- Alvian Darius
- Aug 12, 2023
- 8 min read
Ayahku pernah berkata, “Jangan menunggu cukup kaya apabila ingin menolong orang, sebab kekayaan tidak akan pernah ada cukupnya.” Kalimat tersebut terus terngiang di kepalaku ketika sosok ayah, sekaligus inspirasiku bercerita mengenai pengalamannya dahulu semasa kuliah. Meskipun ia tidak berasal dari keluarga yang berkecukupan, membantu adalah kata yang tidak pernah keluar dari kamus hidupnya. Dengan gajinya sebagai asisten dosen, ia tidak membeli kemewahan yang mampu didapatkannya, tetapi ia membiayai pendidikan mereka yang kurang mampu. Di sinilah aku mendapatkan inspirasi yang kemudian memainkan sebuah peran penting dalam menentukan tujuan hidupku dan semakin memantapkan apa yang telah aku yakini sebelumnya.
Namaku Alvian Darius, seringkali aku dipanggil Alvian atau Vian. Namun, aku merupakan seorang anak kembar dan ada julukan yang sering kali digunakan oleh keluarga terdekat untuk memanggilku dan kembaranku, yaitu “Oreo”. Sebab, ketika lahir saudara kembarku mengalami pengentalan darah sehingga warna kulitnya menjadi lebih gelap dari warna kulitku. Orang-orang di sekitarku seringkali menganggapku keras kepala dan sulit untuk mengubah apa yang sudah aku tetapkan. Meskipun demikian, sesungguhnya, aku selalu menganalisis semua masukan dan menimbang dengan matang seluruh keputusanku dan perubahan yang sekiranya aku butuhkan. Hanya saja, menunjukkannya kepada orang lain bukanlah diriku.
Sikapku ini mungkin terbentuk dari lingkunganku selama masa menjelang dewasa, dimana sejak Sekolah Menengah Pertama aku telah masuk ke SMA Kanisius Jakarta, sekolah yang semua muridnya adalah pria. Di sekolahku ini, aku diajarkan untuk menjadi tangguh baik dalam berperilaku, berjuang, bahkan berpendapat. Meskipun begitu, menjadi tangguh bukan semata menjadi pribadi yang keras, aku juga diajarkan untuk menjadi peduli, mengasah kompetensi dan hati nurani, serta menjaga komitmen[1]. Melalui keempat nilai yang sering dianut dalam pendidikan sekolah Jesuit ini, aku diajarkan untuk menjadi seorang pemimpin yang melayani. Tanpa disadari, aku mulai mengembangkan nilai-nilai tersebut ini semasa aku duduk di bangku SMA.
Semenjak aku kecil, aku berangan-angan ingin menjadi seorang dokter, waktu itu mungkin belum ada alasan yang nyata. Di mata seorang anak kecil, menjadi seseorang yang berperan menyelamatkan nyawa mungkin adalah sesuatu yang keren. Ketika beranjak remaja, aku menjadi semakin paham bahwa menjadi seorang dokter tidaklah mudah dan banyak rintangan yang harus dilewati. Aku selalu merasa khawatir dan mempertanyakan diriku apabila aku sanggup untuk menggapai cita-cita masa kecilku ini. Ketika aku duduk di bangku SMA, petualangan dan rintangan sesungguhnya baru saja dimulai.
Sebagai seseorang yang memahami bahwa sekolah kedokteran di universitas unggulan yang aku inginkan, Universitas Indonesia, bukanlah hal yang mudah, aku mulai mempersiapkan nilai-nilaiku sejak hari pertama belajar di kelas 10. Aku berjuang untuk mempertahankan nilaiku dan meningkatkannya setiap semester agar aku bisa mendaftar melalui jalur prestasi atau SNBP. Selain itu, aku juga mengikuti berbagai latihan kepemimpinan di sekolahku sebagai bekal persiapan untuk menghadapi rintangan yang aku yakin pasti akan kuhadapi ketika kuliah kedokteran. Akan tetapi, perjalananku tidaklah mulus.
