dapat memberikan perhatian lebih untuk alzheimer.
Untuk adik adikku yang sedang berjuang, tetap semangat, percayalah tidak mungkin tuhan membawamu sejauh ini hanya untuk gagal. Selalu ada hal terbaik bahkan di luar dari sesuatu yang kita bisa bayangkan yang sudah tuhan siapkan.
DAFTAR PUSTAKA
RAHMADILIYANI, Nina; WIDYA WATI, Ni Wayan Kurnia. Literature Review : Faktor-Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Pengisian Formulir Informed Consent di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Indonesia, [S.l.], v. 13, n. 1, p. 41-49, nov. 2022. ISSN 2549-1903. Available at: <https://journal.stikeshb.ac.id/index.php/jurkessia/article/view/771>. Date accessed: 07 aug. 2023. doi: http://dx.doi.org/10.33657/jurkessia.v13i1.771.
Haryono S, Rina Mardiana, Timoti T, Tyson T. SAHABAT SEHAT: Pola Komunikasi Ideal dan Dokter Dambaan Pasien. 2023. Airlangga University press.
Mitchell, S. The stress factor: Can physicians handle their stress?. 2018. The Yale Journal of Biology and Medicine, 91(2), 103-106.
Smith, D. Lifelong learning and continuing professional development.(2018). Postgraduate Medical Journal, 91(1073), 331-332.
World Health Organization (WHO). Roles and Responsibilities of Physicians in Health Promotion and Disease Prevention. 2020.
Comments