Berkali-kali cita-citaku ini diuji, dimulai dari keluargaku yang mulai khawatir dengan kuliah kedokteran yang memakan waktu lama dan mencoba membujukku untuk masuk ke jurusan ilmu komputer. Dengan banyaknya tawaran, aku bahkan sempat berpikir untuk mengubah tujuan awalku untuk masuk kedokteran. Setelah mengikuti bimbingan belajar untuk ke Singapura, suatu hari sekolahku mengadakan tes minat bakat dari psikologi UI. Saat itu, aku masih berpikiran untuk masuk jurusan ilmu komputer. Namun, anehnya ketika hasil tes dibagikan, pilihan karier pertama yang muncul adalah kedokteran dan tidak ada pilihan teknologi informasi sama sekali. Di sinilah aku mulai memikirkan kembali pilihanku.
Saat itu, di kelas sebelas, aku belum mengubah keputusanku kembali untuk masuk kedokteran. Tapi aku merasa ada seperti sesuatu yang mengganjal. Aku tidak bisa membayangkan diriku duduk di depan komputer dan melakukan pengkodean. Akan tetapi, aku belum berani mengungkapkan isi hatiku kepada keluarga karena takut mereka kecewa dengan pilihanku. Akhirnya ketika kelas 12, sehabis dari pertemuan orang tua, aku memberanikan diri untuk berbicara dan mengungkapkan apa yang selama ini telah aku pikirkan. Namun, yang membuatku terkejut adalah orang tuaku sama sekali tidak marah dengan keputusanku meskipun telah membayar biaya bimbingan tesku yang cukup mahal, mereka memintaku untuk memikirkan dengan matang. Akan tetapi, tanpa keraguan aku telah memantapkan pilihanku. Sejak saat itu, semua perjalananku masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dimulai.
Dalam sudut pandangku, FKUI adalah fakultas kedokteran terbaik di Indonesia yang telah meluluskan banyak alumninya menjadi dokter-dokter ternama. Aku sempat berpikir bahwa FKUI mirip dengan SMA-ku yaitu aspek akademiknya yang baik, didukung oleh banyak kegiatan nonakademik sehingga keduanya saling menunjang dan menghasilkan mahasiswa yang berprestasi. Namun, tentu saja masuk ke FKUI tidaklah mudah. Ada beberapa keluargaku yang pernah mencoba untuk mendaftar kuliah di Universitas Indonesia namun tidak berhasil dalam prosesnya. Oleh karena itu, aku membulatkan tekad untuk berjuang mati-matian agar aku bisa memecahkan rekor di keluargaku dan masuk ke dalam FKUI.
Aku masih teringat 1 bulan sebelum UTBK ketika aku belajar delapan jam sehari mengerjakan latihan soal dan mengulang-ulang yang belum aku pahami. Tidak lupa juga aku berdoa setiap hari dan memohon pertolonganNya dalam menghadapi tes. Akan tetapi, aku tidak pernah menyesalinya sedikitpun. Sebab usahaku pada akhirnya terbayarkan. Pada 20 Juli 2023, di dalam mobil menunggu ibuku ke pasar, aku membuka laman SNPMB tepat pukul 15.00, dan menemukan namaku diterima pada pilihan pertamaku di kelas reguler, sungguh merupakan suatu pengalaman berharga yang tidak terlupakan. Meskipun pada awalnya aku sempat kecewa ketika ditolak jalur prestasi, aku kini memahami rencana Tuhan yang mengajarkanku untuk mengenal kata berjuang.
Apabila diingat-ingat kembali, dorongan kuat yang memotivasiku untuk masuk ke FKUI adalah ketika kembaranku pingsan tepat dihadapanku. Aku yang saat itu panik dan merasa tidak mampu melakukan apa-apa menjadi terpacu untuk mendalami ilmu yang berhubungan dengan kesehatan dan nantinya mampu menolong sesama. Saat itu, aku masih beruntung sebab saudaraku masih bisa sadarkan diri dan langsung dibawa ke rumah sakit. Akan tetapi, membayangkan ribuan orang diluar sana yang masih belum memiliki akses ke fasilitas kesehatan membuatku memiliki tujuan yang lebih besar lagi. Nantinya, setelah aku lulus dan menjadi seorang dokter yang berkualitas, aku ingin mengabdi kepada sesama dan bangsaku. Cita-citaku adalah menjadi dokter yang mampu menolong rakyat sekaligus ikut membangun negaraku. Harapanku nantinya, Indonesia bisa menjadi negara dengan fasilitas dan tenaga medis yang unggul.
Akan tetapi, jalan untuk mencapai tujuanku masih sangat panjang. Masih banyak aspek dalam diriku yang harus ditingkatkan lagi. Selama studiku di FKUI, aku ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Aku berjanji untuk terus belajar dan tidak pernah mengenal kata bosan dalam menimba ilmu. Aku ingin mengubah segala bentuk kemalasan dan prokrastinasi dalam diriku sebelumnya menjadi pribadi yang lebih produktif dengan membagi waktu dan menyelesaikan seluruh kewajibanku secepatnya. Aku juga mau belajar lebih dengan bergabung ke UKM yang ada di Universitas Indonesia serta belajar berorganisasi. Selain itu, aku juga berharap bisa menjadi seseorang yang bisa mengayomi dan menyemangati teman-teman seangkatanku sehingga FKUI 2023 boleh lulus bersama-sama dan nantinya boleh terus menjadi suatu ikatan keluarga yang solid dan mengabdi masyarakat dengan penuh integritas.
Dengan komitmen untuk berubah dan harapan tersebut, kelak akan dapat membantuku menjadi seorang dokter yang ideal. Menurutku, seorang dokter yang ideal adalah dokter yang profesional dalam praktiknya dan bertindak sesuai dengan kode etik kedokteran serta dapat mengkomunikasikan apa yang harus disampaikan dengan baik dan mudah dipahami oleh pasiennya[2][3]. Profesionalisme yang dimaksud adalah tetap menjaga kerahasiaan, tepat dan efisien baik ketika konsultasi, diagnosa, dan praktik lainnya, dan juga bersikap sebagaimana mestinya[3]. Selain tiu, profesionalisme juga ditunjukkan dengan kemampuan bekerjasama yang baik dengan sesama dokter, perawat, dan petugas medis lainnya. Kerjasama merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam praktik kedokteran dan hal ini didorong dengan kemampuan berkomunikasi[2]. Kemampuan komunikasi menjadi kriteria dokter ideal sebab dengan cara komunikasi yang tepat, seorang dokter akan bisa saling memahami antar sesama dokter, perawat, dan juga menerima keluhan pasien kemudian menyampaikan kembali saran yang dapat dimengerti[4][5].
Selain itu, ia juga harus dapat berempati dan memanusiakan pasien serta berusaha yang terbaik untuk menolong mereka. Dokter yang ideal dalam pandanganku juga adalah dokter yang terus terbuka terhadap perkembangan teknologi dan bisa mengimbangi berbagai inovasi baru serta menggunakannya secara efisien untuk menolong pasien.
Ketika aku lulus, aku ingin menjadi dokter yang berintegritas. Dalam hal ini, yaitu menolong pasien tanpa maksud terselubung dan demi kesembuhan serta pengobatan saja. Aku berharap bisa menjadi dokter sekaligus sahabat bagi pasien yang menjalani pengobatan dan bisa membawa harapan bagi mereka. Kelak, ketika aku telah menjadi dokter yang berkualitas aku ingin mengembangkan fasilitas medis di Indonesia dan ikut mendorong para dokter-dokter masa depan untuk melakukan penemuan-penemuan baru yang bisa menyembuhkan dan menolong banyak orang. Untuk mencapai itu semua, aku perlu membuat target sehingga arah dan tujuanku menjadi semakin jelas.
Selama masa preklinik, aku ingin memiliki IPK yang tinggi serta aktif dalam organisasi seperti BEM IKM FKUI dan juga berbagai kegiatan sukarela. Namun, menyeimbangkan akademik dan nonakademik tidak akan mudah. Oleh karena itu, caraku untuk mencapai ini adalah dengan membagi waktu serta memperhatikan materi perkuliahan dengan bersungguh-sungguh. Setiap orang memiliki metode belajar yang berbeda-beda [6], berdasarkan pengalaman metode yang paling sesuai agar cepat menangkap pelajaran menurutku adalah dengan membaca dan visual. Dengan menerapkan teknik yang tepat maka aku yakin akan bisa mencapai targetku ini.
Dilanjutkan dengan masa klinik yang dimulai dari coass, targetku adalah menyelesaikannya secepat mungkin, kemudian melakukan magang dan langsung mengambil spesialis. Nantinya aku ingin mengambil spesialis jantung. Alasanku ingin mengambil spesialis jantung adalah karena perbandingan jumlah pasien dengan penyakit jantung dibandingkan dengan jumlah dokter spesialis jantung yang ada masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan data Kementerian kesehatan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Indonesia ada sekitar 1500, sedangkan penderita penyakit jantung berada di angka kisaran 2,8 juta orang[7]. Berdasarkan data tersebut dapat terlihat kesenjangan antara jumlah dokter dan pasien. Selain itu, menurutku, jantung adalah salah satu organ vital bagi kehidupan, dengan bermasalahnya jantung seseorang akan terancam kematian. Oleh karena itu, aku ingin membantu penderita penyakit jantung yang masih belum bisa memiliki akses medis. Kemudian nantinya ikut membangun infrastruktur dan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya.
Harapanku, apabila cita-citaku tersebut tercapai, masyarakat boleh jauh lebih dipermudah untuk mengakses kesehatan. Dengan banyaknya dokter unggulan dan inovasi-inovasi dalam bidang medis, semua praktik kesehatan dapat dimudahkan dan lebih banyak nyawa dapat tertolong, terutama mereka yang kini masih kesulitan dalam menerima perlakuan medis. Dengan demikian, kedepannya Indonesia boleh menjadi pusat destinasi berobat yang mampu bersaing di kancah internasional.
Untuk adik-adik kelasku yang ingin masuk ke FKUI 2024, aku punya pesan untuk kalian. Mungkin saat ini, rintangan bertubi-tubi sedang kalian hadapi, mungkin kalian menghadapi penolakan atau mungkin kalian tidak dipercaya mampu masuk FKUI. Kalian belum kalah, asalkan kalian masih terus berjuang. Semakin sering cita-cita kalian diuji, semakin banyak rintangan yang kalian hadapi, apabila kalian mampu melewati itu semua, anggaplah setiap rintangan yang kalian lewati sebagai sebuah penghargaan. Hargailah diri kalian, percayalah akan diri kalian sendiri meskipun tidak ada orang yang mempercayainya! Ingatlah, Tuhan selalu melihat ketulusan kalian dan Ia tidak pernah meninggalkan kalian! Jangan pernah berhenti berjuang, hei adik-adik pejuang FKUI 2024!
Sumber
[1] Suparno P. Paradigma pedagogi Ignatian di SMA. Paper presented at: Pertemuan Guru SMA Gonzaga; 2019 May 16; Jakarta, Indonesia.
[2] Grundnig JS, Steiner-Hofbauer V, Katz H, Holzinger A. ‘Good’ and ‘bad’ doctors - a qualitative study of the Austrian public on the elements of professional medical identity. Med Educ Online [Internet]. 2022 Aug 24 [cited 2023 Aug 5]; 27(1):2114133. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9423859/
[3] Purnamasari CB, Claramita M, Prabandari YS. Pembelajaran profesionalisme kedokteran dalam persepsi instruktur dan mahasiswa. Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia [Internet]. 2015 Mar [cited 2023 Aug 4]; 4(1):21-7. Available from: https://jurnal.ugm.ac.id/jpki/article/download/25263/16197
[4] Suyono HH. Komunikasi dokter - pasien. In: Mardiana R, Tirta T, Tirta T. Sahabat sehat: pola komunikasi ideal dan dokter dambaan pasien. Surabaya: Airlangga University Press; 2021 Jul 6.
[5] Yeganeh S, Torabizadeh C, Bahmani T, Molazem Z, Doust HY, Dehnavi SD. Examining the views of operating room nurses and physicians on the relationship between professional values and professional communication. BMC Nurs [Internet]. 2022 Jan 14 [cited 2023 Aug 6]; 21:17. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8759190/
[6] Fowler A, Whitehurst K, Al-Omran Y, Rajmohan S, Udeaja Y, Koshy K, et al. How to study effectively. Int J Surg Oncol (N Y)[Internet]. 2017 Jul [cited 2023 Aug 4]; 2(6):e31. Available from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5673147/
[7] P2PTM Kemenkes RI. Hari jantung sedunia (world heart day): your heart is our heart too [Internet]. Jakarta: Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular; 2019 Sep 26 [cited 2023 Aug 8]. Available from: https://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/hari-jantung-sedunia-world-heart-day-your-heart-is-our-heart-too
コメント